Menuju konten utama

SHI Sebut Terbitnya PP 44 2024 Belum Selesaikan Masalah Hakim

Aturan ini dinilai belum memenuhi semua tuntutan yang dilayangkan SHI. Apa penyebabnya?

SHI Sebut Terbitnya PP 44 2024 Belum Selesaikan Masalah Hakim
Ilustrasi Penegakan Keadilan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menyebut PP 44 Tahun 2024 tentang hak keuangan dan fasilitas hakim yang berada di bawah Mahkamah Agung, belum menyelesaikan seluruh masalah hakim. Aturan ini juga belum memenuhi semua tuntutan yang dilayangkan SHI.

PP 44 Tahun 2024 ini diterbitkan oleh Presiden 2019-2024, Joko Widodo, pada Jumat (18/10/2024) lalu. Lebih tepatnya dua hari sebelum Jokowi melepas jabatannya.

"Apakah dengan terbitnya PP 44 Tahun 2024 ini sudah menyelesaikan semua permasalahan? Jawabannya, belum," kata Juru Bicara SHI, Fauzan Arrasyid, dalam keterangan tertulis, Selasa (22/10/2024).

Meski PP Nomor 44 Tahun 2024 ini telah mengatur kenaikan tunjangan jabatan sebesar 40 persen secara merata, namun, aturan tersebut belum mengatur soal sembilan komponen hak keuangan lainnya.

"Komponen tersebut mencakup gaji pokok, fasilitas perumahan, transportasi, jaminan kesehatan, jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokoler, serta penghasilan pensiun dan tunjangan lainnya," ujarnya.

Fauzan mengatakan, skema kenaikan 40 persen ini, belum mampu mengatasi masalah ketidakmerataan bagi hakim tingkat pertama, khususnya di pengadilan kelas II yang berada di berbagai kabupaten/kota.

Hakim-hakim di tingkat tersebut menghadapi tantangan lebih besar, dan kebijakan saat ini belum sepenuhnya efektif untuk mengurangi beban tersebut.

Kemudian, Fauzan juga menuntut, pada pemerintah untuk lebih memahami soal putusan Mahkamah Agung Nomor 23P/HUM/2018, yang menjadi dasar terbitnya PP 44 Tahun 2024 ini.

"Putusan ini tidak sekadar mengatur pemisahan norma gaji pokok dan pensiun Hakim dari Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga menuntut penetapan nominal yang lebih tinggi," tuturnya.

Kata Fauzan, pemerintah terkesan hanya fokus pada pemisahan pengaturan, tanpa memastikan besaran yang sesuai dengan tanggung jawab hakim.

Lebih lanjut, Fauzan menyebut, pihaknya kecewa pada pemerintah yang tidak melibatkan para hakim secara langsung dalam pembentukan aturan tersebut.

"Kebijakan ini tidak melibatkan partisipasi aktif dari para Hakim dalam proses penyusunannya, sehingga hasilnya cenderung kurang mencerminkan kondisi nyata di lapangan," pungkasnya.

Dia juga mengatakan, SHI akan tetap memperjuangkan empat poin tuntutan dari para hakim pada pemerintah, keempat tuntutan tersebut, yaitu:

1. Penyesuaian terhadap seluruh hak keuangan dan fasilitas Hakim yang diatur dalam PP 94 Tahun 2012.

2. Mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera membuka kembali pembahasan RUU Jabatan Hakim hingga disahkan menjadi undang-undang.

3. Mendorong penyusunan RUU Contempt of Court guna melindungi kehormatan peradilan dan Hakim.

4. Mendesak peraturan pemerintah tentang jaminan keamanan bagi Hakim dan keluarganya.

Kemudian, Fauzan juga menyebut akan terus mengawal komitmen dari Presiden Prabowo yang telah berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan hakim.

"Solidaritas Hakim Indonesia akan mengawal komitmen tersebut," tuturnya.

Sementara itu, Komisi Yudisial (KY), mengapresiasi terbitnya PP 44 Tahun 2024 ini. Juru Bicara KY, Mukti Fajar, mengatakan hal ini merupakan bentuk kepedulian terhadap kesejahteraan hakim.

"KY sangat mengapresiasi langkah pemerintah, MA, dan semua pihak yang telah terlibat dalam upaya kenaikan gaji dan tunjangan jabatan hakim, sehingga Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 diterbitkan," kata Mukti dalam keterangan tertulis, Selasa (22/10/2024).

Kata Mukti, PP tersebut juga menyebutkan bahwa hakim diberikan kenaikan gaji berkala, apabila memenuhi persyaratan tertentu. KY, lanjut Mukti, tentu mengapresiasi keputusan untuk mengakomodir tuntutan para hakim akan kenaikan gaji dan tunjangan secara berkala.

"Sehingga ke depan, tidak akan terjadi lagi keadaan seperti kemarin di mana tidak ada kenaikan selama 12 tahun," ujarnya.

Selain itu, kata Mukti, dengan terbitnya aturan ini, semua pihak diharapkan dapat mematuhi ketentuan tentang kenaikan gaji secara berkala, terutama terhadap dua poin.

"Pertama, tuntutan kenaikan gaji berkala yang secara otomatis akan diterapkan jika memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 3D," tuturnya.

Kenaikan gaji berkala dan tunjangan jabatan hakim ini, kata Mukti, akan didapat secara otomatis jika telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikan berkala, dan adanya hasil penilaian kinerja tahunan dengan predikat baik.

"Kedua, adanya penyesuaian hak keuangan hakim, apabila pemerintah menetapkan penyesuaian gaji pokok PNS, sebagaimana termaktub dalam Pasal 11F ayat (3)," pungkasnya.

Mukti Fajar juga menyampaikan, terdapat hal baru di dalam PP ini, yaitu mekanisme Penilaian Kinerja terkait kenaikan gaji berkala yang diatur dalam Pasal 3D huruf b.

"KY mengapresiasi adanya hal baru dalam PP ini, yaitu mekanisme Penilaian Kinerja terkait kenaikan gaji berkala yang diatur dalam Pasal 3D huruf b, khususnya mengenai syarat penilaian kinerja hakim dengan predikat kinerja tahunan paling rendah bernilai baik," tambah Mukti Fajar.

Dia berharap, adanya respons positif dari pemerintah soal peningkatan kesejahteraan hakim bertujuan untuk menjaga kemandirian hakim dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Selain itu juga, Mukti mengatakan, hal ini harus diiringi dengan peningkatan kinerja para hakim untuk memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum.

Diketahui, PP 44 Tahun 2024 ini, ditanda tangani oleh Joko Widodo selaku Presiden RI pada Jumat,18 Oktober 2024. Hal ini, merespons protes dari para hakim yang tidak mendapatkan kenaikan gaji sejak 12 tahun lalu.

Hakim merupakan pejabat negara, namun, pada sistem penggajiannya memakai mekanisme PNS. Kemudian, pada 2018, sistem penggajian tersebut dibatalkan oleh MA. Namun, hingga sebelum diterbitkannya PP 44 Tahun 2024, penggajian tersebut belum diubah.

Putusan MA 23 P/HUM/2018 yang menyatakan bahwa gaji pokok dan penghasilan pensiun hakim selaku pejabat negara perlu diatur secara terpisah dengan pengaturan gaji pokok dan pensiun pokok PNS, menjadi pertimbangan terbitnya PP 44 Tahun 2024 ini.

Dalam aturan baru ini, mengatur soal penyesuaian gaji hakim dan kenaikan gaji hakim secara berkala. Para hakim mendapatkan kenaikan gaji pokok sebanyak 30 persen dan tunjangan jabatan 40 persen.

Selain itu, para hakim yang diangkat pada suatu pangkat yang lebih tinggi, akan mendapatkan gaji pokok baru bedasarkan pangkat baru.

Dalam Pasal 3D disebutkan bahwa, hakim diberikan kenaikan gaji berkala apabila memenuhi persyaratan, yaitu telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikan gaji berkala.

Kemudian telah mencapai penilaian kinerja dengan predikat kinerja tahunan paling rendah bernilai baik. Penilaian tersebut, diberikan oleh atasan hakim langsung, dan harus diinformasikan dua bulan sebelum kenaikan gaji berkala berlaku, apabila seorang hakim telah mendapat nilai baik.

Namun, apabila seorang hakim belum mendapatkan penilaian tersebut, maka kenaikan gaji secara berkala, akan ditunda selama setahun. Kemudian, apabila dalam satu tahun lagi belum juga mendapat nilai baik, maka tidak ada lagi alasan penundaan dan akan diberikan kenaikan gaji berkala.

Baca juga artikel terkait HAKIM atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Anggun P Situmorang