Menuju konten utama

Putin Tawarkan Kerja Sama Nuklir di RI, Ekonom: Layak Diterima

Ekonom dari UGM menilai tawan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak diterima.

Putin Tawarkan Kerja Sama Nuklir di RI, Ekonom: Layak Diterima
Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) usai menyampaikan pernyataan bersama di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). ANTARA FOTO/BPMI-Laily Rachev/rwa.

tirto.id - Presiden Rusia Vladimir Putin menawarkan kerja sama untuk menggarap proyek nuklir di Indonesia. Putin menyatakan bahwa Rosatom State Corporation mempunyai pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Rosatom telah mengembangkan PLTN yang terbesar di Rusia, yakni Novovoronezh Unit 6, berkapasitas 1.200 MW di Voronezh. Selain di darat, Roastom juga membangun PLTN Terapung KLT-40S dapat berlayar menjelajahi sejauh 5.000 kilometer dengan kapasitas sebesar 80 MW.

Rosatom saat ini menggunakan teknologi nuklir generasi terbaru. Tipe reaktor VVER 1200 dengan teknologi generation 3 plus pertama di dunia dengan masa operasi selama 60 tahun. Sistem Pengamanan teknologi VVER 1200 memiliki zero accident standaard.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menilai tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak diterima. PLTN merupakan pembangkit listrik daya thermal yang menggunakan reaktor nuklir dengan uranium sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik.

"Berdasarkan pengalaman, kompetensi dan keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin layak diterima," kata Fahmy kepada Tirto, Senin (4/7/2022).

Dia menuturkan PLTN termasuk energi bersih dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan (EBT) pembangkit listrik di Indonesia. PLTN sekaligus dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu. Karena sifatnya intermittent, tergantung cahaya matahari dan hembusan angin.

Namun sebelum kerja sama Indonesia dan Rusia direalisasikan, Fahmy menyarankan pemerintah, khususnya DPR dan Dewan Energi Nasional (DEN) mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN). Salah satunya menjadikan PLTN sebagai energi prioritas.

"KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas. Selain itu, pemerintah perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan tingkat penerimaan masyarakat (public acceptances rate) terhadap penggunaan PLTN," jelasnya.

Dia menuturkan selama ini tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN masih sangat rendah. Salah satunya disebabkan trauma kecelakaan reaktor nuklir di beberapa negara seperti Jepang, Rusia dan Ukraina. Namun, kemajuan teknologi reaktor nuklir generasi terbaru yang digunakan oleh Rosatom dapat mencegah terjadinya kecelakaan nuklir hingga mencapai nol persen (zero accident).

Dia menilai tanpa mengembangkan PLTN sangat sulit bagi Indonesia untuk mencapai zero carbon pada 2060. Karena itu pemerintah sudah saatnya serius dan terus-menerus mengembangkan PLTN dengan mempertimbangkan tawaran kerja sama dari Putin.

"Barangkali kerja sama tersebut akan dapat lebih memperlancar tindak lanjut realisasi usulan penghentian perang Rusia dan Ukraina, yang diusulkan oleh Indonesia," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PLTN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin