tirto.id - Sidang sengketa Pilpres 2024 memasuki momen terakhir. Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan sengketa Pilpres pada Senin (22/4/2024). Jelang momen pembacaan putusan, beragam pihak mengeluarkan aspirasi hingga mengajukan amicus curiae atau sahabat pengadilan.
Dalam catatan, sejumlah akademisi hingga masyarakat umum memberikan amicus curiae. Selain akademisi dan masyarakat umum, tokoh politik ikut memberikan amicus curiae, seperti Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Teranyar, Eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab bersama mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin mengajukan amicus curiae terkait PHPU Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (17/4/2024).
Selain itu, eks pentolan Front Pembela Islam Ahmad Shabri Lubis dan Munarman serta Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-Ulama Yusuf Martak ikut mengajukan amicus curiae.
Dalam substansi, mereka meminta agar Mahkamah menggunakan kewenangannya untuk menegakkan keadilan. Din mengingatkan, kewajiban hakim tertuang dalam Pasal 5 Ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Mereka menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi 90/PUU-XI/2023 yang membuka peluang Gibran Rakabuming maju sebagai cawapres sebagai kotak pandora yang harus diselesaikan.
"Kami mendesak kepada Yang Mulia Hakim Konstitusi, untuk mengembalikan kehidupan berbangsa dan bernegara kepada tujuan sebagaimana pembukaan UUD 1945," isi amicus curiae Din dan jajaran yang dikutip, Kamis (18/4/2024).
Dari deretan amicus curiae tersebut, salah satu yang kontroversial adalah amicus curiae dari Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri. Mega, yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDIP, memberikan amicus curiae kepada Mahkamah Konstitusi.
Dalam amicus yang dititipkan via Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk diberikan ke Mahkamah Konstitusi, Mega berharap MK mau memberi keputusan terkait kecurangan pemilu sehingga tidak hanya berpatok pada hasil angka dari masing-masing pasangan calon. Dia mengibaratkan palu MK saat ini terbuat dari emas dan bukan sekedar godam untuk alat pukul.
"Rakyat Indonesia yang tercinta marilah kita berdoa semoga ketuk palu MK bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas, seperti kata Ibu Kartini pada tahun 1911 habis gelap terbitlah terang sehingga fajar demokrasi yang telah kita perjuangkan dari dulu timbul kembali dan akan diingat terus menerus oleh generasi bangsa Indonesia. Amin ya rabbal alamin. Hormat saya, Megawati Soekarnoputri ditandatangani merdeka, merdeka, merdeka," kata Hasto menarasikan isi Amicus Curae Megawati, Selasa (16/4/2024).
Pengajuan amicus curiae Megawati memicu konflik lantaran status Mega sebagai ketua umum partai pendukung. Pihak paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran sebagai pihak terkait menyoalkan keberadaan amicus curiae sementara Mega adalah pengusung paslon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud.
Salah satu anggota tim hukum 02, Otto Hasibuan, mengatakan bahwa amicus curiae adalah kelompok independen yang memberikan pandangan dan tidak berkepentingan terhadap perkara.
"Saya katakan kalau kita lihat ini terhadap Ketum PDIP, ini kan pihak dalam perkara ini, dia adalah partai pengusung daripada Ganjar-Mahfud sehingga saya melihat ini dia tidak genuine sebagai sahabat pengadilan karena dia pihak dalam perkara," kata Otto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, kelompok pendukung pasangan Prabowo-Gibran Bahlil Lahadahlia meminta publik untuk menunggu hasil putusan MK di tengah penyerahan puluhan amicus curae. Ia yakin hakim punya independensi sehingga tidak perlu pemberian amicus curiae.
"Saya melihat serahhkan saja pada hakim persidangan sudah berjalan. Serahkan saja," kata Bahlil di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Bahlil optimistis, puluhan amicus curiae tidak akan mengubah hasil pemilu."Saya punya keyakinan mas Gibran dan pak Prabowo menang. Masa 91 juta lebih penduduk Indonesia yang sudah memilih dianulir dengan apa tadi amicus curiae," kata Bahlil.
Seberapa Besar Pengaruh Amicus Curae?
Ahli hukum tata negara Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Illahi, meminta publik untuk memahami konsep amicus curiae. Ia mengingatkan amicus curiae adalah konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga yang berkepentingan dalam suatu perkara memberikan pendapat hukumnya dalam persidangan di pengadilan.
"Implikasinya sebenarnya tidak lah terlalu besar bagi hakim dalam menjatuhkan putusan karena hakim dalam hal ini hanya menjadikan amicus curiae sebagai instrumen pertimbangan akademik publik dalam menilai suatu kasus yang ramai menjadi perhatian publik sehingga siapa pun berhak menjadi amicus untuk sebuah perkara yang sedang berjalan," kata Beni, Kamis (18/4/2024).
Beni mengatakan sepanjang keterangan amicus curiaenya logis dan terkait dengan objek yang akan diputus. Dengan demikian, amicus curiae tersebut tidak akan mempengaruhi putusan pengadilan. Ia mengatakan sifat amicus curiae berisi pertimbangan-pertimbangan karena setiap putusan hakim akan berkaitan dengan tuntutan atau petitum para penggugat.
Beni menambahkan faktor semua pihak secara akademik memiliki hak untuk menyampaikan amicus curiaenya, maka biarlah keterangan amicus menjadi bahan renungan bagi hakim MK yang akan memutus PHPU ini. Ia mengingatkan amicus hanyalah pernyataan akademik publik dalam melihat segala sesuatu secara ilmiah terhadap objek perkara.
"Atas dasar itu amicus curiae tidak bisa dikatakan setara keterangan saksi atau ahli atau alat bukti dalam perkara, karena hanya sekedar opini publik yang disampaikan secara resmi di depan mahkamah yang dilandasi kondisi faktual, teori, dan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat," kata Beni.
Beni pun mengatakan, secara konsep, amicus curiae tidak dibatasi oleh kompetensi peradilan apapun, termasuk peradilan konstitusi karena hanya berisi keterangan opini terhadap objek perkara.
Atas dasar itu, amicus tidaklah akan mengganggu prinsip independensi, prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka termasuk bukan bagian dari upaya intervensi publik terhadap kekuasaan kehakiman. Alhasil, terhadap PHPU yang menjadi perbincangan publik, hanya sebatas membantu hakim memutus perkara.
Beni menekankan, sekalipun Megawati yang notabene merupakan bagian dari Tim Pemenangan paslon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud atau dan lain-lain yang sedang berperkara, Megawati sebagai Warga Negara Indonesia dan Mantan Presiden yang memiliki sifat kenegarawanan dan pihak lainnya memiliki hak secara hukum untuk menyampaikan amicusnya. Namun, apakah keterangan amicusnya Megawati dan pihak lainnya diadopsi atau tidak oleh MK, maka itu biarlah ranah MK dalam menilai dan mempertimbangan keterangan tersebut.
Ia mengingatkan, "Sampai hari ini masih yakin bahwa MK akan sangat objektif untuk menilai dan memutus PHPU yang akan diputus tanggal 22 April mendatang dan sudah pasti kedelapan hakim MK tersebut tidak akan menjadikan amicus curiae sebagai dasar utama mereka mengambil putusan."
Ahli hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan bahwa amicus curiae adalah tradisi di negara-negara common law system.
"Di Indonesia, penggunaan amicus pertama kali di kasus Suharto vs Majalah Times. AJI dan jaringan mengajukan apa yang disebut sebagai amicus curiae," kata pria yang disapa Castro, Kamis (18/4/2024).
Castro mencatat setidaknya sudah 22 amicus ke MK. Dalam kasus amicus Mega, MK bisa mengesampingkan karena berkepentingan dalam perkara. "Tapi amicus lainnya, harusnya jadi pertimbangan MK, sebab berdasarkan UU kekuasaan kehakiman, MK harus mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat, termasuk masukan melalui amicus curiae itu," kata Castro.
"Dalam konteks PHPU, tidak terlalu signifikan. Karena nuansa politis dalam tubuh MK masih terlalu kuat, jadi sepertinya hasil akhir sudah ditentukan sebelum putusan dibacakan," kata Castro.
Castro mengingatkan bahwa banjir amicus curiae dalam sengketa Pilpres menandakan dua hal. Pertama, ada simbol kegelisahan kolektif publik terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 yang penuh dengan dugaan kecurangan. Mulai dari upaya kekuasaan menyandera MK, politik cawe-cawe presiden, politisasi bansos, pengerahan aparatur negara, dan lain-lain.
"Kedua, simbol ketidakpercayaan terhadap MK yang tersandera oleh putusannya sendiri. Publik paham, MK seperti menjadi tawanan bagi dirinya sendiri. Karena itulah publik memuntahkan keresahan dan ketidakpercayaan itu melalui amicus curiae," kata Castro.
Castro menilai hakim itu wajib mempertimbangkan nilai-nilai yang berkembang di tengah masyarakat. Oleh karena itu, amicus curiae seharusnya dijadikan bahan pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara ini.
"Tentu amicus yang lahir dari analisis yang objektif, bukan amicus dari Megawati yang sejatinya adalah pemohon yang punya irisan kepentingan langsung dalam perkara ini," kata Castro.
Sementara itu, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) hanya akan mempertimbangkan amicus curiae soal PHPU Pilpres 2024 yang diterima hingga tanggal 16 April 2024. Namun, amicus curiae yang masuk usai 16 April 2024 akan tetap diterima oleh MK.
"Amicus curiae yang akan dipertimbangkan itu adalah amicus curiae yang diterima MK terakhir tanggal 16 April, pukul 16.00 WIB," ucap Juru Bicara MK, Fajar Laksono, kepada awak media, Kamis (18/4/2024).
"Dalam 2-3 hari ke belakang, memang banyak sekali yang masuk melalui email resmi MK. Datang langsung diserahkan banyak. Melalui surat by pos itu juga ada," ucapnya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri