tirto.id - Beberapa hari lagi Indonesia akan memperingati Hari Kemerdekaan yang ke-77 pada 17 Agustus 2022. Menyambut hari bersejarah ini, terdapat beberapa puisi Chairil Anwar yang bertema perjuangan dan kemerdekaan.
Chairil Anwar terkenal sebagai penyair tidak dapat dilepaskan dari puisi Indonesia modern sehingga ia menjadi pelopor Angkatan 45 dalam Sastra Indonesia.
Puisi perjuangan karya pria kelahiran Medan, 22 Juli 1922 ini seperti "Diponegoro", "Persetujuan dengan Bung Karno" hingga "Krawang-Bekasi".
Puisi “Diponegoro” ini diambil dari buku kumpulan puisi Aku ini Binatang Jalang. Puisi ini merupakan puisi yang terkenal sejak pertama kali keluar sekitar bulan Februari 1943 sampai saat ini.
Ramlan Andi, dalam Puisi "Diponegoro" Karya Chairil Anwar dengan Puisi "Bunga dan Tembok" Karya Wiji Thukul menuliskan bahwa Chairil Anwar sebagai pengarang ingin menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sehingga ia memilih Diponegoro sebagai judul puisinya.
Menurutnya, semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu ingin dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar. Puisi ini menggambarkan semangat perjuangan dalam jiwa pengarang.
Hal ini, menurut Andi, tercantum dalam baris pertama dan kedua "Di masa pembangunan ini Tuan hidup kembali". Makna baris pertama dan kedua tersebut menggambarkan semangat perjuangan Diponegoro yang dimiliki oleh rakyat Indonesia saat itu yaitu tahun 1943.
Kemudian baris ketiga "dan bara kagum menjadi api", ini bermakna semangat perjuangan yang digambarkan oleh pengarang sangatlah luar biasa.
Dilanjutkan dalam baris keempat dan kelima, yaitu "di depan sekali tuan menanti, tak gentar, lawan banyaknya seratus kali".
Baris ini semakin terlihat bahwa betapa semangatnya para pejuang sehingga menjadi pemberani dalam melawan penjajah. Mereka tidak memiliki keraguan apapun, yang ada hanya semangat berjuang dan berperang.
Berikut beberapa puisi Chairil Anwar yang bertema perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan:
"Diponegoro"
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
"Persetujuan Dengan Bung Karno"
Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu,
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
"Krawang-Bekasi"
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang
berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan
arti 4 - 5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
berserakan
Ataukan jiwa kami melayang untuk kemerdekaan
kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa.
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan
impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi.
Editor: Iswara N Raditya