tirto.id - Psikolog, Lita Linggayani Gading, bersama seorang seorang advokat bernama Syamsul Jahidin menggugat aturan jatah pensiun bagi anggota DPR RI. Mereka meminta kepada majelis hakim untuk menghapus hak pensiun yang diterima oleh para anggota DPR.
Dalam permohonannya mereka mengajukan uji materiil judicial review pada Pasal 1 huruf A, Pasal 1 Huruf F, Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
"Bahwa para Pemohon mengajukan uji materiil terhadap ketentuan Pasal 1 Huruf A yang berbunyi Lembaga Tinggi Negara adalah Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung, tidak termasuk Presiden; Pasal 1 Huruf F yang berbunyi: “Anggota Lembaga Tinggi Negara, adalah Anggota Dewan Pertimbangan Agung, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan Hakim Mahkamah Agung; Pasal 12 Ayat 1 yang berbunyi: “Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara yang berhenti dengan hormat dari jabatannya berhak memperoleh pensiun," demikian bunyi permohonan yang diajukan Lita dan Syamsul yang diunggah di laman Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (30/9/2025).
Sebagai pemohon, Lita menegaskan bahwa dirinya tidak rela uang pajak yang dibayarkannya kepada negara digunakan untuk menanggung pembayaran pensiun bagi anggota DPR yang hanya lima tahun menjabat di parlemen.
"Bahwa, di samping kedudukannya sebagai warga negara, Pemohon I yang juga berprofesi sebagai akademisi/praktisi/pengamat Kebijakan publik dan juga pembayar pajak, tidak rela pajak nya di gunakan untuk membayar anggota DPR RI yang hanya menempati jabatan hanya 5 tahun mendapatkan tunjangan pensiun seumur hidup dan dapat diwariskan," ungkap Lita dalam permohonannya.
Selain itu, Lita dan Syamsul juga mendalilkan bahwa pensiun DPR yang berlaku seumur hidup dapat menjadi beban bagi keuangan negara. Menurut mereka, upaya membayarkan pensiun kepada anggota DPR menjadi kontras dengan keberpihakan pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.
"Norma ini secara substantif menciptakan banyaknya anggota DPR RI yang mendapatkan hak pensiun yang menjadi beban APBN karena sejak diundangkan sudah 45 tahun lalu dibagi dengan masa pemilihan 9 periode maka terdapat 5.175 orang yang mendapat hak pensiun hanya dengan bekerja 5 tahun saja," kata Lita dan Syamsul.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































