tirto.id - Gubernur Daerah Khusus Jakarta, Pramono Anung, berjanji merealisasikan janji kampanye yang dilontarkannya pada Pilkada Jakarta 2024. Salah satunya adalah menambah jumlah kuota penerima bantuan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus.
Menurut politikus PDIP itu, penyaluran KJP Plus belakangan ini tidak sesuai harapan masyarakat. Oleh karena itu, Pramono bermaksud mengembalikan jumlah kuota penerima KJP seperti pada era Gubernur Jakarta 2017-2022, Anies Baswedan.
"Kami akan melakukan perbaikan dan entry point-nya. Titiknya adalah KJP yang terakhir didistribusikan oleh gubernur definitif, dalam hal ini oleh Mas Anies. Bahkan mungkin mudah-mudahan tahun depan sudah bisa kami tambah sampai dengan antara 50.000-70.000 [penerima]," ucap Pramono kepada Tirto dalam program siniar For Your Politic.
Selain soal program kerja, Pramono juga menyinggung hubungannya dengan mantan Presiden RI ke-7, Joko Widodo.
Pramono mengaku bahwa hubungannya dengan Jokowi baik-baik saja. Perbedaan pandangan politik tak menjadi penghalang antara Pramono dengan Jokowi.
"Saya masih berkomunikasi dengan Pak Jokowi, masih telepon. Kemudian, kemarin, ketika acara terakhir di kawinannya Pak Hatta Rajasa juga bertemu dia [Jokowi]. Menurut saya hal seperti itu perlu dilakukan oleh siapa pun. Bahwa perbedaan pilihan politik itu monggo-monggo saja," urai dia.
Berikut risalah perbincangan Tirto dengan Pramono Anung di siniar For Your Politic.
Sebelum masuk dunia politik, life journey-nya Mas Pram dulu bagaimana?
Jadi, sejak kecil memang saya senang berorganisasi. Bahkan, mulai SD saya senang berorganisasi. SMP udah menjadi Ketua OSIS, SMA Ketua OSIS. Masuk ke ITB waktu itu menjadi Ketua Himpunan, kayak Ketua Senat. Terus, menjadi Ketua Dewan Mahasiswa. Itu kayak Ketua BEM-nya.
Saya menjadi Ketua Dewan Mahasiswa ITB itu periode 1985-1986. Saya aktif berorganisasi, tapi sebagai anak muda pada waktu itu enggak kehilangan waktu untuk, misalnya, berolahraga, bermusik, bermain. Ya, tapi memang saya termasuk yang dari muda itu lumayan serius.
Berarti dari kecil dulu sudah tertarik dengan dunia politik?
Sudah tertarik. Bahkan ketika saya akhirnya memilih kuliah di ITB, salah satunya karena ITB pada waktu itu terkenal dengan gerakan mahasiswa yang mengkritisi rezim. Zamannya Pak Harto banyak yang ditangkap, banyak yang di penjara. Padahal, saya diterima di ITB secara tanpa tes sehingga dengan demikian, memang dalam segala hal, mungkin ya saya itu bukan orang yang biasa.
Menurut Anda, jiwa kepemimpinan Anda muncul dari mana?
Mungkin karena tempaan orang tua. Kebetulan bapak saya guru. Jadi, bapak saya itu guru SMA, guru bahasa Indonesia, pernah menjadi kepala sekolah. Bapak saya itu disiplinnya kayak tentara.
Makanya saya termasuk orang yang selalu on time person. Berbagai hal ya. Bahkan, ketika kemarin kampanye itu lebih 300 titik, saya hanya terlambat 5 kali. Itu terlambatnya bukan yang panjang. Terlambatnya paling ya 15 menit.
Sehingga, dengan demikian, kalau ditanya siapa orang yang berpengaruh dalam membentuk karakter saya, sebenarnya adalah bapak dan ibu saya. Karena, ibu saya itu sabar banget menghadapi orang. Saya mungkin enggak pernah dimarahin oleh ibu saya.
Beberapa hari ke depan, ada pelantikan kepala daerah serentak. Lalu, apa kesibukan Anda belakangan ini?
Sebelum dilantik, saya sudah membentuk tim transisi. Kemarin, kami sudah rapat terakhir dengan tim transisi. Ada 40 program yang akan menjadi program prioritas di 100 hari pertama.
Ketika saya dulu maju sebagai calon gubernur bukan karena keinginan dan ambisi saya, tapi karena melihat potret masyarakat di bawah yang begitu membuat saya terharu dan kompleks. Akhirnya, saya berkesimpulan, 40 program itulah yang menjadi prioritas utama yang akan saya selesaikan.
Termasuk, yang selalu saya sebut Kartu Jakarta Pintar, Jakarta Sehat, Lansia, Difabel, dan sebagainya. Saya juga bersyukur dengan tim transisi. Mereka sudah memberikan blueprint yang kurang lebih seperti yang saya harapkan.
Tetapi, di luar itu, tentunya banyak kegiatan yang bersifat formal yang harus saya ikuti. Misalnya, retreat di Magelang selama 7-8 hari.
Anda sebenarnya aktif bermedia sosial dan mengamati pergerakan di media sosial. Apalagi, Anda sepertinya juga suka nonton podcast...
Sebelum saya menjadi calon gubernur, terus terang, medsos semuanya saya pegang sendiri. Baik itu X maupun IG. Betul-betul saya pegang sendiri, enggak ada yang dipegang orang lain. Maka isinya ya hanya cucu atau saya sepedaan. Kemudian, ketika di pemerintahan, ya paling acara kegiatan dengan presiden.
Sekarang ini, media sosial begitu beragam dan juga colorful. Apalagi, banyak hal-hal baru. Yang dulu saya enggak tahu, tapi sekarang saya tahu. Itulah yang kemudian memperkaya cara pandang saya melihat generasi sekarang, Gen Z maupun Milenial.
Itu betul-betul mengubah cara pikir saya. Karena, usia kan tidak bisa dibohongin. Pengalaman hidup yang panjang itulah yang kemudian membuat saya mungkin lebih mudah beradaptasi.
Saat maju jadi calon gubernur di Pilkada Jakarta 2024, Anda mengundurkan diri dari kabinetnya Pak Jokowi. Sekarang, hubungan Anda dengan Pak Jokowi seperti apa?
Saya masih berkomunikasi dengan Pak Jokowi, masih telepon. Kemudian, kemarin, ketika acara terakhir di kawinannya Pak Hatta Rajasa juga bertemu dia. Bahwa perbedaan pilihan politik itu monggo-monggo saja.
Tetapi, dalam prinsip loyalitas, saya ini adalah orang partai dan ketua umum saya namanya Bu Megawati. Dengan demikian, pasti saya akan taat dengan apa yang menjadi garis kebijakan Ibu Megawati.
Dengan demikian, urusan pribadi saya pisahkan. Saya tetap bisa berkomunikasi, tapi urusan politik ya politik.
Biasanya berkomunikasi dengan Pak Jokowi seputar masalah apa?
Ya bisa macam-macam karena saya sama Beliau kan kenal sudah hampir 21 tahun, sebelum Beliau jadi wali kota. Perjalanan panjang itulah yang membentuk hubungan saya dengan Beliau.
Ya memang sekarang ini praktis kalau bicara bukan hal yang bersifat politik praktis.
Bisa dibocorkan yang akan langsung dieksekusi di hari pertama kerja sebagai Gubernur Jakarta?
Hari pertama itu pelantikan. Saya pada hari pertama juga akan mengadakan Sidang Paripurna pertama kali di Balai Kota. Nanti, bersama dengan Pak Wagub dan seluruh Kepala Dinas, seluruh jajaran SKPD yang ada.
Mereka harus tahu bagaimana keinginan saya sebagai Gubernur Jakarta dan Bang Rano sebagai Wagub Jakarta. Itu hari pertama akan kami lakukan.
Salah satu kekuatan di Jakarta ini kan ada pasukan oranye, pasukan biru, pasukan putih. Ya mereka segera harus digerakkan.
Yang paling utama bagi saya, sebenarnya kalau tidak ada retret saya pasti sudah ke Kampung Bayam dan juga mengurus persoalan Kartu Jakarta Pintar.
KJP dulunya terdistribusi hampir 520 ribu, kemudian mengalami persoalan di era terakhir-terakhir ini. Saya akan coba untuk kembalikan seperti ketika era terakhir Gubernur Jakarta definitif (Anies Baswedan).
Selain hal itu, tentunya sesuai dengan apa yang menjadi janji-janji politik. Kalau diamati, saya tidak menjanjikan sesuatu yang tidak mungkin. Saya janji yang real, di antaranya Kartu Jakarta Pintar, Jakarta Sehat, kemudian menebus ijazah-ijazah yang sekarang ini jumlahnya puluhan ribu. Itu akan segera kita putihkan. Siapa yang membayar adalah Baznas.
Apa yang menjadi hambatan, saya janjikan penyelesaiannya. Rata-rata sudah terancang dengan baik dalam 100 hari pertama. Termasuk, sarapan pagi gratis.
Itu bukan program yang ingin menyaingi pemerintah pusat dengan makan bergizi gratis. Ini memang menjadi suplemen atau komplemen dari program Makan Bergizi Gratis yang diadakan pemerintah pusat.
Anda menyiapkan 40 sekolah swasta gratis bagi warga Jakarta. Itu nanti bagaimana mekanismenya?
Sekolah swasta yang akan digratiskan adalah sekolah yang tidak mampu. Sekolah-sekolah itu selama ini untuk hidup menggantungkan kepada KJP. Maka KJP-nya tetap, tetapi biaya sekolahnya nanti kami gratiskan. Karena, kalau enggak begitu, pasti kualitas pendidikannya akan tidak sebagus swasta-swasta yang mampu.
Jadi, ini swasta yang masih perlu KJP, yang infrastrukturnya pun sebenarnya masih dibantu oleh Pemerintah Jakarta. Nanti, ada 40 sekolah, kami pilih seluruh level di daerah-daerah yang padat penduduk dan kumuh. Itu yang kemudian diharapkan bisa memperbaiki pendidikan di lokasi tersebut.
Anggaran untuk 40 sekolah gratis ini dari mana?
Ini anggaran Dinas Pendidikan yang kami optimalkan. Sebenarnya, Pemerintah Jakarta ini sudah merencanakan, hanya memang belum dimatangkan. Kalau sekolah negeri gratis, kan, sudah. Sekolah swasta gratis yang belum.
Ketika saya punya gagasan itu, saya berkoordinasi dengan teman-teman di Dinas Pendidikan dan akhirnya ditemukan ruang untuk itu dan mereka bisa melakukan itu.
Di DPRD Jakarta, Perda Pendidikan itu masih belum direvisi. Lantas, bagaimana pelaksanaan program itu?
Perdanya memang belum direvisi, tetapi tidak ada yang dilanggar untuk sekolah swasta gratis ini. Sehingga, sambil berjalan nanti tentunya kami sempurnakan.
Lalu, apakah program-program khusus pendidikan, seperti KJP dan KJMU, masih berlanjut?
Masih. KJMU yang sekarang ini, kan, banyak sekali yang akhirnya tidak ter-manage dengan baik. Maka kami akan membuat pembaruan bahwa KJMU jangan hanya berlaku dua semester, tapi berlaku sampai lulus.
Sehingga, enggak perlu setiap tahun harus dilakukan tes, dievaluasi, dan sebagainya.
Bagaimana memastikan agar KJP dan KJMU tepat sasaran?
Ya, kan, datanya sebenarnya ada. Hanya memang selalu problemnya ego sektoralnya tinggi. Data ada di DTKS, data di bansos, data yang dimiliki oleh pemerintah provinsi, maupun di Badan Pusat Statistik.
Kalau mau jujur ya, sering kali karena ego sektoral, mereka simpan data masing-masing. Maka kami akan melakukan perbaikan dan entry point-nya. Titiknya adalah KJP yang terakhir didistribusikan oleh gubernur definitif, dalam hal ini oleh Mas Anies.
Bahkan, mudah-mudahan tahun depan kami sudah bisa tambah sampai dengan antara ya 50.000 sampai 70.000 penerima.
Beralih ke soal efisiensi anggaran. Pemprov Jakarta itu juga ada efisiensi anggaran. Bagaimana tanggapan Anda?
Saya secara jujur harus mengatakan belum secara detail memahami dan tahu apa yang dipangkas. Tetapi, ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Jakarta untuk tetap bisa bekerja secara baik, normal, tidak mengurangi produktivitasnya, walaupun banyak pos anggaran yang perlu penyesuaian.
Saya tetap berkeyakinan bahwa Pemerintah Jakarta masih punya cukup ruang untuk tetap bekerja, walaupun ada efisiensi. Kami pasti akan mengikuti apa yang menjadi arahan pemerintah pusat.
Bagaimana agar anggaran yang diefisienkan bisa dialokasikan sesuai kebutuhan?
Pemerintah daerah harus mengikuti apa yang menjadi kebijakan pemerintah pusat. Kami akan menyesuaikan sehingga tidak ada yang kemudian harus dikorbankan di internal pemerintahan Jakarta.
Kami tentunya akan menyisir program-program ataupun alokasi bujet yang masih berlebihan. Di antaranya, yang dalam pikiran saya, adalah bujet untuk snack di Balai Kota, misalnya.
Salah satu janji politik Anda adalah menyesuaikan syarat masuk PPSU. Bagaimana merealisasikannya?
Itu langsung saya sesuaikan. Pasukan oranye semangatnya adalah orang yang mau bekerja keras. Yang penting bisa baca tulis. Tetapi, dalam perjalanan kemudian syaratnya menjadi lulusan SLTA.
Sehingga, saya akan mengembalikan semangat awalnya. Bahkan, lulusan SD dan yang penting bisa baca tulis pun boleh menjadi PPSU, boleh menjadi pasukan oranye.
Anda akan menerbitkan peraturan gubernur terkait pendidikan anak autisme. Apakah nantinya Anda mau bangun sekolah khusus anak autisme?
Di Jakarta ini, sekolah luar biasa masih sangat kurang. Kebetulan ketika saya keliling ke beberapa titik di Jakarta Utara, itu belum punya sekolah luar biasa. Ini menjadi keprihatinan yang mendalam bagi saya pribadi.
Kemajuan bangsa itu sangat bergantung pada pendidikan. Bukan hanya pendidikan untuk anak-anak bertalenta baik, tetapi juga untuk yang berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya adalah anak dengan spektrum autisme.
Jadi, saya akan membantu itu. Yang paling penting adalah anak-anak autis juga harus diberikan ruang yang cukup.
Apakah dananya akan dialokasikan khusus dari Dinas Pendidikan?
Iya. Karena, memang pergubnya sudah ada.
Anda berencana menerapkan electronic road pricing. Apa pertimbangannya?
Kami mengkaji untuk menerapkannya, belum berarti mau menerapkan. Begini. Kenapa saya menggagas subsidi Transjabodetabek bagi 15 golongan? Supaya orang-orang dari Bekasi, Depok, Tangerang, dan Bogor kalau mau ke Jakarta bisa menggunakan transportasi publik. Itu jauh lebih efisien dan akan mengurangi kemacetan.
Persoalan kemacetan di Jakarta itu terjadi pagi dan sore, ketika masyarakat dari suburban area masuk Jakarta dan sore pulang. Itu bisa berkurang secara drastis kalau mereka mau menggunakan transportasi umum yang kami subsidi.
Orang kaya naik mobil monggo, tetapi harus ada konsekuensinya. Cara itulah yang saya sedang kaji secara mendalam. Belum menjadi keputusan. Karena, saya melihat biaya yang dikeluarkan untuk polusi dan kemacetan itu lebih besar dibandingkan dengan subsidi untuk tarif.
Harapan untuk Jakarta?
Betul-betul saya ingin mempersempit disparitas, jurang kaya dan miskin yang terlalu mencolok di Jakarta. Selama 25 tahun menjabat di pemerintah pusat, saya terus terang tidak tahu secara detail apa yang menjadi realitas di Jakarta.
Ternyata, di Jakarta banyak sekali rumah-rumah yang tidak pernah melihat matahari, satu rumah tidur tiga sif, satu rumah 12 orang. Banyak tempat-tempat yang tidak jauh dari pusat keramaian, bahkan dari istana, MCK-nya enggak ada.
Itulah yang kemudian menjadi perhatian saya untuk saya hadir dan mudah-mudahan bisa membantu meringankan persoalan-persoalan di lapangan. Termasuk, yang KJP tadi.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Fadrik Aziz Firdausi