tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sempat tarik-ulur terkait penerapan program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus pada 2025. Kebimbangan Pemprov DKI mencuat tak lama usai muncul wacana penerapan biaya sekolah swasta gratis.
Akhirnya, Pemprov DKI memutuskan tetap menggelontorkan bantuan sosial (bansos) KJP Plus pada 2025. Namun, kebimbangan Pemprov DKI berlangsung cukup lama sebelum memutuskan KJP Plus tetap berlangsung.
Sebelum ada keputusan keberlanjutan KJP Plus, kontra atas penghapusan program bansos itu berlangsung di antara orang tua siswa. Orang tua siswa mengaku lebih membutuhkan KJP Plus daripada program sekolah swasta gratis.
Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta semula akan menghapus program KJP Plus pada 2025. Sebagai gantinya, Disdik DKI akan menerapkan program biaya sekolah gratis pada tahun depan.
Total ada 2.585 sekolah swasta yang ada di Jakarta. Dari ribuan sekolah swasta tersebut, sebanyak 2.090 sekolah di antaranya tergabung dalam program biaya sekolah gratis.
Ribuan sekolah yang tergabung dalam program biaya sekolah gratis terdiri dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Disdik DKI disebut bakal kembali mengajak sekolah swasta lain agar tergabung dalam program biaya sekolah gratis.
Disdik DKI saat itu masih mengkaji proses penerimaan siswa di sekolah swasta dengan biaya sekolah gratis tersebut. Beberapa opsinya, yakni murid yang tak diterima di sekolah negeri akan masuk di sekolah swasta gratis atau murid yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Kita kan masih mengkaji ya, apakah yang enggak masuk sekolah negeri, baru yang tidak mampu, yang terdata di DTKS masuklah di sekolah swasta yang memang gratis," ucap Pelaksana Tugas Kepala Disdik DKI, Budi Awaluddin, kepada awak media, Selasa (27/8/2024).
Meski terembus rencana penghapusan itu, Disdik DKI Jakarta rupanya tetap mengalokasikan Rp2.054.601.785.380 (Rp2,054 triliun) untuk program KJP Plus dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta tahun anggaran 2025. Jumlah penerima diproyeksikan sebesar 445.994.
Sementara itu, sikap Pemprov DKI yang mengalokasikan KJP Plus dalam RAPBD DKI 2025 berseberangan dengan sikap DPRD DKI. Pasalnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Ima Mahdiah, menyebutkan pihaknya mengalokasikan program sekolah swasta gratis dalam APBD DKI 2025.
Menurut dia, anggaran sekolah swasta gratis mencapai Rp1,7 triliun dalam APBD DKI 2025. Anggaran itu tergolong tinggi lantaran banyak anak dari keluarga tidak mampu diterima di sekolah swasta.
Ia mengatakan, sekolah swasta yang rencanaya menerapkan program ini bukan sekolah yang bergengsi. Murid di sekolah swasta gratis tidak perlu membayar uang sekolah, uang seragam, maupun uang buku pelajaran.
Setelah bimbang sekian bulan, Plt Gubernur DKI, Teguh Setyabudi, akhirnya memastikan rencana penerapan sekolah gratis tidak akan menghapuskan program bansos KJP Plus pada 2025. Sebab, katanya, anggaran KJP Plus telah masuk dalam RAPBD.
"Isu strategis dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2025, yaitu penerapan sekolah swasta gratis dengan tidak menghapuskan pemberian bansos KJP," ucap dia dalam keterangannya, Jumat (15/11/2024).
Menurut Teguh, Pemprov DKI juga mempertahankan program bansos Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dalam RAPBD DKI 2025. Selain itu, ia turut menuangkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam RAPBD DKI 2025.
"Ketepatan sasaran pemberian bansos seperti KJP dan KJMU, penerapan pemberian MBG untuk mendukung program pemerintah pusat, serta peningkatan akses pemberian hunian layak, aman, dan terjangkau bagi masyarakat," ucap Teguh.
Warga Tetap Membutuhkan KJP
Orang tua penerima KJP Plus, Finna (bukan nama sebenarnya), mengaku merasa sangat membutuhkan KJP Plus. Karena itu, ia menolak rencana Pemprov DKI yang sempat hendak menghapuskan KJP Plus.
Finna mengaku KJP Plus meringankan bebannya sebagai orang tua siswa. Kata perempuan berusia 36 tahun ini, berkat KJP Plus, dia dapat membeli sembako dengan harga yang terjangkau sekaligus menyekolahkan anaknya.
"Ya, [KJP Plus] jangan dihapus dong. Kita sebagai orang tua yang anaknya di sekolah negeri merasa rugi banget ya [kalau KJP Plus dihapus]. KJP itu ngebantu banget sebenarnya," kata Finna melalui sambungan telepon, Selasa (26/11/2024).
"Kalau saya, [KJP Plus] kan ngebantu untuk kebutuhan sehari-hari ya, kayak susu, itu dapet. Itu kan lumayan buat sebulan, sehari buat sekolah, kayak bawa untuk anak sekolah. Beras juga ke-bantu, ya ke-bantu lah kalau masalah saya. Kalau saya pribadi, saya ngambil sembako," lanjutnya.
Ia turut menilai penghapusan KJP Plus justru akan merugikan Pemprov DKI. Sebab, jika nantinya akan ada sekolas swasta gratis, orang tua siswa disebut akan berbondong-bondong memindahkan anak masing-masing ke sekolah swasta.
Dengan demikian, kata Finna, sekolah negeri akan kehilangan peminat. Padahal, ia mengakui sekolah negeri tempat anaknya menempuh pendidikan sudah kekurangan peminat.
"Justru, kalau ada sekolah swasta gratis, ya saya pindahkan anak saya ke sekolah swasta. Kan kurikulumnya lebih bagus, gurunya lebih bagus, lingkungannya juga. Ini aja, sekolah anak saya sekarang, di SD negeri, itu sudah kekurangan murid. Apa lagi nanti kalau ada sekolah swasta gratis, terus KJP dihapuskan," urai dia.
Senada dengan Finna, keresahan yang sama turut dirasakan Lucy (bukan nama sebenarnya). Dua anak Lucy merupakan penerima KJP Plus. Karena itu, ia mengaku merasa berkeberatan ketika KJP Plus dihapuskan.
Lucy menilai, Pemprov DKI kini masih tidak becus mengurus administrasi KJP Plus. Di satu sisi, Pemprov DKI malah sempat hendak menghapuskan KJP Plus.
"Jelas saya menolak, keberatan banget kalau KJP Plus dihapus. Ini saja, KJP dua anak saya, sempat lama cairnya. KJP saya juga sempat enggak bisa dipakai buat nebus sembako murah. Gitu kok mau menghapus KJP," katanya melalui sambungan telepon, Selasa.
Lucy berharap KJP Plus tetap berjalan dengan program sekolah swasta gratis. Dengan begitu akses atas pendidikan jadi lebih merata.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menilai Pemprov DKI tak sepatutnya menghapuskan KJP Plus jika hendak menerapkan program sekolah swasta gratis.
Pasalnya, KJP Plus disebut tidak cuma membiayai biaya sekolah penerima, melainkan juga kebutuhan sehari-hari lain. Sedangkan, sekolah swasta gratis hanya menutupi kebutuhan biaya pendidikan saja.
"Sekolah gratis itu tidak berarti dia [siswa] mendapatkan uang, tapi hanya gratis SPP-nya saja, administrasi SPP-nya. Kalau KJP Plus, itu kan dapat macam-macam. Untuk kebutuhan dia sekolah, kebutuhan dia yang lain, uang juga," tutur Trubus melalui sambungan telepon, Selasa.
Ia lantas mengkhawatirkan nasib orang tua siswa penerima KJP Plus. Trubus menilai Pemprov DKI seharusnya dapat menerapkan sekolah gratis sembari menggelontorkan bansos KJP Plus. Mengingat, APBD DKI 2025 bernilai puluhan triliun rupiah.
Di satu sisi, Trubus justru mengkhawatirkan alokasi anggaran untuk program sekolah swasta gratis. Sebab, bisa jadi ada penyelewengan anggaran ketika uang tersebut dikelola oleh Pemprov DKI.
"Karena sekolah-sekolah swasta itu hidupnya kan dari itu, dari siswa kan. Nah dikhawatirkan nanti dipakai oleh orang Pemprov DKI. Itu nanti dikorupsi gitu. Kalau siswanya ada 10 orang, dibilang nanti 200 orang gitu kan. Itu kan menjadi penyakit Pemprov," ucap Trubus.
Sementara itu, ia menilai penyaluran KJP Plus telah tepat sasaran. Namun, persoalan data penerima siswa memang harus diawasi secara ketat.
Sebab, bisa jadi ada orang tua siswa tiba-tiba menjadi tidak mampu imbas pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak terjadi di Jakarta. Orang tua siswa tersebut dinilai seharusnya berhak menjadi penerima KJP Plus.
"Kelas menengah, banyak yang turun kelas. Yang bawah ini yang akhirnya enggak kedata. Jadi, enggak terdata karena dulunya memang dia orang mampu. Itu sumber masalahnya," pungkas Trubus.
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Fahreza Rizky