tirto.id - Deputi Strategi dan Kerja sama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Tuti Wahyuningsih mengungkapkan, pihaknya bersama dengan Kementerian ESDM melakukan pertukaran informasi terkait kejahatan lingkungan hidup atau green financial crime. Kerja sama tersebut juga didorong untuk membongkar adanya aliran dana kampanye yang berasal dari tambang ilegal.
“Pertukaran informasi didasarkan dengan berbagai infrastruktur hukum seperti MOU dan lain-lainnya. Tapi di sisi lain juga kita terus melakukan komunikasi yang erat khususnya terkait dengan apa-apa saja yang diperoleh dari pihak pelapor,” kata Tuti dalam acara Rekfleksi Akhir Tahun 2023 dan Proyeksi Kerja Tahun 2024 di Kantor PPATK Jakarta, Rabu (10/1).
Strategi kerja sama yang dilakukan dengan Kementerian ESDM melalui relasi yang bersifat formal dan informal, juga membuka kesempatan untuk gelar perkara ataupun pengiriman saksi ahli.
“Berbagai kasus-kasus yang sudah dikembangkan oleh teman-teman kita sebutnya sebagai PPNS [Penyidik Pegawai Negeri Sipil],” kata Tuti.
Sinergi dengan Kementerian ESDM dalam mengungkap kasus green financial crime seperti tambang ilegal, dilakukan untuk melihat potensi perusahaan dan ulasan yang bisa diberikan oleh kementerian yang dipimpin oleh Arifin Tasrif.
“Kalau koordinasinya dengan ESDM itu kami memerlukan data misalnya satu perusahaan itu punya potensi di wilayah mana, ulasannya berapa dan sebagainya,” kata dia.
Diwartakan sebelumnya, PPATK menemukan ada dugaan dana kampanye pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang mengalir dari pertambangan ilegal, dengan nilai transaksi mencapai triliunan rupiah.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menuturkan, laporan transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye meningkat 100 persen di semester II 2023.
“Kita lihat transaksi terkait dengan Pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kita dalami,” kata Ivan dikutip dari Antara.
Kemudian, dia menjelaskan pihaknya menemukan beberapa kegiatan kampanye dilakukan tanpa pergerakan transaksi dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK).
“Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu darimana kalau RKDK tidak bergerak? Kita melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye,” kata Ivan.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang