tirto.id - Menteri keuangan Sri Mulyani mengakui betapa pentingnya vaksinasi COVID-19 dalam pemulihan ekonomi satu negara. Februari lalu, misalnya, dia mengatakan program vaksinasi membuat pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini di angka 4,5-5,3 persen.
Masalahnya program vaksinasi ternyata tak berjalan mulus. Indonesia kehilangan jutaan dosis vaksin gratis jenis AstraZeneca dari kerja sama multilateral Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI). Dari 11,7 juta vaksin AstraZeneca yang dijanjikan GAVI, Indonesia kemungkinan besar hanya mendapatkan 1,3-1,4 juta.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talatov mengatakan kondisi ini membuat Indonesia menghadapi risiko pelebaran defisit anggaran. Pemerintah harus menambah anggaran belanja negara khusus untuk pengadaan vaksin, padahal itu bisa dipakai untuk yang lain.
"Dengan diembargo ini jadinya vaksin harus beli, perlu tambahan biaya. Ini tentu akan meningkatkan lagi alokasi anggaran. [Anggaran] PEN (pemulihan ekonomi nasional) nilainya Rp700 triliun, ini bisa berpotensi meningkat lagi dan kita belum tahu sampai berapa peningkatannya," kata dia kepada reporter Tirto, Kamis (8/4/2021).
Berdasarkan keterangan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pemangkasan kuota vaksin untuk Indonesia terjadi karena lonjakan kasus COVID-19 di negara produsen, India. Janji hibah vaksin jadi tak berlaku selama negara produsen masih dalam kondisi darurat.
Menkes Budi mengatakan pemerintah akan mengganti pasokan 100 juta dosis vaksin AstraZeneca yang batal masuk itu dengan Sinovac, yang seperti kata Abra, berbayar. "Kami sudah membuka diskusi dengan Cina untuk menambah sekitar 90-100 juta dosis tambahan," kata Budi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (8/4/2021) lalu.
Cina dipilih karena selama ini negara itulah yang paling tepat waktu. "Sampai sekarang yang tak pernah miss jadwal pengirimannya adalah yang dari Cina," akunya. "Kiriman vaksin dari Eropa, India, terbukti jadwalnya kerap bergeser karena berbagai permasalahan politik di negaranya masing- masing."
Perubahan strategi pengadaan vaksin ini jelas akan berpengaruh pada alokasi anggaran. Namun BGS belum dapat berbicara lebih jauh perihal itu. "Semua perubahan ini belum sampai ke mata anggaran, karena masih diskusi awal mengenai jumlah. Sampai sekarang belum dikonfirmasi oleh mereka (Sinovac)."
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal juga mengatakan terhambatnya vaksinasi membuat pemulihan ekonomi Indonesia semakin suram.
"Upaya untuk mencapai herd immunity (kekebalan kelompok) yang secepat mungkin menjadi lebih lambat. Kalau herd immunity ini dicapainya lebih lambat, berarti aktivitas ekonomi yang selama ini tertahan karena ada pandemi masih akan terus tertahan," katanya kepada reporter Tirto, Jumat, (9/4/2021).
Tak sekadar aktivitas ekonomi biasa, lambannya vaksinasi juga membuat Indonesia semakin sulit meyakinkan investor untuk segera merealisasikan investasi. Mereka akan melihat bahwa situasi ini bukan waktu yang tepat untuk melanjutkan komitmen investasi ke tahap realisasi.
Menurut data BKPM, sudah ada sejumlah komitmen investasi jumbo yang masuk ke Indonesia. Sebut saja Contemporary Amperex Technology Co. Ltd yang telah menandatangani komitmen investasi 4,6 miliar dolar AS atau setara Rp67,8 tiliun untuk pengembangan baterai listrik di Indonesia. Lalu ada Abu Dhabi yang menyatakan komitmen investasi hingga 22,8 miliar dolar AS atau Rp319,8 triliun di awal 2020 lalu. Meski belum ada pernyataan batal, namun hingga kini realisasi investasinya belum jelas.
"Bisa normal dan orang beraktivitas, bisa punya kepercayaan untuk spending secara normal seperti kondisi sebelum pandemi, itu juga jadi lebih lama. Artinya pemulihan ekonomi juga bisa jadi lebih lama dari yang diharapkan," katanya.
Kepala Pusat Penelitian Bidang Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho juga menegaskan betapa pentingnya kecepatan vaksinasi terhadap proses pemulihan ekonomi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh LIPI, saat ini masyarakat lebih memilih melakukan saving dibandingkan spending atau konsumsi.
"Dengan memberikan confidence mengenai vaksin ini, maka akan mendorong masyarakat meningkatkan konsumsi," ucap Agus.
Meningkatkan kembali tingkat konsumsi masyarakat ini cukup penting sebab salah satu magnet Indonesia sebagai tujuan investasi adalah potensi pasarnya yang besar. "Mereka masuk untuk memenuhi keutuhan pasar itu," pungkasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino