Menuju konten utama

Vaksinasi COVID-19: Lansia Diprioritaskan tapi Realisasinya Rendah

Realisasi vaksinasi COVID-19 untuk lansia masih rendah jika dibanding kelompok prioritas lain seperti petugas publik.

Vaksinasi COVID-19: Lansia Diprioritaskan tapi Realisasinya Rendah
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin kepada warga lansia (lanjut usia) saat vaksinasi COVID-19 massal dosis pertama di Mal Palembang Icon, Sumatera Selatan, Selasa (16/3/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.

tirto.id - Vaksinasi COVID-19 pada usia di atas 60 tahun atau lanjut usia (lansia) mendesak lantaran mereka terbukti paling berisiko terpapar hingga meninggal. Oleh pemerintah, lansia dikategorikan sebagai kalangan prioritas penerima vaksin setelah tenaga kesehatan dan petugas publik. Namun, hingga saat ini, yang disuntik masih lebih rendah dibandingkan pekerja sektor pelayanan publik.

Pencapaian vaksinasi lansia yang ditargetkan sebanyak 21.553.118 masih sangat minim, menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per Rabu 7 April 2021 pukul 15.00. Baru ada 1.843.633 atau 8,55 persen yang mendapatkan vaksin dosis pertama. Bahkan dosis kedua lebih sedikit lagi, yakni 437.295 atau 2,03 persen.

Sebagai pembanding, vaksinasi tenaga kesehatan yang jadi garda terdepan penanganan COVID-19 sudah lebih dari 90 persen. Sementara vaksinasi dosis pertama petugas publik telah mencapai 5.898.117 atau 34,04 persen dari target sebanyak 17.327.169. Lalu yang mendapatkan dosis kedua sebanyak 2.807.761 atau setara 16,20 persen.

Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan data ini menunjukkan tak ada strategi prioritas berbasis kesehatan masyarakat dalam program vaksinasi. Kelompok lansia yang paling rentan harusnya lebih didahulukan bahkan dari petugas publik yang dalam definisi dan implementasinya luas, menyasar para pekerja sektor tertentu yang mayoritas di bawah usia 60 tahun.

“Kritik saya, pemerintah terkesan hanya meningkatkan jumlah tapi prioritas berbasis kesehatan masyarakat tidak menjadi rujukan utama. Sehingga terkesan, misalnya, sektor ini perlu segera vaksinasi kemudian langsung vaksinasi. Ini berbahaya,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Rabu (7/4/2021).

Kondisi ini berbahaya sebab vaksinasi tanpa prioritas yang jelas dapat mengurangi alokasi vaksin untuk lansia. Ujung-ujungnya vaksinasi lansia terhambat, bahkan tidak bisa dilakukan. “Ditambah lagi stok vaksin terbatas. Ini yang berbahaya. Artinya angka kesakitan dan kematian bisa terus meningkat,” ujarnya.

Peningkatan angka kesakitan dan kematian ini terjadi sebab data menunjukkan kelompok usia di atas 60 tahun berkontribusi besar terhadap total angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19 di Indonesia. Jumlahnya 50 persen.

Apabila vaksinasi lansia masih jauh dari target, maka tujuan vaksinasi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta visi besar menciptakan kekebalan komunal, sulit tercapai. “Jadi vaksinasi itu bukan dilihat hasil dari jumlah, tapi sasaran prioritas penerima.”

Akui Vaksinasi Lansia Rendah

Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengakui “cakupan penerima vaksin di usia di atas 60 tahun itu masih cukup rendah kalau kita bandingkan dengan kelompok prioritas satunya, yaitu pemberi layanan publik.” Hal ini ia sampaikan dalam dialog ‘Tugas Mulia, Urus Lansia’ yang disiarkan melalui Youtube, Selasa (6/4/2021).

Ia menyebut banyak provinsi yang baru menyelenggarakan vaksinasi kepada lansia di bawah 10 persen dari target. Bahkan ada 36 kabupaten/kota yang belum sama sekali memulai program vaksinasi untuk lansia. “Mereka, dengan jumlah vaksin yang ada, memfokuskan kepada pemberi pelayanan publik terlebih dahulu,” ujarnya.

Rendahnya cakupan vaksinasi lansia ini juga karena ada kendala pada lansia itu sendiri, katanya. Mulai dari kesesuaian jadwal vaksinasi, aksesibilitas registrasi online dan tempat vaksinasi, serta memang masih banyak yang ragu dan takut untuk menerima vaksin.

Pemerintah pusat menurutnya telah coba menyelesaikan persoalan itu. Nadia mengatakan pusat telah mendorong seluruh kabupaten/kota memulai vaksinasi lansia. Sementara kendala akses akan coba disiasati dengan memberikan jatah suntik kepada pendamping yang mengantarkan minimal dua lansia ke lokasi vaksinasi, khususnya mereka yang berada di ibu kota provinsi.

Dengan cara-cara ini dia berharap vaksinasi lansia yang ditargetkan rampung pada akhir Juni 2021 bisa tercapai. “Kami mengharapkan vaksin pertama lansia itu akhir Juni,” kata Nadia.

Stok Vaksin Terbatas

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (5/4/2021), bilang vaksinasi lansia dan sektor lain terkendala stok vaksin yang menipis. Jumlah vaksin yang direncanakan tersedia 30 juta dosis untuk Maret dan April akhirnya hanya ada 20 juta.

Penyebabnya adalah lonjakan kasus COVID-19 di sejumlah negara produsen yang membuat mereka memprioritaskan vaksin untuk kebutuhan sendiri. “Vaksinnya tidak boleh keluar, hanya boleh dipakai di negara masing-masing. Akibatnya memengaruhi ratusan negara di dunia termasuk Indonesia,” kata Budi.

Budi paham betul bahwa kelompok lansia memiliki risiko sangat tinggi untuk terpapar. Program vaksinasi yang kemudian “diatur kembali” dengan pertimbangan jumlah stok terbaru pun tetap memprioritaskan lansia.

“Dengan keterbatasan suplai vaksin, prioritas mesti kita perjelas. Kami membagi prioritas berdasarkan risiko terpapar dan data di kami menunjukkan dari 1,5 juta yang terpapar lansia atau di atas 60 tahun 10 persen. Tapi dari 100 persen yang wafat, lansia itu 50 persen,” ujarnya.

Di bulan April ini Menkes Budi bilang vaksin akan diarahkan terutama untuk para lansia. Kemudian jika terdapat sisa akan diberikan kepada guru untuk mengejar rencana pembukaan sekolah pada Juli mendatang.

Baca juga artikel terkait VAKSINASI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino