tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap SF (25), pelaku pemerasan seksual online. Ia memilih korban dengan cara berpura-pura sebagai perempuan pemilik akun EVB, AY, dan lainnya.
Pelaku bersindikat dan memeras korban melalui jasa layanan Video Call Sex (VCS) atau disebut juga dengan sekstorsi. Polisi menangkap SF di kediamannya di Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Rabu (6/2/2019).
Kasubag Opinev Bag Penum Ropenmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra Arsyad menyatakan, pelaku melakukan pemerasan dengan modus layanan VCS.
“Pelaku menghubungi korban via Facebook video call messenger atau Whatsapp Video Call sesuai dengan nomor telepon korban yang dicantumkan pada profil akun media sosial milik para korban,” ujar Pandra di Gedung Bareskrim Polri, Jumat (15/2/2019).
SF, kata Pandra, akan menawarkan korban untuk melakukan VCS dengan dengan cara memberikan sejumlah uang dan/atau pulsa sebagai syarat.
“Korban harus kirim Rp100 ribu sampai Rp300 ribu dengan menyertai bukti transfer,” ucap Pandra.
Pandra menjelaskan, untuk menarik perhatian korban, pelaku memasang foto perempuan di akun medsosnya yang ia ambil dari Instagram orang lain. Jika korban tertarik, pelaku mulai beraksi. Pandra menuturkan, dalam VCS, ia menggunakan dua telepon seluler.
Satu telepon seluler yang terhubung dengan korban dihadapkan dengan telepon seluler lainnya yang berisi video perempuan. Tidak ada interaksi tatap muka maupun komunikasi ketika video itu berlangsung.
“Jadi, korban hanya menonton video perempuan yang didapatkan pelaku dari internet,” kata Pandra.
Lantas, lanjutnya, jika korban sudah mulai telanjang, SF akan meminta Rp30 juta hingga Rp40 juta ke korban sebagai syarat agar video korban tak berbalut busana itu tidak disebarluaskan.
“Pelaku mengancam korban dan memaksa agar mengirimkan sejumlah uang, bila permintaan tidak dipenuhi maka pelaku akan mengedarkan video tersebut di media sosial,” ucap Pandra.
Hingga kini, kerugian korban telah mencapai puluhan juta. SF mulai menjalankan pemerasan sejak Februari 2018 dan telah menipu sekitar 100 korban.
“Ada korban yang menuruti permintaan pelaku untuk mentransfer duit tersebut. Banyak korban tidak melaporkan ke polisi lantaran malu,” sambung Pandra.
Dalam menjalankan aksinya, SF dibantu oleh dua orang lainnya yang kini masih buron yakni AY dan VB.
AY berperan sebagai pengancam korban dan VB sebagai penyedia sarana perbankan yaitu menerima dan mengecek hasil transfer ke rekening bank BCA, BRI, BNI.
Pelaku menggunakan uang dari aksi kejahatannya untuk membeli barang-barang seperti misalnya jam tangan iWatch dan iPhone, memenuhi kebutuhan sehari-hari serta membeli peralatan untuk menunjang operasional kegiatan.
Para pelaku disangkakan Pasal 29 juncto Pasal 30 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman penjara maksimal 12 tahun, Pasal 45 ayat (1) dan (4) juncto Pasal 27 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman maksimal enam tahun penjara; Pasal 369 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara; Pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dhita Koesno