tirto.id - Warga negara Indonesia (WNI), Sofyan Iskandar Nugroho, merupakan buronan terdakwa kasus pelecehan anak-anak laki-laki di Santa Clara, California, Amerika Serikat (AS).
Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Brigjen Untung Widyatmoko, mengungkap saat ini Sofyan masih bebas berkeliaran di Bandung, Jawa Barat. Kini, kata Untung, Sofyan menjadi pengelola salah satu apartemen di Bandung, Indonesia.
“Subyek Interpol Red Notice atas nama Sofyan Iskandar Nugroho saat ini berada di Bandung, benar seperti yang disampaikan Ketua bahwa yang bersangkutan menjadi pengurus atau pengelola dari apartemen El Royale Bandung,” kata Untung di dalam Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Dengan demikian, Untung membenarkan Sofyan masuk dalam daftar Red Notice Interpol. Diketahui, Sofyan terjerat kasus pedofilia yang telah terjadi sejak 2003 hingga 2010. Dia pun didakwa hukuman seumur hidup di AS.
“Bahwa dakwaan yang diajukan oleh otoritas AS terhadap subjek, khususnya pasal-pasal hukum pidana yang dilakukan oleh subjek di Santa Clara, California mengenai pelecehan seksual, dan dapat kami tekankan bahwa ancaman hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman terberat, yaitu hukuman seumur hidup,” ucap Untung.
Untung juga menyebut salah satu korban Sofyan adalah seorang anak laki-laki yang juga merupakan anak baptis dari Sofyan. Dia mengungkap modus Sofyan dalam menjalankan aksi bejatnya, yakni dengan mendekati korban untuk diajak pergi berlibur.
“Di mana subyek mendekati korban dengan memberi hadiah, mengajaknya berlibur, hingga akhirnya melakukan pelecehan seksual terhadap korban yang merupakan anak laki-laki,” terang Untung.
Lebih lanjut, Untung memastikan pihak Interpol Indonesia telah melakukan pengawasan tertutup terhadap Sofyan di Bandung sehingga tidak dilakukan upaya paksa atas dasar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2015 sebagai asas perlindungan maksimum warga negara Indonesia.
“Berdasarkan pada Interpol Rules on the Processing of Data Pasal 87, disampaikan bahwa perintah Interpol Red Notice tidak bersifat wajib bagi negara untuk melakukan upaya paksa terhadap subjek Interpol Red Notice dimaksud, yang diwajibkan hanyalah melaporkan keberadaan subjek kepada NCB pemohon dan Sekretariat Jenderal NCB yang berada di Lyon, Prancis,” terangnya.
Dia juga mengatakan kasus Sofyan tak bisa ditangani atau disidangkan di Indonesia layaknya kasus lain lantaran kasus itu dinilai sudah kadaluarsa. Selain itu, korban juga menolak untuk bersaksi sehingga hal itu juga menjadi hambatan.
“Tetapi dalam kasus Sofyan ini, hal tersebut tidak berlaku karena sudah kadaluarsa sejak April 2022, karena terjadi pada 2010 terakhir dan sekarang 2025 sudah 15 tahun. Ditambah, saksi menolak untuk bersaksi di pengadilan,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Wadirtipidum Polri, Kombes Burkan Rudy Satria, mengungkapkan hambatan penanganan kasus Sofyan lainnya, yakni belum adanya pelimpahan penanganan kasus tersebut dari kepolisian AS. Mengingat kasusnya sudah kedaluwarsa, maka tak bisa dilimpahkan proses hukumnya di Indonesia.
“Nah hambatannya apa, yang pertama adalah bahwa kami sampai saat ini belum ada pelimpahan penanganan pelaporan polisi dan barang bukti dari kepolisian Santa Clara California,” ungkap Burkan.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id

































