tirto.id - Penyidik Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri menggeledah Hutama Karya (HK) Tower, Jakarta Timur (Jaktim). Penggeledahan tersebut dilakukan terkait kasus dugaan korupsi di PTPN.
"Iya betul, sedang berlangsung (Kasus) PTPN terkait pembangunan pabrik gula Djatiroto dan Assembagoes, ini konteksnya Djatiroto," kata Waka Kortas Tipikor, Brigjen Arief Adiharsa, kepada wartawan, Kamis (20/2/2025).
Dia menjelaskan penggeledahan sudah berjalan sejak pukul 10.00 WIB. Penggeledahan dilakukan guna menemukan barang bukti atas tindak pidana korupsi di PTPN.
"Belum (ada yang disita), masih berlangsung penggeledahannya," ucap Arief.
Sebelumnya diberitakan, Kortas Tipikor Polri meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan terkait dugaan dugaan pekerjaan konstruksi terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) pada proyek Pengembangan dan Modernisasi Pabrik Gula Assembagoes Situbondo milik PTPN XI. Proyek ini berlangsung dari 2016 hingga 2022.
Kakortastipidkor, Irjen Cahyono Wibowo, mengatakan dalam proyek tersebut beberapa jaminan kinerja yang dijanjikan, seperti kapasitas giling, kualitas produk, dan produksi listrik untuk ekspor, gagal dipenuhi. Padahal, dalam pelaksanaannya, proyek besar tersebut melibatkan alokasi dana negara dan anggaran pinjaman.
"Kami melihat adanya sejumlah penyimpangan yang mengarah pada dugaan pelanggaran hukum yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, kami akan melanjutkan proses penyidikan dengan fokus pada pencarian bukti-bukti lebih lanjut untuk menetapkan tersangka." ungkap Cahyo dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (30/1/2025).
Cahyono menjelaskan, proyek ini dimulai sebagai bagian dari program strategis BUMN dengan pendanaan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp650 miliar. Kemudian, mendapat tambahan pinjaman senilai lebih dari Rp462 miliar.
Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa selama proses pelaksanaan, ditemukan KSO Wika-Barata-Multinas tidak melibatkan pihak yang memiliki keahlian dalam teknologi gula. Selain itu, sebagai kontraktor utama, gagal memenuhi sejumlah target teknis, seperti kapasitas giling yang jauh di bawah spek perjanjian, kualitas gula tidak sesuai standar, dan tidak terjadinya produksi listrik untuk ekspor.
Pada 2022, kata Cahyono, PTPN XI memutuskan kontrak dengan KSO Wika-Barata-Multinas setelah gagal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam kontrak. Saat itu, total pembayaran yang telah diberikan oleh PTPN XI kepada pihak kontraktor mencapai 99,3% dari nilai kontrak atau Rp716,6 miliar.
"Proses penyidikan ini akan terus berjalan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Kami akan berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan pihak terkait lainnya untuk memastikan bahwa kasus ini diselesaikan secara transparan dan akuntabel," tutur Cahyono.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama