tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri telah menangkap 14 orang yang tergabung dalam grup WhatsApp 'The Family MCA' sepanjang tahun 2018. MCA diduga adalah singkatan dari Muslim Cyber Army.
Kasubsit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan sekitar 8 orang ditangkap oleh polisi pada awal 2018. Sementara 6 lainnya baru ditangkap pada Senin kemarin (26/2/2018).
Irwan menjelaskan dari banyak anggota grup WhatsApp 'The Family MCA', polisi hanya menangkap mereka yang diduga berperan penting dalam kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Enam anggota grup WhatsApp 'The Family MCA', yang ditangkap pada Senin kemarin, terciduk di sejumlah kota berbeda. Menurut Irwan, mereka ditangkap oleh polisi di Jakarta, Sumedang, Pangkal Pinang, Bali, Palu dan Yogyakarta. Dari enam orang itu, lima orang yang sudah diumumkan identitasnya oleh polisi adalah Muhammad Luth, Rizky Surya Dharma, Yuspiadin, Romi Chelsea, dan Ramdani Saputra.
Irwan menambahkan penyidik kepolisian juga berencana mengejar satu pelaku lainnya yang diduga berada di Korea Selatan.
Sayangnya, Irwan belum menjelaskan motif 14 anggota grup WhatsApp 'The Family MCA' tersebut dalam aktivitas penyebaran ujaran kebencian. Menurut dia, penyidik kepolisian masih mendalami motif mereka. Polisi juga belum menjelaskan kemungkinan aktivitas mereka dilandasi motif ekonomi sebagaimana sindikat Saracen.
"Nanti kami dalami dulu, tersangka baru sampai. Yang dari Palu dan Yogyakarta baru sampai," kata Irwan saat dihubungi Tirto pada Selasa (27/2/2018).
Berdasar penyelidikan polisi di sejumlah telepon pintar milik 14 orang tersebut, ada 9 grup WhatsApp lain yang memakai nama MCA atau menyerupainya. Menurut Irwan, grup-grup WhatsApp ini memang memiliki jumlah anggota lumayan banyak.
Sembilan grup selain yang bernama The Family MCA adalah Akademi Tempur MCA, Pojok MCA, The United MCA, The Legend MCA, Muslim Coming, MCA News Legend, Special Force MCA, Srikandi Muslim Cyber dan Muslim Sniper.
Menanggapi kasus ini, Staf khusus Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Henri Subiakto menyatakan polisi memang bisa saja menangkap penyebar ujaran kebencian dan hoaks via aplikasi pengiriman pesan WhatsApp. Sebab, penyebar ujaran kebecian dan hoaks juga bisa membagikan pesan ke banyak orang melalui sarana WhatsApp.
"Bagaimana Anda bisa menjamin informasi itu tertutup? Kalau memang isinya satu atau dua, apa bisa dijamin tidak menyebar? Kalau bertambah anggota sampai 20 saja itu juga sudah menyebar ke publik," kata Henri.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom