tirto.id - Polisi menangkap empat orang terkait dengan ujaran kebencian yang dilakukan kelompok The Family of MCA. Keempat tersangka ditangkap polisi di tempat tempat berbeda, Senin (26/2/2018).
Keempat orang ini bergabung dalam grup aplikasi Whatsapp bernama "The Family MCA".
Keempat orang yang ditangkap adalah Muhammad Luth, Rizki Surya Dharma, Ramdani Saputra, dan Yuspiadin. Polisi menduga empat orang ini menyebarkan isu provokatif di media sosial.
“Berdasar hasil penyelidikan, grup ini sering melempar isu yang provokatif di media sosial seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu,” kata Direktur Cybercrime Bareskrim, Brigjen Muhammad Fadil Imran melalui keterangan tertulis hari Selasa (27/2/2018).
Kronologis Penangkapan
Dari informasi yang dirilis kepolisian, Muhammad Luth merupakan karyawan swasta yang beralamat di Sunter Muara, Tanjung Priok. Dia merupakan tersangka yang ditangkap pertama kali oleh polisi sekitar pukul 06.00 WIB. Polisi menyita sejumlah barang bukti seperti handphone, flashdisk, dan laptop.
Setelah Muhammad Luth (ML) ditangkap, polisi mencokok Rizki Surya Dharma (RSD) di Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Rizki merupakan seorang PNS yang bekerja di Puskesmas Kecamatan Selindung. Ia ditangkap sekitar pukul 09.15 WIB, polisi juga menyita laptop, handphone, dan flashdisk.
Sekitar tiga jam berselang, tepatnya pukul 12.20 WIB, polisi menangkap Ramdani Saputra (RS) yang merupakan karyawan pabrik elektronik di di Jembrana, Bali. Ramdani ditangkap dengan sejumlah barang bukti berupa handphone dan kartu sim.
Kemudian pada pukul 13.00 WIB, polisi menangkap Yuspiadin (YUS) di Jatinunggal, Sumedang, Jawa Barat. Lelaki yang sehari-hari berprofesi sebagai wiraswasta ini ditangkap dengan barang bukti dua buah handphone.
Brigjen Fadil menyebut, keempat tersangka sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi Ras dan Etnis (SARA). Tindakan mereka melanggar pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau pasal Jo pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 33 UU ITE.
Asal Istilah MCA
Istilah MCA sudah tak asing di telinga sebagian orang. Follower twitter atau orang yang berteman Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru di Facebook mungkin sudah pernah mendengar istilah ini. Pada 29 Mei 2017, Jonru sempat memberi testimoni soal MCA.
“MCA [Muslim cyber Army] bukan organisasi, bukan lembaga, bukan komunitas, bukan yayasan, bukan perusahaan, bukan partai politik, bukan ormas. Setiap umat Islam yang tergerak hatinya dan melakukan action untuk berdakwah membela kebenaran di media sosial, maka dia adalah MCA,” begitu kata Jonru di laman Facebook-nya.
Melansir Jalantikus.com, Muslim Cyber Army (MCA), sudah ada sejak tahun 2010, akan tetapi sempat vakum hingga 2014. Saat itu, salah satu anggotanya yang paling terkenal memiliki kode nama Bill Gate. Kelompok ini awalnya bagian dari Anonymous yang kerap meretas.
Peretasan umumnya ditujukan ke situs pemerintahan, tapi mereka tidak pernah mencampuri urusan politik. Kelompok ini mulai ramai diperbincangkan pasca-Pilkada DKI 2017. Selang satu tahun berganti, polisi menangkap empat orang yang diduga terkait dengan The Family of MCA.
Sejauh ini, kepolisian belum mengungkap apakah keempat orang ini merupakan bagian dari Muslim Cyber Army (MCA) ataukah kelompok lain yang hanya mencatut nama MCA. The Family of MCA, kata Fadil, juga kerap menyebarkan virus yang dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima pesan.
Nama MCA ini digunakan untuk beberapa akun Twitter, tapi masih belum diketahui apakah keempat orang ini juga menjadi pengurus akun tersebut, namun salah satu dari akun yang memakai nama MCA memiliki pengikut hingga 15,9 ribu akun.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih