Menuju konten utama

Polisi akan Panggil Orang Tua Pernikahan Anak di Lombok Tengah

Polisi akan meminta klarifikasi orang tua dari pasangan pernikahan anak di Lombok Tengah.

Polisi akan Panggil Orang Tua Pernikahan Anak di Lombok Tengah
Mahasiswa Politeknik Akbara Solo melakukan aksi simpatik dengan membentangkan poster Menolak Menikah Muda di Solo, Jawa Tengah, Jumat (12/5/2023). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/foc.

tirto.id - Polres Lombok Tengah membenarkan adanya pelaporan yang dilayangkan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram terkait dengan peristiwa pernikahan anak di bawah umur. Pernikahan itu dilakukan SMY (15) dengan SR (17) guna

"Hari Sabtu (24/5/2025) kami terima laporannya," kata Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah AKP, Lukluk Il Maqnun, saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (26/5/2025).

Lukluk mengungkapkan mulai hari ini tim penyelidik akan langsung mengirimkan panggilan kepada sejumlah pihak untuk dimintai klarifikasi. Permintaan keterangan pun dijadwalkan pekan ini.

"Hari ini kami buatkan surat undangan klarifikasi kepada saksi-saksi. Iya (termasuk orang tua), yang jelas minggu ini ya," ucap Lukluk.

Diberitakan sebelumnya, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melaporkan kasus dugaan pernikahan anak di bawah umur ke Polres Lombok Tengah. Pelaporan ini dilakukan setelah viral video di medi sosial terkait adat Nyongkolan, atau prosesi iring-iringan pengantin suku Sasak di Lombok Tengah.

"Kami dari LPA Kota Mataram telah melakukan pelaporan pengaduan perkawinan anak yang terjadi di salah satu desa di Lombok Tengah," kata Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, usai melaporkan kasus tersebut di Lombok Tengah, Sabtu (24/5/2025).

Ia mengatakan, dari informasi yang diterima, pasangan suami istri yang masih di bawah umur yang melangsungkan pernikahan ini adalah SY (15) anak perempuan asal Desa Sukaraja, Kecamatan Praya Timur, serta remaja inisial SR (17) asal Desa Braim, Kecamatan Praya Tengah.

"Dalam aduan ini, kami melaporkan seluruh pihak yang terlibat aktif dalam proses perkawinan anak tersebut. Baik itu orang tua atau penghulu yang menikahkan," katanya.

Menurutnya, pernikahan tersebut sempat dicegah oleh pemerintah desa setempat. Baik dari desa mempelai perempuan atau mempelai laki-laki. Namun, kedua belah pihak tetap ngotot untuk menikahkan mereka.

"Kalau dari informasi awal, Kades dan Kadus sudah berusaha melakukan pencegahan. Tetapi para pihak ini tetap ngotot untuk dinikahkan. Sehingga yang disoroti di sini orang tua, kami belum tahu apakah ada penghulunya," ujarnya.

Joko menjelaskan, pencegahan ini bukan terjadi sekali saja. Melainkan berkali-kali, namun keduanya tetap ngotot dan melakukan pernikahan itu di bawah meja atau tanpa sepengetahuan pemerintah desa.

"Bahkan, setelah adanya perkawinan anak. Dari aparat desa sudah melarang untuk tidak melakukan nyongkolan," katanya.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN ANAK atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Flash News
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto