tirto.id - Komnas Perempuan meminta kepada aparat kepolisian berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) untuk melakukan pendampingan kepada korban pencabulan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri, Ali Ahmad (65) di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pendampingan tersebut sebagaimana yang diatur di dalam pasal 59 dan 69 Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Dirinya khawatir pelaku yang merupakan bekas anggota DPRD NTB lima periode cum mantan anggota Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai PAN itu akan menggunakan pengaruhnya untuk mengintervensi korban dan juga keluarganya.
Ali Ahmad mencabuli putrinya kandungnya dari istri keduanya yang sudah cerai dan kini tengah melakukan isolasi karena COVID-19.
"Yang utama memastikan korban aman terlebih dahulu. Mengingat ibunya sedang isolasi karena COVID-19. Salah satunya dengan penahanan tersangka," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah kepada Tirto, Kamis (21/1/2021).
Komnas Perempuan mengapresiasi langkah Kepolisian yang telah menetapkan AA sebagai tersangka kekerasan seksual dan telah tepat menggunakan Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman hukuman 15 tahun penjara terhadap Ali Ahmad. Polisi memperberat ancaman pidana 1/3 dari pidana pokok, karena korban adalah anak kandung.
Dengan ditahannya Ali Ahmad sebagai tersangka, Aminah memandang korban dan keluarga akan aman dari intervensi pelaku. Selain itu, pelaku juga tidak mengulangi perbuatannya dan menghilangkan barang bukti.
"Sedangkan pada korban diberikan pemulihan psikologis, juga bantuan hukum agar siap menghadapi proses pemeriksaan," tuturnya.
Komnas Perempuan juga mendorong aparat Kepolisian untuk melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak. Aturan hukum ini ditetapkan untuk menginstruksikan aparat penegak hukum, pemerintah pusat, maupun daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melakukan pencegahan dan pemberantasan kejahatan seksual terhadap anak.
“Melakukan tuntutan pidana seberat mungkin terhadap pelaku tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak sesuai fakta hukum yang ditemukan dalam rangka memberikan efek jera," pungkasnya.
Komnas Perempuan mengatakan tidak memiliki mandat untuk melakukan pendampingan satu persatu kasus. Akan tetapi memiliki mandat untuk pemantauan dan memberikan rekomendasi kepada eksekutif, legislatif maupun yudikatif agar memastikan hak-hak korban terpenuhi.
"Komnas Perempuan akan memantau kasus inses ini agar akses keadilan dan pemulihannya dapat dipenuhi oleh negara," tegas dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri