Menuju konten utama

PMI Manufaktur Indonesia Turun ke Level 48,9 pada Agustus 2024

Para pelaku industri terus mengamati perkembangan penerapan aturan oleh pemerintah, sebab berpengaruh pada perlambatan ekspansi pada subsektor industri.

PMI Manufaktur Indonesia Turun ke Level 48,9 pada Agustus 2024
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (7/12/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

tirto.id - Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia kembali mengalami penurunan ke level 48,9 pada Agustus 2024 dari bulan sebelumnya yang berada di level 49,3. Berdasarkan rilis S&P Global, kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 dipengaruhi oleh penurunan pada output dan permintaan baru yang paling tajam sejak Agustus 2021.

Penurunan ini juga dialami oleh permintaan asing yang makin tajam sejak Januari 2023 lalu. Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengaku tidak terkejut mengenai industri manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi yang lebih dalam.

“Sekali lagi kami tidak kaget dengan kontraksi lebih dalam industri manufaktur Indonesia. Penurunan nilai PMI manufaktur bulan Agustus 2024 terjadi akibat belum ada kebijakan signifikan dari kementerian atau lembaga lain yang mampu meningkatkan kinerja industri manufaktur,” ujar Agus dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Senin (2/9/2024).

S&P Global juga menyebutkan ada pelemahan penjualan yang menyebabkan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berjalan.

Agus mengatakan melemahnya penjualan dipengaruhi oleh masuknya bahan impor murah dalam jumlah besar ke pasar dalam negeri terutama sejak Mei 2024. Dengan hadirnya barang impor yang murah, Agus menilai masyarakat memilih produk-produk impor dengan alasan ekonomis.

“Hal ini dapat menyebabkan industri di dalam negeri semakin menurun penjualan produknya serta utilisasi mesin produksinya,” ujar Agus.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menambahkan para pelaku industri terus mengamati perkembangan penerapan aturan oleh pemerintah. Sebab, aturan pemerintah dinilai dapat berpengaruh pada perlambatan ekspansi pada subsektor industri.

“Misalnya, pada industri makanan dan minuman, para pelaku usaha tampak menahan diri dengan adanya rencana pemberlakuan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan,” katanya.

Begitu juga dengan ketidakjelasan isi data 26.415 kontainer dari Kemenkeu yang sampai saat ini belum menemukan titik terang.

Kemenperin, kata dia, saat ini belum bisa menyusun kebijakan atau langkah-langkah mengantisipasi banjirnya pasar domestik oleh produk jadi impor tersebut. Kemenko Perekonomian memang telah memfasilitasi pertemuan antar kementerian/lembaga terkait, namun realisasi datanya masih belum ada.

Di sisi lain, importir juga semakin mempercepat proses impor barang jadi untuk mengantisipasi pemberlakuan kebijakan pembatasan impor ke depan, seperti pemberlakukan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Lartas.

Kebijakan lainnya seperti pengalihan pintu masuk barang impor untuk tujuh komoditas di tiga pelabuhan Indonesia Timur, yaitu Pelabuhan Sorong, Bitung, dan Kupang.

Dalam kesempatan Rilis IKI Agustus 2024 minggu lalu, Febri menjelaskan bahwa untuk mendorong ekspansi industri manufaktur, Kemenperin juga akan terus mendorong percepatan perluasan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), percepatan penerapan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), khususnya untuk industri terdampak seperti keramik, kertas, penerapan SNI, serta percepatan pembatasan barang impor dan penegakan hukum atas impor ilegal.

“Selain itu, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri juga perlu diprioritaskan pengesahannya, agar bisa menjadi game changer bagi industri manufaktur,” jelas Febri.

Kemudian, untuk menghadapi tantangan dalam menjangkau pasar ekspor akibat pengiriman logistik yang membebani kinerja pemasok, perlu mendorong kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga produk-produk tersebut bisa diserap di dalam negeri. Misalnya, dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.

“Kami mengingatkan kepada lembaga penyelenggara pilkada dan para kontestan pilkada untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri, terutama produk Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam momentum Pilkada 2024 ini,” ujar Febri.

Economics Director S&P Global Market Intelligence, Paul Smith, memaparkan penurunan pada perekonomian sektor manufaktur Indonesia pada Agustus lalu mengakibatkan perusahaan menanggapi dengan mengurangi karyawan, meski banyak yang percaya bahwa ini berlangsung sementara.

Hal ini sesuai dengan hasil survei yang menyebutkan bahwa para panelis berharap kondisi ekonomi akan lebih stabil dan mendorong kebaikan produksi dan permintaan baru dalam waktu satu tahun.

Baca juga artikel terkait KEMENPERIN atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Flash news
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Irfan Teguh Pribadi