Menuju konten utama

PLN Ngeluh Stok Batu Bara Seret Lagi, Ini Sebabnya

Rendahnya pasokan batu bara untuk PLTU milik perseroan terjadi karena rendahnya efektivitas penugasan yang diberikan perusahaan batu bara melalui DMO.

PLN Ngeluh Stok Batu Bara Seret Lagi, Ini Sebabnya
Pekerja melintas berada di atas kapal tongkang pengangkut batubara saat melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (14/5/2022). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.

tirto.id - Pasokan batu bara ke PT PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero kembali menipis. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, rendahnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik perseroan terjadi karena rendahnya efektivitas penugasan yang diberikan perusahaan batu bara melalui domestic price obligation (DMO).

Dari permasalahan itu Darmawan meminta pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan penugasan tambahan alokasi batu bara sebesar 31,8 juta metrik ton (MT). Jumlah tersebut diminta PLN sebagai antisipasi adanya lonjakan permintaan kelistrikan yang meningkat selama masa pemulihan usai pandemi.

"Dari penugasan tersebut efektivitasnya sekitar 45 persen, yaitu 14,3 juta MT yang sudah berkontrak dari tambahan tersebut," katanya, Rabu (10/8/2022).

Lebih lanjut, dia menuturkan walaupun stok bahan bakar masih aman, namun jika penyaluran masih sulit, permasalahan seperti beberapa bulan lalu akan kembali terulang.

"Tren [penyaluran batu bara] semakin menurun. Kalau kondisi ini dibiarkan maka kondisi yang tadinya aman bisa bergeser jadi kondisi krisis kembali," bebernya.

Darmawan menuturkan kebutuhan batu bara semakin meningkat. Hal itu seiring dengan penambahan permintaan listrik.

Dia memperkirakan proses penugasan batu bara meningkat dari 130 juta MT menjadi 135 juta ton pada tahun depan. Berdasarkan catatan PLN, diprediksi kebutuhan akan konsumsi listrik juga akan meningkat lagi hingga 155 juta sampai dengan 160 juta MT pada 2030.

Prediksi tersebut terjadi usai adanya kenaikan permintaan listrik mencapai 5,3 Terawatt hour (TWh) pada pertengahan 2022. Sebab itu PLN membutuhkan tambahan pasokan batu bara mencapai 7,7 juta ton dari rencana kerja awal yang telah ditetapkan tahun ini.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkap para pengusaha batu bara di dalam negeri lebih memilih untuk mendapatkan sanksi dan membayar denda dibandingkan harus memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kondisi tersebut terjadi imbas lonjakan harga komoditas batu bara di pasar internasional yang mencapai angka 300-400 dolar AS per ton. Harga batu bara di pasar internasional jauh lebih tinggi dibanding Indonesia yang harganya dibatasi hanya di 70 dolar per ton.

“Perusahaan cenderung untuk mendapatkan yang lebih baik karena adanya disparitas harga yang sedemikian besar. Ini mengakibatkan potensi industri di dalam negeri bisa mengalami kekurangan. Kemudian sanksi berupa pembayaran kompensasi dengan tarif kecil dan pembayaran denda bagi yang melanggar kontrak mengakibatkan perusahaan batu bara cenderung untuk memilih membayar denda sanksi dan kompensasi dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh,” kata Arifin, dalam rapat bersama DPR, Selasa (9/8/2022).

Dari permasalahan itu stok batubara ke PLN berpotensi mengalami penurunan dan ditakutkan krisis akan terulang. Adapun harga batu bara internasional memang jauh lebih tinggi.

Meskipun sempat ambruk ke angka 14,49% pada pekan lalu, harga batu bara diperkirakan bakal menguat karena embargo Uni Eropa terhadap batu bara Rusia mulai berlaku Rabu pekan ini. Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (5/8/2022), harga batu kontrak September di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 346,75 per ton.

Pelemahan pada Jumat pekan lalu memperpanjang tren negatif pasir hitam. Sejak 27 Juli atau dalam 12 hari terakhir, harga batu bara terus melemah, kecuali pada Selasa pekan lalu (2/8/2022).

Baca juga artikel terkait PLTU BATU BARA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Intan Umbari Prihatin