tirto.id - Terdakwa kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022 yang juga mantan Direktur Utama ASDP (Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan), Ira Puspadewi membacakan pledoinya pada Kamis (6/11/2025) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.
Dalam pledoinya, Ira menyampaikan bahwa jumlah kerugian negara yang dialamatkan kepadanya sebesar Rp1,253 triliun dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara dan seluruh asetnya sama sekali tidak benar. Ira menilai, penyebutan kerugian negara berdasarkan hasil audit mencapai Rp1,253 triliun sama saja dengan menganggap valuasi dari PT Jembatan Nusantara sebesar Rp19 miliar.
"Hal yang jelas tidak mungkin terjadi. Apakah karyawan ASDP, sesama direksi, komisaris, dan Menteri BUMN setuju bila akuisisi ini kemahalan 6.600%? Apakah BPK dan BPKP juga akan membiarkannya?" kata Ira dalam membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Ira juga mempertanyakan para auditor yang menghitung kerugian negara yang dinilai tidak masuk akal. Menurut Ira, total kerugian yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum dibuat oleh auditor yang tidak memiliki sertifikat dan lisensi resmi dalam menilai kerugian negara.
"Kerugian negara Rp1,253 triliun itu sama sekali tidak benar. Nilai kerugian keuangan itu dibuat sendiri oleh auditor internal berdasar perhitungan dosen konstruksi perkapalan. Keduanya tidak memiliki sertifikat resmi penilai publik yang dipersyaratkan oleh peraturan Menteri Keuangan," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa akuisisi PT Jembatan Nusantara justru menguntungkan negara dan ASDP. Menurutnya, nominal yang seharusnya dibeli untuk membeli perusahaan untung bernilai Rp2,092 triliun, tetapi perusahaan ini bisa dibeli seharga Rp 1,272 triliun atau hanya 60 persen dari nilai kapal. Secara nominal pun, kata Ira, ASDP dan negara untung dari akuisisi ini.
"Selama ini sebagian besar kapal ASDP berasal dari hibah pemerintah. ASDP belum pernah berhasil membangun kapal baru. ASDP hanya bisa mendatangkan 10 unit kapal lama, yang lalu juga diperkarakan hingga Dirutnya meninggal dunia dalam keadaan tertekan," jelasnya.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Ira dengan pidana 8 tahun 6 bulan penjara serta membayar denda sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 4 bulan.
Selain Ira, JPU juga menuntut mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono. Keduanya dituntut dengan pidana penjara selama 8 dan denda RP 500 juta dengan subsider kurungan selama 4 bulan.
Dalam tuntutan tersebut, JPU menyebut para terdakwa erbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































