Menuju konten utama

Pimred Floresa Mengaku Diintimidasi Polisi Sebelum Dibebaskan

Herry Kabut diintimidasi untuk mengaku tidak membawa id pers saat meliput aksi penolakan warga di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, NTT.

Pimred Floresa Mengaku Diintimidasi Polisi Sebelum Dibebaskan
Ilustrasi Kontributor Pers. foto/IStockphoto

tirto.id - Pemimpin Redaksi (Pimred) Floresa, Herry Kabut, menyebut bahwa dirinya diintimidasi untuk mengaku bahwa tidak membawa id pers saat meliput aksi penolakan warga di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Intimidasi tersebut dilakukan oleh anggota kepolisian yang saat itu melakukan pengamanan.

Herry menerangkan, bahwa saat itu dia sudah berupaya menjelaskan dan menunjukkan identitas serta surat tugasnya kepada aparat. Namun, tidak dihiraukan dan dibawa ke lokasi berjarak 50 meter dari aksi penolakan warga.

"Saya dibebaskan dengan syarat saya harus membuat video klarifikasi yang seluruh pernyataannya telah disusun oleh polisi. Mereka mengatakan saya diamankan, bukan ditahan atau ditangkap. Saya ditahan karena saya tidak membawa kartu identitas, dalam konteks ini id pers," ucap Herry dalam konferensi pers di akun YouTube floresadotco, Senin (7/10/2024).

Sebelum dibebaskan, kata Herry, dirinya sempat mendapatkan tindakan kekerasan hingga mengalami benjolan di bagian kepala. Kendati demikian, saat membebaskan dia, polisi meminta agar Herry menyatakan dirinya diperlakukan dengan baik.

"Saya diminta menyatakan bahwa saya dibebaskan dalam keadaan selamat. Bagaimana mungkin saya katakan itu karena saya tidak dalam keadaan selamat, saya dianiaya, barang-barang saya dirampas," ujar Herry.

Salah satu polisi, kata Herry, bahkan menyebut bahwa selama ini sudah memantaunya.

Di sisi lain, Kapolres Manggarai AKBP Edwin Saleh menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada laporan masuk mengenai dugaan kekerasan tersebut. Polisi pun akan menindaklanjuti guna memastikan kebenaraannya.

"Ada tim kami yang turun lidik terkait info ini. Sampai saat ini kami masih menunggu masyarakat yang merasa mendapat kekerasan tersebut untuk membuat laporan polisi," ungkap Edwin kepada reporter Tirto, Senin (7/10/2024).

Menurut Edwin, massa aksi saat itu juga melakukan perusakan salah satu rumah warga yang dianggap mendukung pembangunan PLN Geothermal. Saat ini, aparat kepolisian tengah menanganani kasus perusakan itu juga.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN JURNALIS atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Hukum
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang