tirto.id - Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Pol Arman Depari menilai pengawasan yang lemah di lembaga pemasyarakatan menyebabkan narapidana bisa mengendalikan narkoba.
Hal tersebut ia utarakan setelah BNNP DKI Jakarta mengungkap kasus 37.799 butir pil ekstaksi dari Jerman yang dikirim ke Jakarta, yang dikendalikan oleh seorang narapidana salah satu lapas di Jakarta.
"Mungkin kurang perhatian di sana [lapas], kurang diawasi, dikontrol, sehingga orang bebas berkomunikasi [menggunakan telepon gengga, dari lapas]," ujar Arman di kantor BNNP DKI Jakarta, Senin (4/3/2019).
Arman mengaku, BNN sudah menjalin komunikasi dengan setiap lapas yang ada untuk mencegah hal seperti ini terjadi. Namun tetap saja, hal itu tidak akan berguna tanpa komitmen kuat petugas lapas.
"Saya kira itu sudah kami lakukan semua. Kerja sama dalam bentuk apapun sudah. Kembali lagi kalau integritasnya tidak diperbaiki, percuma, setiap hari pasti ada, seperti ini," ujar dia.
Arman menilai, pengelola lapas harus bebenah diri dan jika itu tidak cukup, lakukan reposisi pada struktur lapas.
"Dan ini yang harusnya dipahami oleh setiap petugas. Jangan kita nangkep, di sana [lapas] seenaknya ngelepasin. Jangan BNNP ini nungguin berhari-hari, begitu di dalam, [narapidana] main lagi. Buat apa?" kata dia.
Kepala BNNP DKI Jakarta, Brigjen Pol Johny Latupeirissa berkata, telah mengamankan tiga orang berinisial E, D, dan M dalam kasus narkotika dari Jerman ini.
Pengakuan salah satu pelaku, M diperintah seseorang dari lapas dengan imbalan Rp20 juta rupiah untuk mengambil pil ekstasi di kantor pos.
"Dari hasil analisa kami, hasil pengembangan kami, kami juga mengantongi jaringan-jaringan yang di atasnya. Bahwa ini jaringan internasional bekerjasama dengan orang yang ada di lapas. Saya tidak sebutkan di lapas mana, karena ini masih rahasia kami, termasuk inisialnya. Yang jelas, masih di Jakarta," ujar.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali