tirto.id - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menilai kementeriannya tidak tepat mengusut kasus pembunuhan aktivis buruh, Marsinah. Menurut Pigai, yang berwenang melakukan pengusutan kembali pembunuhan Marsinah adalah kepolisian atau oleh Komnas HAM.
"Tapi bahwa apakah Kementerian HAM itu bisa menuntaskan keadilan itu tidak tepat. Malah yang lebih tepat di Komnas HAM atau di institusi Kepolisian atau aparat," kata Pigai kepada wartawan di Gedung Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).
Awalnya, Pigai mengatakan menghadirkan keadilan bagi para korban merupakan keinginannya sebagai pihak eksekutif.
"Kementerian HAM masih belum bisa beri komentar karena itu ranah wilayah hukum, tapi bahwa semua orang butuh keadilan ya saya sebagai Menteri HAM saya senang kalau ada yang memperjuangkan keadilan," tuturnya.
Pigai menyebut pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Marsinah dan penuntasan keadilan tidak boleh dipertentangkan. Menurutnya, hal tersebut merupakan hal yang sama.
"Jadi presiden memutuskan memberikan gelar pahlawan adalah dari Presiden Replubik Indonesia untuk menghormati perjuangan Marsinah karena itu nilai juga sama dengan tuntutan keluarga Marsinah yang menginginkan adanya keadilan. Dua-duanya posisinya sama, jadi tak ada pertentangan bahwa memberikan penghargaan kepada Marsinah oleh negara maupun juga keluarga memperjuangkan sebuah keadilan pengungkapan, fakta data peristiwa adalah keduanya posisinya sama dan tak boleh dipertentangkan," katanya.
Hal ini, disampaikan oleh Pigai saat konferensi pers untuk mengumumkan bahwa Kementerian HAM menggunakan nama Marsinah untuk ruangan pelayanan publik. Pigai juga menggunakan nama Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai nama Gedung Kementerian HAM.
Diketahui, Presiden Prabowo menganugerahkan gelar pahlawan nasional periode 2025 kepada 10 tokoh. Beberapa tokoh yang menerima gelar tersebut, yakni Presiden ke-2 Soeharto, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, serta Marsinah.
Marsinah merupakan seorang aktivis buruh pabrik pada masa Orde Baru. Meski usianya masih muda, dia menjadi sosok yang lantang menyuarakan hak-hak untuk para pekerja. Dia berani memperjuangan ketidakadilan dan ketimpangan yang diterima oleh para buruh.
Dia juga berani memimpin aksi mogok kerja untuk menuntut kenaikan upah dan tunjangan. Aksi yang dipimpin oleh Marsinah ini diduga membuat aparat murka hingga kemudian Marsinah dan buruh lain ditangkap.
Namun, sejak 1993 kasus Marsinah belum menemukan titik terang. Pembunuh Marsinah belum terungkap sejak sejumlah terdakwa yang sempat dijerat bebas pada tingkat kasasi.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id

































