Menuju konten utama

Peta Kekuasaan Palestina: Hamas di Gaza, Fatah di Tepi Barat

Membedah peta kekuasaan Palestina: Hamas menguasai Gaza, Fatah berkuasa di Tepi Barat.

Peta Kekuasaan Palestina: Hamas di Gaza, Fatah di Tepi Barat
Api dan asap membubung pasca serangan udara Israel di Kota Gaza, Minggu, 8 Oktober 2023. (AP Photo/Fatima Shbair, File)

tirto.id - Sejak masa pendudukan Israel atas wilayah Palestina, kekuasaan Palestina terbagi menjadi dua: Hamas menguasai Gaza dan Fatah di Tepi Barat. Lantas, bagaimana status kekuasaan mereka?

Al Jazeera mewartakan, saat ini perpecahan politik dan teritorial antara partai Fatah di Tepi Barat dan Hamas di Jalur Gaza, telah mengakar kuat. Kedua wilayah tersebut telah tumbuh menjadi entitas yang sangat berbeda.

The Palestinian Authority (PA) Fatah yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas menikmati pengakuan dan dukungan internasional. Sementara Gaza di bawah Hamas, diberi label teroris oleh sebagian besar dunia Barat.

Pada tahun 2014 muncul upaya untuk membentuk Pemerintah Kesepakatan Nasional yang menyatukan kedua kelompok itu, tapi gagal.

Tiga tahun kemudian, sebuah kesepakatan rekonsiliasi yang mungkin akan membuat Hamas menyerahkan kendali administratif atas Gaza terhalang oleh perselisihan tentang pelucutan senjata.

Pada tahun 2022, delegasi dari 14 faksi Palestina berkumpul di Aljir untuk menandatangani kesepakatan rekonsiliasi baru, dengan rencana untuk mengadakan pemilihan parlemen pada akhir tahun 2023, yang akan menjadi jajak pendapat pertama dalam 17 tahun terakhir.

Kekuasaan Fatah di Tepi Barat

Peta Jalur Gaza

Peta Jalur Gaza. foto/istockphoto

The Palestinian Authority (PA) adalah sebuah badan pemerintahan yang telah mengawasi beberapa bagian Tepi Barat yang diduduki Israel sejak pertengahan tahun 90-an.

Pembentukannya diharapkan dapat membuka jalan menuju negara Palestina yang merdeka, namun saat ini PA dianggap tidak memiliki kekuatan nyata dan beroperasi di bawah kendali militer Israel.

PA didominasi oleh Fatah, sebuah partai politik sekuler yang didirikan oleh para diaspora Palestina setelah peristiwa Nakba 1948, atau "Malapetaka".

Fatah juga merupakan kekuatan pendorong Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebuah organisasi payung yang terdiri dari beberapa partai politik, yang mengklaim mewakili warga Palestina di seluruh dunia.

Otoritas Palestina (PA) dibentuk pada pertengahan tahun 90-an sebagai badan pemerintahan sementara, yang akan membuka jalan untuk mendirikan sebuah negara Palestina yang merdeka di perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Badan ini merupakan produk dari Kesepakatan Oslo antara pemerintah Israel dan PLO yang saat itu dipimpin oleh Yasser Arafat.

Saat ini, perjanjian tersebut telah hancur berantakan, karena Israel memperluas pemukimannya dan membangun jalan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang secara de facto mencaplok wilayah yang seharusnya menjadi bagian dari negara Palestina. Putaran terakhir perundingan berantakan pada tahun 2014.

PA memiliki kepresidenan terpilih dan dewan legislatif unikameral (parlemen) yang disebut Dewan Legislatif Palestina (PLC).

Namun, tidak ada pemilihan presiden sejak Mahmoud Abbas terpilih pada tahun 2005, dan tidak ada pemilihan parlemen sejak tahun 2006.

PLC belum pernah bersidang sejak tahun 2007, ketika Fatah pimpinan Abbas berpisah dari kelompok saingannya, Hamas, setelah perang saudara singkat. Abbas memerintah dengan dekrit sejak saat itu.

Ketika masa jabatan empat tahunnya berakhir pada tahun 2009, Hamas menyatakan bahwa Abbas tidak sah.

Abbas berargumen bahwa ia harus tetap menjabat selama satu tahun lagi, sehingga pemilihan presiden dan parlemen dapat diselenggarakan pada waktu yang sama. Hingga hari ini, ia tetap menjabat.

Mengutip laman Anera, Kesepakatan Oslo II tahun 1995 menetapkan pembagian administratif Tepi Barat Palestina ke dalam wilayah A, B, dan C sebagai pengaturan transisi, sambil menunggu kesepakatan status akhir.

Oslo II bermaksud agar pembagian tersebut bersifat sementara, dengan yurisdiksi penuh atas ketiga wilayah tersebut secara bertahap dialihkan kepada Otoritas Palestina seiring berjalannya waktu.

Namun, pembagian tersebut tetap ada, dengan Area A dikelola oleh Otoritas Palestina, Area C oleh Israel, dan Area B di bawah kendali bersama.

Area A

Area A, di bawah ketentuan perjanjian Oslo berada di bawah kendali administratif dan kepolisian Palestina. Area ini mencakup 18 persen dari wilayah Tepi Barat.

Dari ketiga area tersebut, Area A adalah yang paling padat penduduknya. Meskipun berada di bawah kendali Palestina, sebagian besar lahan yang tersedia untuk membangun terletak di perbatasan dengan Area C.

Area B

Otoritas Palestina melakukan kontrol administratif atas area B, tetapi berbagi kontrol keamanan dengan otoritas Israel. Area ini mencakup sekitar 22 persen dari Tepi Barat. Kontrol administratif atau sipil Palestina atas wilayah ini meliputi sektor pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.

Mayoritas warga Palestina di Tepi Barat tinggal di area A atau B. Area-area ini tidak bersebelahan: Area C membagi Area A dan B menjadi ratusan segmen yang terpisah.

Area C

Area C, yang dikelola oleh Israel, mencakup lebih dari 60 persen wilayah Tepi Barat. Diperkirakan 300.000 warga Palestina tinggal di 532 daerah pemukiman yang sebagian atau seluruhnya berada di Area C, bersama dengan sekitar 400.000 pemukim Israel yang tinggal di sekitar 230 pemukiman.

Selain itu, sekitar 30 persen dari Area C adalah "zona tembak" yang ditetapkan untuk pelatihan militer. 38 komunitas Palestina berada di dalam area pelatihan ini.

Secara keseluruhan, 60 persen dari Area C terdiri dari zona-zona tersebut, tanah militer lainnya, atau tanah negara dan cagar alam. Penduduk Palestina berjuang untuk mendapatkan izin lahan untuk perumahan dan pertanian di 40 persen sisanya.

Sepertiga komunitas Palestina di Area C tidak memiliki sekolah dasar, sehingga memaksa anak-anak untuk melakukan perjalanan atau berjalan jauh untuk mencapai sekolah terdekat.

Lebih dari 70 persen masyarakat di Area C tidak terhubung dengan jaringan air dan bergantung pada air tanker dengan biaya yang sangat mahal. 95.000 orang menerima kurang dari 50 liter air per kapita per hari, setengah dari jumlah minimum yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia.

Hampir setengah dari masyarakat Area C Palestina melaporkan bahwa akses mereka ke layanan kesehatan darurat dan dasar terhambat oleh jarak yang jauh ke klinik terdekat atau keharusan untuk melewati pos pemeriksaan.

Kekuasaan Hamas di Jalur Gaza

Peta Jalur Gaza

Peta Jalur Gaza. foto/istockphoto

Hamas didirikan pada tahun 1987 oleh Sheikh Ahmed Yassin, seorang pengungsi Palestina yang tinggal di Gaza, selama intifada pertama, atau pemberontakan, yang ditandai dengan protes yang meluas terhadap pendudukan Israel.

AP News mewartakan, Hamas adalah singkatan dari Islamic Resistance Movement atau Gerakan Perlawanan Islam. Hamas disebut memiliki hubungan dengan salah satu kelompok Sunni paling terkemuka di dunia, Ikhwanul Muslimin, yang didirikan di Mesir pada tahun 1920-an.

Hamas terus melakukan perjuangan bersenjata melawan Israel dengan tujuan membebaskan Palestina. Selain pergerakan lewat senjata, Hamas juga memberikan program kesejahteraan sosial kepada para korban pendudukan Israel.

Pasca-perjanjian Oslo 1990-an, Hamas menentang keras kesepakatan damai antara PLO dengan Israel.

"Kami tidak akan melepaskan satu inci pun dari tanah air Palestina, tidak peduli apa pun tekanan yang terjadi dan tidak peduli berapa lama pendudukannya," ucap Khaled Meshaal, mantan pemimpin Hamas yang lebih banyak menghidupkan waktunya di pengasingan.

Bersama dengan sayap militernya, Hamas juga dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Mesir, serta Jepang.

Hamas lalu menjadi penguasa Jalur Gaza setelah menang pada Pemilu 2006. Mereka akhirnya memegang kendali atas lokasi ini dari tangan Otoritas Palestina.

Sejak saat itu hingga bertahan sampai sekarang, Israel melakukan blokade besar-besaran terhadap wilayah Gaza, baik darat maupun udara. Mereka membatasi pergerakan orang maupun barang yang keluar masuk Gaza.

Baca juga artikel terkait PERANG ISRAEL PALESTINA atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Politik
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto