Menuju konten utama

Peru Siapkan Triliunan untuk Lawan El Nino, Indonesia Bagaimana?

Indonesia masuk negara paling rentan terkena imbas El Nino. Namun langkah antisipasi pemerintah belum cukup memadai untuk minimalisir kerugian.

Peru Siapkan Triliunan untuk Lawan El Nino, Indonesia Bagaimana?
Perahu milik nelayan terdampar di sekitar Sungai Jeneberang yang mengering di Desa Bili-Bili, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (30/10/2019). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/wsj.

tirto.id - Setelah melewati fase netral, suhu permukaan laut bagian tengah dan timur Samudra Pasifik ekuator mulai naik di atas rata-rata normal. Ini pertanda El Nino sudah tiba. Kemunculannya terkesan horor karena bisa memperparah situasi global di tengah krisis iklim. Bagi negara-negara tertentu, ia membunyikan alarm bahaya.

Kedatangan El Nino diumumkan U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) pada Kamis (8/6/2023). Fase hangat diperkirakan menguat secara bertahap hingga puncaknya tiba mulai musim dingin Desember 2023 dan awal 2024 mendatang. Jika itu terjadi, maka suhu permukaan Samudra Pasifik bisa melampaui 1,5 derajat Celcius.

“Secara kolektif, sistem gabungan laut-atmosfer mencerminkan munculnya kondisi El Nino,” petikan hasil diagnostik NOAA.

El Nino adalah satu dari tiga fase Southern Oscillation (ENSO) selain La Nina dan “Neutral”. Jika La Nina didefinisikan sebagai periode pendinginan suhu permukaan laut, maka El Nino sebaliknya. Pola iklim ini terbentuk ketika angin pasat di sepanjang garis khatulistiwa melemah atau berubah arah.

Saat El Nino berlangsung, suhu permukaan laut meningkat. Situasi ini sontak mengubah cuaca secara ekstrem di wilayah tropis dan subtropis. Ia menimbulkan bencana seperti banjir, kekeringan, kebakaran dan badai. El Nino terdahsyat terjadi pada 2016. Saat itu, temperatur dunia mencapai 1,3 derajat Celsius lebih tinggi dibanding zaman pra-industri.

El Nino menyebabkan gelombang badai di Ekuador. Sementara di Pakistan, ribuan nyawa melayang diterjang banjir. Ikan-ikan bermatian di Peru dan terumbu karang raksasa Australia memutih. Sedangkan di Indonesia, kekeringan melanda. Singkatnya, El Nino bukan sebatas masalah cuaca. Pasalnya, bencana kondisi cuaca ini berujung petaka kesehatan dan perekonomian.

Dalam penelitian berjudul Persistent Effect of El Niño on Global Economic Growth yang diteliti Christopher Callahan dan Justin Mankin membuktikan bahwa El Nino meninggalkan bekas parah dan lama terhadap sektor finansial negara-negara yang paling terdampak.

Akibat dua fenomena El Nino yang terjadi pada 1982-1983 dan 1997-1998 silam, pendapatan ekonomi global mengalami kerugian besar. Masing-masing menelan biaya USD4,1 triliun dan USD5,7 triliun. Malangnya, sebagian besar ditanggung oleh negara-negara miskin di daerah tropis, di mana dampak El Nino cenderung paling terasa.

Pemanasan suhu laut kala itu menyebabkan Produk Domestik Bruto (PDB) AS melambat 3%. Jika dihitung menggunakan nilai kurs saat ini, maka kerugian mereka setara USD699 miliar. Akan tetapi, nasib lebih parah justru dialami negara-negara di wilayah tropis seperti Peru dan Indonesia. Masing-masing PDB diestimasi turun hingga 10%.

Peneliti memproyeksikan total kerugian global mencapai USD84 triliun dolar atau setara Rp1.249 kuadriliun (asumsi kurs Rp14.870 per dolar AS) selama abad 21. Angka fantastis ini tak lepas dari berbagai faktor. Utamanya disebabkan peningkatan frekuensi serta kekuatan El Nino yang diakibatkan laju perubahan dan krisis iklim.

Tahun ini, El Nino berpotensi memicu gelombang panas sekaligus peningkatan suhu terdahsyat sepanjang masa. Fenomena kali ini diperkirakan menelan kerugian ekonomi global USD3,4 triliun atau setara Rp50.558 triliun. Penyusutan PDB dipicu oleh biaya kesehatan hingga kerusakan sektor pertanian dan manufaktur.

Jika Callahan dan Mankin menemukan bukti bahwa El Nino telah memberi dampak parah dan berlangsung lama terhadap sektor finansial global, temuan berbeda justru didapati Paul Cashin dan Kamiar Mohaddes melalui studi mereka yang berjudul Fair Weather or Foul? The Macroeconomic Effects of El Nino (2017).

Dari penelitian tersebut, Cashin dan Mohaddes menemukan bukti bahwa El Nino hanya berdampak singkat terhadap perekonomian sebagian negara seperti Australia, Chili, Indonesia, India, Jepang, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Sebaliknya, ia justru meningkatkan pertumbuhan ekonomi AS dan beberapa negara di kawasan Eropa.

Macam Cara Hadapi El Nino

Terlepas dari perbedaan itu, faktanya El Nino maupun La Nina merupakan perubahan sirkulasi atmosfer yang memberi dampak bagi kehidupan global. Itulah sebabnya para peneliti rela menghabiskan begitu banyak waktu dan energi mereka guna mempelajari dan meramal kedua fenomena alam tersebut.

Menurut Emily Becker dari Miami Cooperative Institute for Marine and Atmospheric Studies (CIMAS) University of Miami, fenomena El Nino biasanya dapat diprediksi sejak beberapa bulan kemunculannya. Meskipun begitu, tidak mudah untuk meminimalisir kerugian dari fenomena ini.

“Tentu saja, alam penuh dengan kejutan, dan meskipun El Nino membuat pola tertentu lebih mungkin terjadi, kita tidak pernah mendapatkan apa yang kita harapkan!” tulis Becker.

Melihat data-data di atas, wajar bila sejumlah negara tampak bersungguh-sungguh mempersiapkan diri jelang El Nino. Dilansir dari Reuters, Peru menggelontorkan anggaran sekitar USD1,06 miliar atau setara Rp15,7 triliun untuk melakukan tindakan iklim dan cuaca demi mengantisipasi dampak buruknya.

Seperti diketahui, Peru termasuk negara di Amerika Selatan yang paling sengsara akibat El Nino. Sejak kemunculan kuatnya pada 2016 lalu, El Nino membuat negara ini babak belur diterjang bencana. Pada 2017, cuaca ekstrem diyakini bertanggung jawab atas kematian 162 penduduk serta kerusakan infrastruktur yang setara 2% dari PDB mereka.

Tahun ini, nasib Peru masih sama. Mereka berpeluang diterpa badai dan banjir selama April-Juni 2023. Belum lama ini, hujan deras serta topan menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur dan menimbulkan kerugian lebih dari USD300 juta atau setara Rp4,4 triliun. Bagi Peru, El Nino berisiko mengusik kesehatan ekonomi negara.

Tidak hanya di Amerika Selatan, negara-negara di Asia Tenggara juga menaruh perhatian serius terhadap ancaman El Nino tahun ini. Sejumlah cara pun ditempuh demi meminimalisasi dampak, seperti yang dilakukan Filipina. Diketahui, pemerintah segera membentuk tim khusus untuk menangani potensi siklon besar selama El Nino berlangsung.

Infografik Bahaya EL Nino

Infografik Bahaya EL Nino semakin dekat. tirto.id/Quita

Philippine Atmospheric, Geophysical and Astronomical Services Administration (PAGASA) menyiarkan peringatan El Nino yang dampaknya diprediksi bertahan hingga kuartal pertama tahun depan. El Nino menyebabkan intensitas curah hujan di bawah normal yang mengakibatkan kekeringan di beberapa wilayah Filipina. Sementara di bagian barat, negara itu justru diterjang badai dan banjir akibat curah hujan di atas normal.

Dilansir dari Business World, Metropolitan Waterworks and Sewerage System (MWSS) memastikan pasokan air Filipina cukup untuk melewati dampak kekeringan akibat El Nino. Mitigasi ditempuh dengan mengisi ulang sejumlah bendungan seperti Angat yang selama ini memasok 90% kebutuhan air Manila dan provinsi terdekat.

Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Indonesia sudah mulai beralih ke fase El Nino dengan persentase peluang mencapai 80%. Untuk itu, Dwikorita mendorong upaya preventif kebakaran hutan dan lahan.

“Kombinasi dari fenomena El Nino dan IOD Positif (gangguan iklim Samudra Hindia) yang diprediksi akan terjadi pada semester dua 2023 tersebut dapat berdampak pada berkurangnya curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia selama periode musim kemarau 2023,” ujar Dwikorita dikutip dari BBC.

Berada di lintasan garis ekuator membuat Indonesia termasuk negara paling rentan terdampak El Nino. Kenaikan suhu permukaan laut menyebabkan intensitas curah hujan turun di bawah normal. Akibatnya, kemarau hingga kekeringan terjadi. Sejauh ini, kebijakan mitigasi yang diambil Pemerintah RI condong ke sektor pangan.

“El Nino ini sangat berpengaruh pada produksi pangan. Karena, ada beberapa komoditi yang sudah naik harganya," ujar Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan.

Secara umum, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menjamin cadangan pangan RI aman hingga akhir tahun. Berdasarkan prognosa neraca pangan nasional, stok beras RI mencapai 5,44 juta ton sampai akhir 2023. Jumlah ini setara dengan 65 hari ketahanan stok. Total ketersediaan beras mencapai 35,98 juta ton.

Selain beras, stok jagung dan kedelai juga memiliki prognosa neraca pangan yang aman hingga akhir tahun. Untuk jagung, stoknya diperkirakan mencapai 3,69 juta ton sampai akhir 2023. Sedangkan untuk kedelai tercatat 307.814 ribu ton. Ketersediaan sejumlah barang pangan lainnya seperti daging dan minyak goreng juga masih terbilang aman.

"Namun perlu political will dan langkah aksi bersama untuk meningkatkan produksi beras, kedelai, daging lembu, dan gula konsumsi agar dapat memenuhi kebutuhan nasional," ujar Kepala Bapanas Arief Prasetyo mengatakan kepada Tirto, Senin (22/5/2023).

Seperti Filipina, Kementerian Pertanian RI berencana membentuk gugus tugas tak lama setelah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan peringatan soal kedatangan El Nino mulai Juni 2023. Gugus tugas tersebut dibentuk guna mempersiapkan untuk menghadapi cuaca ekstrem selama fenomena ini berlangsung.

“Saya meminta untuk dibentuk gugus tugas di setiap wilayah. Kita semua harus duduk bersama untuk merumuskan semuanya, dimulai dari pemetaan wilayah, konsep kelembagaan, hingga rencana aksinya,” tutur Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Jakarta, Senin (22/5/2023).

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat Abdul Muhaimin Iskandar menyarankan eksekutif agar memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) sebagai langkah antisipasi kekeringan imbas fenomena alam El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD).

“Kita ingatkan kekeringan panjang tahun 1997 tidak terulang, waktu itu banyak daerah defisit air karena fenomena itu. Saya kira salah satu antisipasinya adalah modifikasi cuaca, ini harus gencar dilakukan untuk mengisi volume air pada waduk atau bendungan air dan mencukupi kebutuhan air masyarakat,” kata Gus Imin di Jakarta, Rabu (7/6/2023).

Saat ini, Food and Agriculture Organization (FAO) mengembangkan prosedur standar Anticipatory Action sebagai pedoman negara yang rawan terdampak El Nino, di mana ketahanan pangan menjadi perhatian utama. Pada laporannya, FAO turut memberi rekomendasi guna meminimalkan potensi kekeringan ataupun banjir.

Bagi negara rentan dilanda kekeringan seperti Indonesia, terdapat lima upaya yang bisa dilakukan sebagai berikut:

  • Mendistribusi alat pertanian dan benih varietas tanaman toleran kekeringan jauh sebelum musim tanam
  • Distribusi pakan dan penyediaan dukungan kesehatan hewan
  • Rehabilitasi saluran irigasi dan titik air lainnya
  • Promosi pengembangan kapasitas dan dukungan kepada petani masing-masing dalam teknik pemanenan air
  • Pengelolaan pascapanen demi meminimalkan kerugian.
Selain kekeringan, FAO juga memberi lima rekomendasi kepada negara-negara yang berpeluang diterjang gelombang banjir akibat El Nino.

Yaitu mendirikan tempat penyimpanan makanan dan penyediaan peralatan seperti kantong kedap udara untuk mengurangi kerugian pascapanen, lalu memantau siklon, menyiapkan saran dan memberi bantuan kemanusiaan kepada rumah tangga yang dianggap rentan.

Negara-negara tersebut juga disarankan menetapkan jalur evakuasi untuk ternak dan penyediaan layanan kesehatan hewan, mengidentifikasi dry-docks dan tempat berlindung yang aman untuk menampung kapal, menyimpan alat tangkap ikan dan pertanian. Dan yang terakhir adalah mempromosikan jadwal panen dini sebelum banjir besar.

FAO sudah memberikan bimbingan lengkap untuk mengurangi petaka yang diakibatkan El Nino. Sayangnya langkah yang diadaptasi pemerintah Indonesia baru sebatas memastikan ketersediaan pangan.

Lalu bagaimana dengan upaya mitigasi kekurangan air, kebakaran hutan, banjir hingga dampak kesehatan dari cuaca ekstrem ini? Mari kita berharap, semoga saja pemerintah segera mengambil langkah antisipasi.

Baca juga artikel terkait KEKERINGAN atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Mild report
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas