tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mewanti-wanti fenomena El Nino yang diprediksi berangsur-angsur akan mulai pada pertengahan tahun 2023 ini.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Stasiun Klimatologi Kelas IV D.I Yogyakarta, Reni Kraningtyas.
“El Nino akan mulai kita rasakan pada pertengahan tahun sekitar bulan Juni/Juli 2023. Efek atau dampak yang kita rasakan adalah musim kemarau yang lebih kering daripada biasanya, berkurangnya debit air sungai atau waduk, serta kekurangan air bersih,” ujar Reni dihubungi reporter Tirto, Kamis (27/4/2023).
Reni mengimbau agar para pemangku kepentingan dan masyarakat bersiap menghadapi fenomena El Nino ini.
“Seyogyanya sedini mungkin mengantisipasi dampak dari El Nino yang akan terjadi di Indonesia. Dan petani diimbau menyesuaikan pola tanam pada musim kemarau yang cenderung kering ini,” kata Reni.
Sementara itu, terkait fenomena cuaca panas tak biasa yang dirasakan di Indonesia beberapa waktu ini, Reni menyatakan cuaca panas ini merupakan fenomena alam biasa yang terjadi pada saat memasuki awal musim kemarau.
“Cuaca panas ini diprediksikan sampai dengan akhir April, dan seiring berangsur-angsur gerak semu matahari ke utara semakin menjauhi khatulistiwa,” sambung Reni.
Namun Reni menjelaskan, fenomena cuaca panas tak biasa ini juga masih berhubungan fenomena El Nino yang akan terjadi di Indonesia.
“Cuaca panas saat ini saling berhubungan dan ada keterkaitan antara musim kemarau, posisi gerak semu matahari dan El Nino. Di mana El Nino ini mirip fenomena alam biasa yang berdampak pada berkurangnya intensitas curah hujan, dan diprediksikan el Nino akan berangsur-angsur kita rasakan,” jelas Reni.
Terkait cuaca panas yang sedang terjadi di sejumlah wilayah, Reni menyatakan dapat berdampak pada kekeringan, kekurangan air bersih dan dehidrasi. Ia juga mengingatkan soal potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Potensi karhutla dan kekeringan dimungkinkan bisa terjadi jika kondisi udara cukup kering dan ada aktivitas manusia atau makhluk hidup yang dapat memicu ada percikan api di kawasan hutan yang mengalami kekeringan,” kata Reni.
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memastikan fenomena peningkatan suhu di Indonesia bukan termasuk dalam kategori gelombang panas.
BMKG sempat melaporkan suhu maksimum harian di Indonesia mencapai 37,2॰ celcius. Angka itu tercatat oleh Stasiun Pengamatan BMKG di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pekan lalu.
“Secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk kedalam kategori gelombang panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut,” kata Dwikorita.
Dwikorita juga menyampaikan bahwa suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36 derajat celcius di beberapa lokasi.
“Secara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April-Mei-Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November,” terangnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri