Menuju konten utama

Permohonan Dianggap Kabur, Gugatan UU MK Tak Dapat Diterima

Saldi menyatakan, dalam uraian alasan permohonan perkara dengan isi petitum tidak ditemukan kesesuaian atau bertentangan sehingga tidak jelas.

Permohonan Dianggap Kabur, Gugatan UU MK Tak Dapat Diterima
Gedung MK Tampak depan Jumat 14/6/2019. tirto.id/Bayu septianto

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima uji materiil UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu diungkapkan Mahkamah lewat putusan nomor perkara 108/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan pada Rabu (30/7/2025).

"Amar putusan menyatakan permohonan para pemohon, nomor 108, tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (30/7/2025).

Sementara itu, Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyatakan terdapat sejumlah pertimbangan sebelum memutus perkara nomor 108, yakni uraian alasan pemohon permohonan perkara 108 dinilai tidak sesuai dengan permohonannya.

Saldi menyatakan, dalam uraian alasan permohonan perkara 108, pemohon menyatakan MK seharusnya memberikan kedudukan hukum kepada setiap pemohon sepanjang norma yang diujikan merugikan hak konstitusional masyarakat.

Sementara itu, dalam petitum permohonan perkara nomor 108, pemohon meminta agar ketentuan Pasal 51 Ayat 1 UU MK dinyatakan bertentangan dengan UUR NRI 1945 secara bersyarat tanpa meminta dilakukan pemaknaan apapun.

Kemudian, dalam alternatif petitum permohonan perkara nomor 108, pemohon meminta norma Pasal 51 Ayat 1 UU MK dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945 secara bersyarat, sepanjang frasa hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dimaknai sebagai hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagian masyarakat Indonesia, tanpa melihat ada atau tidak kerugian konstitusional yang dialami pemohon.

"Maka uraian fakta-fakta hukum tersebut menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian atau adanya bertentangan antara alasan-alasan permohonan dengan hal-hal yang dimohonkan," sebut Saldi.

"Serta adanya ketidaksesuaian rumusan petitum sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 10 Ayat 2 Huruf b PMK Nomor 2 Tahun 2021," lanjut dia.

Oleh karena itu, Saldi melanjutkan, MK menilai permohonan perkara nomor 108 tidak jelas, kabur, atau obscure.

"Permohonan dalam perkara 108 Tahun 2025 tidak jelas atau obscure, maka mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan para pemohon lebih lanjut," tuturnya.

Untuk diketahui, gugatan UU MK diajukan warga bernama Zulferinanda alias Zul. Saat sidang pendahuluan pada 11 Juli 2025, Zul mengaku, mengajukan gugatan itu karena dianggap tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dan kerugian konstitusional saat mengajukan judicial review Pasal 7 Ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

"Bahwa pemohon beranggapan, dengan disyaratkannya kerugian konstitusional bagi setiap orang dan/atau pihak yang mengajukan permohonan judicial review, terkesan seperti adanya pembatasan hak yang tidak selaras dengan semangat kemerdekaan dalam mengeluarkan pikiran serta persamaan hak dan perlakuan yang sama dihadapan hukum bagi setiap warga negara," urainya saat sidang.

Ia menilai semua masyarakat Indonesia diperbolehkan mengajukan judicial review atas produk hukum manapun tanpa adanya batasan legalitas formal sesuai yang tertuang dalam Pasal 51 Ayat (1) dan Ayat (2) UU MK.

Menurut Zul, banyak masyarakat lain yang tidak memiliki legal standing juga ditolak saat mengajukan judicial review. Masyarakat yang tidak memiliki legal standing atau kerugian konstitusional dinilai bakal lebih objektif saat mengajukan judicial review.

Sebab, kata dia, masyarakat tersebut tidak membawa kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Oleh karena itu, dia memandang perlu untuk mengganti atau memaknai frasa konstitusionalnya menjadi konstitusional masyarakat dalam Pasal 51 Ayat (1) dan maupun dalam Pasal 51 Ayat (2) UU MK.

Dalam petitumnya, Zul meminta gugatannya diajukan seluruhnya. Lalu, menyatakan materi muatan dalam Pasal 51 Ayat (1) UU MK bertentangan dengan Pasal 28 dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

"Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," kata dia.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Flash News
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Andrian Pratama Taher