tirto.id - Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Lantas, apa penyebab terjadinya SU 1 Maret 1949 dan apa saja dampak yang ditimbulkan?
Selama 6 jam tanggal 1 Maret 1949, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menduduki Kota Yogyakarta yang kala itu merupakan ibu kota negara dan semula dikuasai oleh Belanda. Serangan besar-besaran inilah yang kemudian melegenda dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949.
Serangan total tersebut berhasil melumpuhkan Belanda. Selama 6 jam sejak pukul 06.00 pagi, pusat Kota Yogyakarta diduduki oleh angkatan perang Indonesia. Tepat jam 12.00 siang, pasukan Indonesia mundur dan itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa TNI masih ada.
Tujuan dilakukannya Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa angkatan perang Indonesia masih eksis dan mampu memberikan perlawanan.
Harapannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional memberikan peringatan kepada Belanda yang telah menduduki kedaulatan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.
Seperti diketahui, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, namun Belanda datang lagi dengan maksud ingin berkuasa kembali.
Penyebab Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi karena Belanda melanggar Perjanjian Renville dengan melakukan Agresi Militer II. Agresi tersebut dijadikan propaganda oleh Belanda untuk mengumumkan bahwa Indonesia sudah tidak memiliki kekuatan perang.
Terlebih, sejak 19 Desember 1948, Yogyakarta selaku ibu kota telah jatuh ke tangan Belanda. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, serta banyak menteri di kabinet yang ditawan Belanda dan diasingkan ke luar Jawa.
Beruntung, Soekarno sempat mengirimkan pesan kepada Sjafruddin Prawiranegara di Sumatera Barat untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berpusat di Bukit Tinggi. Dengan demikian, secara eksistensi pemerintahan, Indonesia masih ada.
Untuk membuktikan eksistensi kekuatan militer, maka sebuah serangan besar-besaran hasil dilancarkan dengan Yogyakarta sebagai sasaran utamanya. Alasannya, Yogyakarta adalah ibu kota RI saat itu dan akan berpengaruh besar terhadap pandangan internasional apabila mampu direbut kembali.
Terlebih, di Kota Yogyakarta saat itu masih cukup banyak orang asing, baik perwakilan dari PBB, anggota delegasi United Nations Commission for Indonesia (UNCI), maupun sejumlah wartawan asing.
Dampak Serangan Umum 1 Maret 1949
Keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 berdampak signifikan terhadap pandangan dunia internasional dan PBB bahwa eksistensi Indonesia sebagai negara maupun kekuatan militer masih kuat. Ini artinya bertolak-belakang dengan propaganda Belanda sebelumnya.
Belanda pun berada dalam situasi sulit akibat Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut. Terlebih, dunia internasional sebelumnya sudah melontarkan kecaman kepada Belanda lantaran melancarkan Agresi Milter II.
Situasi setelah Serangan Umum 1 Maret 1949 membawa dampak yang sangat besar untuk memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di forum Dewan Keamanan PBB.
Selain itu, Serangan Umum 1 Maret 1949 memulihkan kepercayaan rakyat terhadap TNI dan pemerintah. Rakyat Indonesia akhirnya mengetahui bahwa TNI masih mampu memberikan perlawanan terhadap Belanda dan menuai keberhasilan.
Akibat Serangan Umum 1 1949, banyak negara di dunia yang bereaksi. Amerika Serikat, misalnya, yang semula mendukung Belanda, berbalik menekan agar Belanda melakukan perundingan dengan pihak Indonesia.
Fakta yang terjadi kemudian adalah digelar serangkaian perundingan damai, termasuk Perjanjian Roem-Royen dan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berujung kepada pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.
Maka dari itu, Serangan Umum 1 Maret 1949 selalu diperingati setiap tahunnya sebagai salah satu titik penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadi negara yang benar-benar merdeka dan berdaulat penuh.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022, sebagai bentuk peringatan Serangan Umum 1 Maret 1949, tanggal 1 Maret ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
Penulis: Risa Fajar Kusuma
Editor: Iswara N Raditya