Menuju konten utama

Hari Penegakan Kedaulatan Negara & Kaitan dengan SU 1 Maret 1949

Hari Penegakan Kedaulatan Negara diperingati setiap 1 Maret sejak tahun 2022. Sejarahnya berhubungan dengan Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949

Hari Penegakan Kedaulatan Negara & Kaitan dengan SU 1 Maret 1949
Pekerja membersihkan patung Monumen Serangan Umum 1 Maret di kompleks Museum Vredeburg, DI Yogyakarta, Kamis (8/9). Perawatan tersebut untuk menjaga bentuk asli salah satu landmark dan cagar budaya di Yogyakarta. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/aww/16.

tirto.id - Hari Penegakan Kedaulatan Negara diperingati setiap 1 Maret sejak tahun 2022. Peringatan ini diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Secara garis besar, hari besar di Indonesia ini diadakan demi mengingat perjuangan Indonesia dalam menegakkan kedaulatan. Salah satunya terdapat Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, ketika Indonesia berkonflik menghadapi agresi militer Belanda.

Dilansir dari Antaranews, Hari Penegakan Kedaulatan Negara ternyata diusulkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan kiprah Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam peristiwa SU 1 Maret 1949.

Melanjuti usulan tersebut, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, membuat Keppres Nomor 2 Tahun 2022.

Keputusan ini ditandatangani oleh Joko Widodo di Jakarta pada 24 Februari 2022. Berikut ini bunyi Keppres No 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

  • Diktum 1: Menetapkan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
  • Diktum 2: Hari Penegakan Kedaulatan Negara bukan merupakan hari libur.
  • Diktum 3: keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Berbagai kegiatan dapat dilakukan untuk memperingati Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Dikutip dari artikel Antaranews lain, Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan menggelar pentas drama pada 1 Maret 2023.

Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949

Tentara Republik di Jogjakarta

Tentara republik di Jogjakarta; desember 1947. Spaarnestad Photo/Hugo Wilmar

Agresi Militer Belanda II terjadi pada 18-20 Desember 1948. Hal ini menyebabkan Jenderal Soedirman dan pasukannya bergerilya agar tak tertangkap militer Belanda. Lebih dari itu, para pemangku pemerintahan RI kala itu ditawan dan diasingkan.

Setelah kejadian tersebut muncul berbagai penyerangan dari pihak Indonesia, sebut salah satunya Pasukan Hantu Maut. Mereka disebut “Hantu” lantaran gerakannya terjadi secara senyap.

Berdasarkan catatan buku Modul Belajar Mandiri: IPS-Sejarah (hlm. 153), terungkap bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta saat itu, menggagas penyerangan terhadap penjajah. Pada 1 Maret 1949, pukul 06.00 WIB, serangan diluncurkan ke segala penjuru kota ketika sirine jam malam berbunyi.

Dalam Naskah Akademik Serangan Umum 1 Maret 1949 Sebagai Hari Nasional Penegakan Kedaulatan Negara (2022), diungkap terdapat 2.000 orang yang menyerang Belanda di berbagai arah.

Sejumlah tokoh yang terlibat kala itu seperti Jenderal Soedirman, Kolonel A.H Nasution, dan Letkol Soeharto. Di Kubu seberang, terdapat Louis Joseph Maria Beel dan Van Mook.

Serangan dadakan ini membuat militer Belanda pontang-panting. Dengan waktu singkat, pasukan Indonesia pun berhasil mengusir pihak musuh ke luar daerah Yogyakarta.

Peristiwa ini membawa keberhasilan lantaran dukungan global datang setelah itu. Amerika Serikat contohnya, mereka yang tadinya mendukung Belanda malah berbalik menyuruh pengadaan perundingan. Alhasil, Belanda pun menyetujui adanya perundingan dengan pihak RI.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani