tirto.id - Ada sejumlah penyakit yang rentan muncul selepas banjir. Praktisi kesehatan masyarakat Nurlely Bethesda Sinaga mengatakan setidaknya ada empat, salah satunya diare--buang air besar lebih dari tiga kali dalam satu hari.
"[Diare] bisa muncul karena infeksi bakteri, parasit, dan virus yang berada dari air banjir yang tercemar. Hati-hati bila terjadi diare disertai dengan lendir atau darah," jelas Nurlely kepada reporter Tirto, Jumat (3/1/2020).
Langkah pencegahan diare antara lain memastikan sumber air bersih untuk makan, masak, mandi, hingga mencuci. Kedua, mencuci ulang semua peralatan dapur, alat makan, dan sebagainya dengan sabun dan air bersih.
Terakhir, membersihkan rumah yang terendam banjir dengan cairan desinfektan.
Penyakit selanjutnya adalah leptospirosis, atau juga dikenal dengan istilah penyakit kencing tikus. Penyakit tersebut terjadi karena seseorang terinfeksi oleh kencing tikus yang ada di tanah basah bekas banjir.
"Gejalanya demam tinggi, mual, muntah, nyeri otot, nyeri kepala," jelas Nurlely. "Bila terlambat ditangani, bisa menyebar ke hati dan mengakibatkan infeksi hati dengan tanda-tanda tambahan seperti mata kuning, air kencing berwarna seperti teh."
Pencegahannya, kata Nurlely, adalah selalu menggunakan alas kaki, lebih diutamakan bot, terutama bila berjalan di area banjir.
Selanjutnya adalah penyakit kulit, atau berupa gatal-gatal yang disebabkan infeksi bakteri dan jamur yang berasal dari air banjir atau keadaan lembab pasca banjir.
"Pencegahannya adalah memastikan mandi menggunakan sumber air bersih," ujar Nurlely.
Terakhir, jelas Nurlaly, adalah demam tifoid. Penyakit tersebut disebabkan oleh bakteri salmonella typhi.
"Pencegahannya adalah memastikan menggunakan sumber air bersih untuk masak, air minum, dan mencuci peralatan masak atau makan," ujarnya.
Penyakit yang Nurlely sebutkan adalah penyakit yang berhubungan dengan banjir, atau sebagai dampak langsung dari banjir. Nanti, saat masuk masa peralihan ke musim kemarau, "akan muncul demam berdarah."
Pencegahan demam berdarah, yang virusnya ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti, tak kalah penting. Penyakit ini dapat dicegah dengan menguras wadah air secara teratur agar tidak ada jentik, serta mengubur barang-barang yang tidak digunakan lagi. Kemudian juga penting untuk menghindari menggantung pakaian di rumah.
"Gejalanya berupa demam tinggi menetap, disertai nyeri kepala, dan nyeri otot," ujarnya.
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta, pada 3 Januari 2020 pukul 15.00 WIB atau tiga hari setelah banjir besar melanda ibu kota, terdapat setidaknya 5.025 jiwa yang mendapatkan layanan kesehatan di posko pengungsian.
Sebagian besar pasien menderita muskuloskeletal atau pegal-pegal. Angkanya sebanyak 1.401 atau setara 27,9 persen. Kemudian diikuti ISPA sebanyak 1.226 (24,4 persen), penyakit kulit 673 (13,4 persen), hipertensi 571 (11,4 persen), gastritis atau peradangan pada dinding lambung 377 (7,5 persen), dan demam 260 (5,2 persen).
Kemudian ada pula yang mengalami diare akut sebanyak 146 (2,9 persen), luka atau trauma 116 (2,3 persen), sakit gigi 48 (1 persen), diabetes melitus 36 (0,7 persen), asma 18 (0,4 persen), konjungtivitis atau mata merah akibat peradangan 17 (0,3 persen, ISK 5 (0,1 persen), pneumonia alias infeksi paru 5 (0,1 persen), TBC 1 (0,02 persen), serta kategori lain-lain sebanyak 125 orang (2,6 persen)
Menurut Nurlely, selain masyarakat, pemerintah pun dapat melakukan sejumlah hal agar penyakit pasca banjir tidak terlalu banyak menyerang warga. Pemerintah, misalnya, dapat memastikan pasokan "sumber air bersih ke perumahan penduduk dan tempat pengungsian untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci, memasak."
Pemerintah juga perlu menyediakan desinfeksi lingkungan perumahan untuk membunuh bakteri dan parasit.
Hal lain yang perlu pemerintah lakukan adalah memerhatikan tata kelola sampah. Tujuannya adalah agar warga tak membuang sampah sembarangan, serta pengelolaan sampah bisa dilakukan dengan lebih baik.
Yang terakhir adalah memberi edukasi untuk warga "agar mengenal gejala penyakit dan segara mencari pengobatan."
Langkah Pemerintah
Kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menyampaikan instansinya sudah mempersiapkan beberapa langkah penanganan penyakit yang muncul akibat banjir. Penanganan ini dibagi ke dalam ke empat pola, yakni promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif.
"Kuratif dan preventif tentunya dilakukan melalui edukasi, penyuluhan langsung yang dilakukan di pengungsian, karena harus kami ajarkan perilaku bersih dan sehat termasuk cuci tangan sebelum makan," jelas Widyastuti kepada reporter Tirto, Jumat (3/1/2020).
Dinkes pun menugaskan sejumlah psikolog dan psikiater di beberapa titik pengungsian untuk menangani masalah kesehatan mental atau trauma pasca banjir.
"Jadi ada konseling terkait dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan kesehatan jiwa," ujarnya.
Dinkes DKI juga mengidentifikasi populasi berisiko, seperti ibu hamil, balita, dan lansia.
"Untuk ibu hamil yang sudah sembilan bulan, kami arahkan agar mau diungsikan ke puskesmas, apalagi ini kondisi luar biasa, kadang belum waktunya melahirkan, karena mungkin kecapekan, jadi lebih cepat lahir," ujar Widyastuti.
"Kemudian, untuk bayi di bawah 3 bulan, kami arahkan ke puskesmas agar tak kedinginan," lanjutnya.
Sejauh ini Dinkes DKI menyiapkan dua jenis layanan kesehatan, yakni yang bentuknya statis di daerah-daerah pengungsian, berjumlah sekitar 103, serta yang dinamis, yakni mendatangi warga di titik-titik tertentu.
"Di Penjaringan contohnya, ada warga yang tak mau dievakuasi jauh, jadi kami yang turun menggunakan perahu karet," Widyastuti mencontohkan.
Terkait dengan penanganan warga yang rumahnya sudah kering, Widyastuti mengatakan Dinkes DKI menggelar edukasi dan pelatihan cara membersihkan tempat tinggal agar kuman-kuman yang tersisa hilang.
"Ini sangat penting dan menolong untuk memutus rantai penularan, mulai dari diare, sampai Hepatitis A."
Widyastuti pun menyarankan agar warga senantiasa menggunakan alas kaki, khususnya di kawasan banjir. Tujuannya untuk menghindari kaki tertusuk benda tajam.
"Kemudian, kalau mengalami demam atau mual, nyeri betis, perlu untuk waspada dan memeriksa diri apakah leptospirosis atau tidak, terus mengkonsumsi makanan yang dimasak dengan benar," Widyastuti memungkasi.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino