tirto.id - Awal pekan lalu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan sudah ada lebih dari satu juta buruh 'dirumahkan' perusahaan selama masa pandemi COVID-19. "Ini data yang kami peroleh dari Kemnaker (Kementerian Ketenagakerjaan)," katanya.
Selain itu, ia juga menyebut ada lebih dari 375 ribu buruh telah di-PHK. Ditambah pekerja di sektor informal yang terdampak pandemi COVID-19, jenderal bintang tiga itu menyebut "total 1.722.956 orang" terdampak.
'Merumahkan buruh' adalah istilah dalam dunia perburuhan yang sebenarnya tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam praktiknya, kebijakan ini adalah meliburkan atau membebaskan pekerja untuk tidak melakukan pekerjaan sementara waktu.
Eric Manurung, dalam artikel di Hukumonline, menjelaskan kalau seorang buruh yang dirumahkan tetap mendapat upah secara penuh. "Yaitu berupa upah pokok dan tunjangan." Upah bisa di bawah ketentuan sepanjang "dirundingkan terlebih dahulu dengan serikat pekerja maupun pekerjanya serta disepakati bersama."
Lantas bagaimana dengan hak lain seperti Tunjangan Hari Raya (THR)? Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menegaskan tidak ada alasan bagi perusahaan tidak membayar THR. "Seharusnya memang THR diberikan kepada pekerja," katanya kepada reporter Tirto, Selasa (5/5/2020).
Menurutnya perusahaan harus tetap menjamin hak-hak buruh karena selain itulah ketentuan hukumnya, mereka juga telah mendapat banyak keuntungan dari hasil keringat para buruh. Selain itu, toh pemerintah telah memberikan keringanan pajak dan insentif lain ke para pengusaha.
Ia juga mengingatkan betapa pentingnya THR bagi para buruh pada masa-masa krisis seperti sekarang. "Orang yang dirumahkan tidak bisa usaha di luar, sementara ia butuh pangan setiap hari," katanya.
Hal serupa dinyatakan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
"THR harus dibayar 100 persen bagi buruh yang masuk kerja, buruh yang diliburkan sementara karena COVID-19, maupun buruh yang di-PHK dalam rentang waktu H-30 dari lebaran," ujarnya dalam keteranga tertulis.
Menurutnya kewajiban itu tertera jelas dalam UU 13/2003 dan PP 78/2015 tentang Pengupahan. Pengusaha wajib membayar THR secara penuh sebesar satu bulan upah untuk buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih. Sementara yang bekerja belum setahun, upah dibayarkan secara proporsional sesuai masa kerja.
Tri Jata Ayu Pramesti dalam artikel di Hukumonline juga menegaskan bahwa satu-satunya dasar dari pemberian THR adalah "masa kerja karyawan," bukan "status kerja" seperti dirumahkan atau sedang di kantor. Oleh karena itu "pekerja yang sedang dirumahkan berhak atas THR penuh sebesar satu bulan upah selama ia telah mempunyai masa kerja satu tahun atau lebih."
Biasanya, Menteri Tenaga Kerja akan menerbitkan surat edaran terkait THR yang ditujukan kepada para gubernur. Saat ini surat tersebut belum ada. Said Iqbal mewanti-wanti jika surat tersebut dirilis, isinya "harus tetap mewajibkan membayar [THR] 100 persen" dan "tidak membuka ruang untuk dibayar dengan cara dicicil dan dibayar di bawah 100 persen."
Kata Pemerintah
Di Kudus, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Bambang Tri Waluyo telah merilis surat edaran THR keagamaan tahun 2020 yang disampaikan kepada 170 perusahaan pada 27 April 2020. Dalam surat itu ia meminta para perusahaan yang merumahkan pekerja tetap memenuhi kewajiban mereka, termasuk gaji bulanan dan THR.
"Kalaupun perusahaan yang berhenti produksi tidak mampu membayar, bisa dibayarkan nanti setelah berproduksi kembali atau dibayar secara bertahap sesuai kesepakatan dengan pekerja," ujarnya, dikutip dari Antara.
Di Kudus, terdapat 2.086 pekerja yang dirumahkan dan 17 orang di-PHK selama masa pandemi.
Di tingkat nasional, belum ada surat edaran terkait THR dari pemerintah. Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah tidak merespons pesan singkat dan telepon reporter Tirto. Namun pada Senin lalu ia mengatakan pengusaha dan pekerja dapat menegosiasikan ulang perkara THR pada masa pandemi. "Bila perusahaan tidak dapat membayar," kata Ida kepada Kompas, "maka THR dapat ditangguhkan dalam jangka waktu tertentu yang disepakati."
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino