tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menghapus sistem klasifikasi kelas I, II, dan III dalam perawatan di rumah sakit menggunakan BPJS Kesehatan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditetapkan pada 8 Mei 2024.
Peraturan baru menggunakan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) dengan ruang perawatan mengarah ke satu ruang perawatan dengan maksimal 4 tempat tidur, dan 12 kriteria ruangan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan pelaksanaan KRIS ke depannya akan menimbulkan masalah baru karena beberapa alasan. Pertama, pelaksanaan KRIS akan menghambat akses peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada ruang perawatan.
"Pelaksanaan KRIS akan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021, yang di Pasal 18 disebutkan rumah sakit swasta dapat mengalokasikan ruang perawatan KRIS minimal 40 persen dari total yang ada, dan rumah sakit pemerintah minimal mengalokasikan 60 persen," kata Timboel dalam keterangan yang diterima, Selasa (14/5/2024).
"Ini artinya terjadi pembatasan akses bagi peserta JKN ke ruang perawatan di RS.
Saat ini saja, di mana ruang perawatan klas I, II dan III diabdikan semuanya untuk pasien JKN, masih terjadi kesulitan mengakses ruang perawatan, apalagi nanti dengan KRIS," imbuhnya.
Permasalahan kedua, iuran peserta mandiri akan menjadi satu (single tarif) karena menggunakan satu ruang perawatan sehingga iuran kelas I dan II akan turun, sementara kelas II diproyeksikan akan naik.
"Bagi kelas I dan II akan membayar lebih rendah sehingga menurunkan potensi penerimaan iuran, sementara kelas III yang naik akan berpotensi meningkatkan peserta yang menunggak," tutur dia.
Kemudian permasalahan ketiga, terjadi ketidakpuasan bagi peserta penerima upah swasta dan pemerintah yang selama ini menggunakan kelas II dan II, yang mana ruang perawatan terdiri dari dua atau tiga tempat tidur.
Rumah sakit swasta, sambung Timboel, akan mengalami kesulitan dana untuk merenovasi ruang perawatan sesuai KRIS. "Kalau rumah sakit pemerintah tinggal nunggu alokasi APBN atau APBD," ucapnya.
"Seharusnya pemerintah mengkaji ulang KRIS dengan melakukan standarisasi ruang perawatan kelas I, II dan III, bukan membuat KRIS dengan satu ruang perawatan," imbuhnya.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Anggun P Situmorang