tirto.id - Berdasarkan pemeriksaan tersangka S, terungkap bahwa dia sudah tiga kali menerima pasokan paket paracetamol cafein carisoprodol (PCC) atau pil zombie yang dikirim dari Makassar, Sulawesi Selatan, demikian dikatakan Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar, Senin (18/9/2017).
Pertama kali paket berisi obat PCC diterima Agustus akhir dan bulan September 2017 dua kali termasuk yang digagalkan oleh anggota kepolisian, Sabtu (16/9/2017).
"Setiap kali tersangka menerima paket berisi sekitar seribu-an pil PCC dari Makassar," kata Kapolda Irjen Pol Boy Rafli kepada wartawan dalam keterangan pers yang didampingi Kepala BNN Papua Brigjen Pol Bambang Budi Santoso dan Kepala BPOM Jayapura Mugi Yunita Bukit di Jayapura.
Kapolda Papua mengatakan, obat PCC yang diterima S dijual seharga Rp50 ribu/paket yang berisi sepuluh butir pil dengan sasaran anak-anak, remaja, dan di tempat lokalisasi.
Ribuan pil sebagian besar sudah diedarkan namun hingga kini belum ada laporan terkait dampak yang ditimbulkan.
Masyarakat juga diminta lebih waspada mengawasi anak-anak yang menjadi sasaran pengedar karena lebih mudah dipengaruhi.
Kapolda Papua menyampaikan terima kasih kepada pengusaha yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang. Ia berharap seluruh karyawan lebih waspada serta mengawasi barang-barang yang mencurigakan yang diterima dan akan disalurkannya.
Sebab, para pengedar saat ini tidak lagi mengirim dengan cara menyelundupkannya seperti narkoba jenis ganja melainkan dengan teknik mengirim melalui jasa pengiriman resmi.
"Waspada dan bila mencurigakan segera laporkan ke polisi untuk diselidiki lebih lanjut," kata Kapolda, seperti diwartakan Antara.
Sementara itu Kepala BPOM Jayapura Mugi Yunita Bukit mengakui, PCC merupakan obat ilegal yang sudah ditarik sejak 2013.
"Ada beberapa jenis obat yang sudah ditarik dari peredaran akibat sering disalahgunakan karena efek yang ditimbulkannya," kata Yunita Bukit.
Tersangka S akan dijerat undang undang kesehatan dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra