tirto.id - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai ada kemungkinan sosok ideal calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres 2019 berasal dari luar partai.
Menurut dia, koalisi di Pilpres 2019 tidak menjamin kemunculan kandidat cawapres ideal dari partai politik yang bisa mengerek perolehan suara masing-masing pasangan saat pemilihan.
Syamsuddin menyatakan hal itu saat menanggapi hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengenai kualitas personal sejumlah tokoh menjelang Pilpres 2019. Survei SMRC mengukur kualitas tokoh berdasar penilaian kelompok elite, opinion leader atau pembuat opini, dan massa.
"Ini menjadi penting, sebab menunjukkan bahwa koalisi politik pendukung capres dan cawapres itu bukan jaminan bagi peluang keterpilihan dalam pilpres mendatang," kata Syamsuddin di Kantor SMRC, Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Hasil survei SMRC pada akhir Mei 2018 itu memang menyimpulkan tidak ada pimpinan partai yang namanya konsisten masuk daftar 5 besar tokoh paling dianggap berkualitas dan disukai oleh perwakilan elite, pembuat opini, dan massa. Hasil survei itu menunjukkan, selain Jokowi dan JK, daftar tokoh yang konsisten mendapat penilaian positif dengan skor tinggi didominasi oleh figur dari luar partai.
Berdasarkan survei itu, hanya Airlangga Hartarto yang dianggap memiliki kualitas lumayan untuk jadi kandidat di Pilpres 2019. Akan tetapi, nama Ketua Umum Golkar itu tidak mendapat penilaian positif dari massa.
"Ini menggambarkan masyarakat tidak terpaku pada bangunan koalisi," kata Syamsuddin.
Dalam survei SMRC tersebut, penilaian kualitas tokoh dilakukan berdasarkan aspek kapabilitas, empati, akseptabilitas, dan kontinuitas. SMRC mengajukan 22 nama tokoh untuk dinilai para responden. Nama-nama itu dipilih berdasar kabar yang beredar di media massa dan informasi awal dari kelompok elite dan pembuat opini.
Kelompok elite menganggap Jokowi sebagai tokoh paling berkualitas dibandingkan 21 orang lainnya. Menurut penilaian kelompok elite, skor rata-rata kualitas Jokowi adalah 7,8, berdasar skala 0-10. Nilai itu melebihi JK (7,5), Mahfud MD (6,9), Airlangga Hartarto (6,4), Chairul Tanjung (6,3), Sri Mulyani (6,2), Said Aqil Siradj (5,9), dan Prabowo Subianto (5,7).
Sementara penilaian kelompok pembuat opini juga memposisikan Jokowi menjadi tokoh dengan nilai rata-rata paling tinggi, yakni skornya 8,4. Angka itu lebih besar dibanding skor JK (7,3), Mahfud MD (7,2), Sri Mulyani (7), Said Aqil Siradj (6,3), Airlangga Hartarto (6,1), Zainul Majdi atau TGB (6,1), Chairul Tanjung (5,9) dan Prabowo Subianto (5,9).
Adapun penilaian kelompok massa pemilih nasional juga menyimpulkan Jokowi menjadi tokoh paling disukai di Pilpres 2019. Tingkat kesukaan mereka terhadap Jokowi mencapai 85 persen dari total responden yang tahu atau pernah mendengar nama Presiden ketujuh itu.
Setelah Jokowi, sosok yang paling disukai massa adalah Gatot Nurmantyo (83 persen), Mahfud MD (81 persen), Prabowo Subianto (81 persen), Sri Mulyani (81 persen), Jusuf Kalla (80 persen), Zainul Majdi atau TGB (80 persen), dan Anies Baswedan (77 persen).
Menurut Syamsuddin, kesimpulan survei itu menunjukkan bahwa pilihan kelompok elite dan massa mengenai figur ideal di Pilpres 2019 berbeda.
"Contoh, Pak Gatot Nurmantyo di level elitee baik dan opinion leader tidak masuk sebagai pilihan cawapres yang disukai. Tapi pada level massa, Pak Gatot memiliki kesukaan lebih tinggi dari tokoh yang lain," kata Syamsuddin.
CEO Riset SMRC Djayadi Hanan menerangkan responden survei lembaganya dari kelompok elite adalah masyarakat yang dinilai sangat tahu informasi yang beredar di kalangan terbatas.
“Mereka mencakup politisi, teknokrat senior, intelektual nasional dengan reputasi luas, dan pengusaha yang masuk kelompok papan atas [termasuk 50 orang terkaya). Total elite yang menjadi responden 12 orang,” kata Djayadi dalam siaran resmi SMRC.
Untuk responden dari pembuat opini atau opinion leader, menurut Djayadi, ada 93 orang. Kelompok ini merupakan mereka yang kerap bersuara dan membentuk pendapat publik. Mereka ialah pengamat dan intelektual serta peneliti, yang biasa muncul di media massa, dan para pimpinan redaksi media.
Adapun responden massa pemilih nasional adalah semua warga negara Indonesia yang punya hak pilih. Responden dari kelompok ini dipilih secara random (survei nasional). Jumlah totalnya 2206 orang.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom