tirto.id - HL (58) pendeta di Gereja Happy Family Center Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur kalah dalam kasasi di Mahkamah Agung. Hakim memutuskan tetap menghukum HL selama 11 tahun penjara. Pelaku pencabulan anak itu juga diwajibkan bayar denda ke negara Rp100 juta atau jika tidak akan diganti hukuman selama enam bulan.
Putusan itu membuat permohonan HL untuk mendapatkan keringanan hukuman tidak dikabulkan oleh majelis hakim terdiri atas Desnayeti, Soesilo dan Suhadi.
Amar putusan kasasi itu berbunyi “tolak”. Pengajuan kasasi pada 9 Maret 2021, kemudian pada 30 Maret diputuskan HL tetap dihukum sesuai vonis banding di pengadilan tinggi.
HL merupakan pelaku kekerasan seksual terhadap seorang jemaat gereja perempuan sekaligus anak angkat pelaku. Menurut polisi pencabulan berlangsung selama 2005-2011, sedangkan dalam putusan pengadilan terjadi selama 2008-2011. Akibatnya korban mengalami depresi hingga hendak bunuh diri akibat pelecehan seksual selama bertahun-tahun. Dampak psikologis lain terhadap korban yakni kerap sedih, marah dan pada akhirnya muncul gangguan pada pola tidur dan nafsu makan.
Kasus itu terbongkar pada 2019 lalu ketika korban akan menikah setelah tamat kuliah dari luar negeri. Terbongkarnya kasus bermula pada Juni 2019 saat korban akan menikah kemudian pendeta HL akan memberkati lalu ditolak oleh korban. Tetapi alasan korban belum terus terang. Perlahan mulai terbuka hingga akhirnya korban melaporkan kekerasan seksual itu.
Kekerasan seksual dilakukan di lantai 4 rumah pelaku yang juga digunakan untuk gereja di bagian lantai bawah. Setiap melakukan kekerasan seksual, pelaku mengancam korban agar tidak membocorkannya atau, “Jika kamu kasih tahu, saya hancur dan papa mama kamu juga hancur. Kamu tidak mau kan keluargamu hancur. Suamimu juga ke depannya tidak perlu tahu,” begitu kutipan pemeriksaan terpidana dalam dokumen banding Pengadilan Tinggi Jawa Timur.
Namun, ancaman dari pelaku akhirnya ditepis. Korban berani membongkar dan melaporkan pendeta HL ke Polda Jawa Timur pada 20 Februari 2020. Saat melapor korban sudah menginjak usia dewasa. Sejak saat itu, kasusnya jadi sorotan publik. Berdasarkan bukti-bukti dari kesaksian korban hingga saksi lain serta dokumen pendukung diputuskan vonis terhadap HL selama 10 tahun penjara pada 21 September 202 di PN Surabaya.
Dalam putusan banding, vonisnya bertambah 1 tahun menjadi 11 tahun pada 25 November 2020. Kemudian vonis diperkuat alias sama dengan hasil banding setelah menempuh kasasi di MA.
Putusan hakim terhadap pendeta HL cukup tinggi mengingat hukuman maksimal pidana penjara pencabulan anak sesuai Pasal 82 Perppu Nomor 1 Tahun 2016 adalah 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Putusan Diapresiasi
Pencabulan oleh pendeta merupakan satu di antara kasus kekerasan seksual di Indonesia yang melibatkan pemuka agama. Sebelumnya Lukas Lucky Ngalngola atau Bruder Angelo seorang biarawan Katolik juga dituding melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak panti asuhan yang dipimpinnya. Namun kasusnya mandek karena korban enggan bersaksi dan ingin kasusnya ditutup.
Klaster pemuka agama lain adalah BA seorang guru mengaji di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Pelaku lain adalah JM seorang guru di pondok pesantren Sabilurrosyad, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten. Terduga pelaku lain adalah seorang kiai di Pesantren Majmaal Bahrain Shiddiqiyyah Jombang, Jawa Timur. Sebagian besar kasus tersebut hingga kini tidak jelas proses pengusutan hukumnya.
Putusan kasus pencabulan HL diapresiasi oleh berbagai kalangan ketika sidang di Pengadilan Negeri Surabaya berakhir pada 21 September 2020.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait yang ikut kawal kasus mengapresiasi putusan majelis hakim. Kasus ini muncul ketika Arist menjabat sebagai ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) silam.
"Kami apresiasi majelis hakim dan jaksa penuntut umum yang telah menangani perkara ini dengan adil, sehingga unsur-unsur pidananya terpenuhi," ungkapnya.
Dari pihak keluarga korban juga menilai putusan hakim adil.
"Kami mewakili keluarga korban mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada majelis hakim karena telah memutus perkara ini. Sementara kondisi korban sampai sekarang masih trauma berat. Kami terus memberikan terapi agar korban bisa segera pulih," ucap juru bicara keluarga korban, Bethania Thenu.
==========
Adendum:
Naskah ini mengalami perubahan pada, Senin (26/4/2021) pukul 16.21. Kami melakukan kesalahan dengan menyebutkan Arist Merdeka Sirat sebagai ketua KPAI. Klarifikasi Ketua KPAI Susanto yang dikirimkan melalui surel ke redaksi Tirto, berisi: Komnas PA, tempat Arist bekerja saat ini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat bukan KPAI.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino