tirto.id - Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang menjelaskan soal penahanan terhadap jurnalis editor Mongabay, Philip Jacobson oleh Kantor Imigrasi Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada Selasa (21/1/2020) malam.
"Yang bersangkutan melakukan pelanggaran izin tinggal dengan menggunakan visa kunjungan untuk kegiatan jurnalis," ujarnya di kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Rabu (22/1/2020).
Menurut Arvin, Jacobson malah menggunakan visa kunjungannya untuk melakukan kegiatan wawancara yang semestinya tidak dilakukan. Hal itu membuat dirinya ditahan pihak imigrasi.
"Jadi sampai saat ini kami masih menunggu perkembangan melakukan penyidikian," ujarnya.
Berdasar rilis resmi Mongabay, media yang fokus dengan isu lingkungan, penangkapan Jacobson, setelah ia jadi tahanan kota di sana selama sebulan.
Jacobson, 30 tahun, jadi tahanan kota sejak 17 Desember 2019, setelah menghadiri sidang dengar pendapat di DPRD Kalteng dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), kelompok advokasi hak-hak adat terbesar di Indonesia, soal 'peladang' di kalangan adat.
Dia melakukan perjalanan ke Palangkaraya, tak lama setelah memasuki Indonesia dengan visa bisnis untuk serangkaian pertemuan.
Pada hari dia akan terbang dari Palangkaraya, pejabat imigrasi menyita paspornya, interogasi selama empat jam dan memerintahkan untuk tetap berada di Palangkaraya sambil menunggu penyelidikan.
Ditangkap Karena Meliput Isu Lingkungan
Pada 21 Januari 2020, lebih dari sebulan kemudian, Jacobson secara resmi ditangkap dan ditahan.
Dia diberitahu bahwa dia menghadapi tuduhan pelanggaran Undang-undang Imigrasi tahun 2011 dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun. Saat ini, ia ditahan di rutan Palangkaraya.
“Kami mendukung Philip dalam kasus yang sedang berlangsung ini dan melakukan segala upaya untuk mematuhi otoritas imigrasi Indonesia,” kata Pendiri dan CEO Mongabay Rhett A. Butler dalam rilis ke media.
“Saya terkejut bahwa petugas imigrasi mengambil tindakan langkah hukum terhadap Philip atas masalah administrasi," lanjut dia.
Penangkapan Jacobson diduga tak setelah Human Rights Watch mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan adanya peningkatan kekerasan terhadap aktivis HAM dan aktivis lingkungan di Indonesia, dan di tengah meningkatnya tekanan terhadap suara-suara kritis.
“Wartawan dan awak media harusnya nyaman bekerja di Indonesia tanpa takut akan penahanan sewenang-wenang,” kata Andreas Harsono, dari Human Rights Watch, yang kenal Jacobson dan mengikuti kasus ini dari awal, dikutip dari siara pers yang sama.
“Perlakuan terhadap Philip Jacobson adalah sinyal yang mengkhawatirkan bahwa, pemerintah Indonesia melakukan kriminalisasi terhadap suatu pekerjaan yang vital bagi kesehatan demokrasi Indonesia," lanjut dia.
Bulan lalu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengeluarkan laporan yang mendokumentasikan 53 insiden pelecehan terhadap jurnalis, termasuk lima kasus kriminal, pada 2019.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali