tirto.id - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan, pemerintah masih melakukan penghitungan besaran iuran alias pungutan ekspor sawit 2019.
Hal itu lantaran harga sawit di pasar ekspor yang jadi acuan besaran pungutan dipandang masih sangat fluktuatif atau naik turunnya terlalu signifikan.
"Lagi kajian. Lagi dibuat kajian dulu seminggu. Iya nanti kita lihat perkembangannya karena harganya," kata dia di Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Senin (25/2/2019).
Ia menjelaskan, bahasan mengenai iuran akan dikaji bersama beberapa instansi terkait termasuk para petani.
"Jadi bagaimana kalau diambil pengambilan angka dan sebagainya. Yang kedua kita lihat juga ada aspirasi dari para petani. Karena harganya juga kan. Setelah sekian lama rendah sekali," jelas dia.
Sementara itu, sebelumnya pada 4 Desember 2018, pemerintah RI melalui Kementerian Keuangan menerbitkan beleid terbaru yang mengatur tarif pungutan ekspor Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) atas ekspor CPO.
Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM dan BPDP-KS diminta melakukan pemantauan atau evaluasi setiap bulannya terhadap pungutan ekspor ini, dalam mengacu pada fluktuasi harga CPO internasional.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 tentang pemerintah menolkan atau 0 dolar Amerika per ton untuk seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga CPO internasional berada di bawah 570 dolar AS per ton.
Sementara itu, jika harga berada di kisaran 570 dolar AS - 619 dolar AS per ton, maka pungutan ekspor CPO menjadi 25 dolar AS per ton.
Dalam aturan tersebut jika harga internasional sudah kembali normal di atas 619 dolar AS per ton pungutan ekspor CPO kembali ditetapkan 50 dolar AS per ton.
Di samping mengatur pungutan ekspor CPO, peraturan Menteri Keuangan ini juga menetapkan besaran pungutan ekspor turunan pertama dan kedua dari komoditas tersebut.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno