tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali menyoroti mengenai dimasukkannya pengaturan terkait tindak pidana yang berat terhadap HAM yaitu genosida dan tindak pidana terhadap kemanusiaan ke dalam Bab Tindak Pidana Khusus yaitu pada Pasal 600 dan Pasal 601 RKUHP.
KontraS menilai tidak ada urgensi untuk mengatur mengenai tindak pidana yang berat terhadap HAM ke dalam RKUHP karena pada saat ini Indonesia telah memiliki UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM) yang di dalamnya telah mengatur dua jenis pelanggaran HAM Berat yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Alih-alih mencoba memasukkan pengaturan serupa ke dalam RKUHP, pemerintah lebih baik menuntaskan proses penyidikan dan penututan terhadap kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat khususnya Pelanggaran HAM Berat masa lalu," ujar Fatia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/11/2022).
Fatia melihat kurangnya perhatian DPR RI kepada persoalan pelanggaran HAM berat. Bahkan, menyebut anggota DPR RI menunjukkan tidak memiliki pemahaman yang memadai mengenai konsekuensi yang ditimbulkan dengan dimasukkannya pengaturan tindak pidana yang berat terhadap HAM ke RKUHP.
"DPR RI seharusnya memahami implikasi yang dapat ditimbulkan jika tindak pidana yang berat terhadap HAM dimasukkan ke dalam RKUHP, penyesuaian besar-besaran serta penyatuan kembali persepsi mengenai tindak pidana yang berat terhadap HAM perlu dilakukan sehingga akan semakin menghambat dan memperlama proses penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu," kata Fatia.
Fatia mengatakan memasukkan tindak pidana yang berat terhadap HAM ke dalam RKUHP mungkin terkesan progresif bagi pemerintah, namun pemerintah melupakan implikasi yang mungkin dapat terjadi. Untuk itu, KontraS menolak dimasukkannya tindak pidana yang berat terhadap HAM ke dalam RKUHP.
Selain itu, KontraS juga mendesak pemerintah menyelesaikan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat dengan menggunakan mekanisme yang diatur oleh UU Pengadilan HAM.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto