tirto.id - Anggota Komisi XI Fraksi PDI-Perjuangan, Maruarar Sirait mengkritik keras rencana pembaruan sejumlah regulasi dalam paket kebijakan ekonomi jilid XVI yang diluncurkan pemerintah Jumat pekan lalu.
Menurut dia, paket kebijakan tersebut berpotensi mematikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Selain itu, ia menilai paket kebijakan itu terlalu liberal dan tidak sejalan dengan visi pemerintah untuk mendorong ekonomi kerakyatan.
"Itu bukan ide Pak Jokowi, saya yakin itu ide Pak Darmin. Makanya, saya minta direvisi kebijakan itu," ujar Maruarar saat dihubungi Tirto, pada Senin (19/11/2018).
Kritik yang disampaikan Maruarar terutama menyasar rencana revisi Peraturan Presiden nomor 44/2016 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai langkah lanjutan dari peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi jilid XVI.
Revisi Perpres yang ditujukan untuk mendongkrak investasi dan menjaga aliran dana asing masuk ke Indonesia itu akan merelaksasi 54 bidang usaha yang sebelumnya masuk dalam daftar DNI.
Revisi itu memungkinkan penanaman modal asing (PMA), yang sebelumnya harus bermitra dengan UKM atau koperasi, bisa berjalan tanpa kemitraan dan 100 persen PMA.
Menurut Maruarar, relaksasi DNI sejumlah bidang usaha seharusnya bisa dilakukan tanpa perlu menyasar industri UMKM. Sebab, banyak UMKM yang merupakan industri padat karya dan membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran dari kalangan angkatan kerja minim skill.
Apalagi, kata dia, kebijakan ini juga bertentangan dengan semangat Paket Kebijakan Ekonomi jilid III yang mendorong pertumbuhan UMKM dengan memudahkan masyarakat mendapatkan Kredit Usaha Rakyat.
"Buktinya kan sudah jelas, pajaknya dikurangi. kemudian bunga KUR juga dikurangi. Itu kan sudah bagus, itu kan sebenarnya kebijakan pro UMKM. Di satu sisi kita ingin rakyat tidak menganggur, di sisi lain ya jangan ada kebijakan yang terlalu pro pada asing, terlalu liberal," ujar Maruarar.
Kebijakan relaksasi ini dikeluarkan di tengah lemahnya minat investasi asing di Indonesia. Berdasarkan cacatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada Januari-September 2018 investasi asing hanya mencapai Rp293,7 triliun atau hanya 61,5 persen dari target Rp477,4 triliun.
Kondisi itu diperparah dengan perekonomian Indonesia yang tengah mengalami tekanan. Defisit transaksi berjalan (CAD) pada triwulan III mencapai 3,37 persen dari Produksi Domestik Bruto (PDB) dan diperkirakan terus melebar akibat jebloknya neraca dagang Oktober lalu.
Dalam diskusi bersama Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan relaksasi DNI memang tidak akan langsung menekan laju pelebaran Defisit transaksi berjalan (CAD). Namun dalam jangka pendek, kebijakan itu diharapkan mampu membuat para pemilik modal membawa dananya masuk ke Indonesia.
"Kami mengharapkan, dikombinasikan dengan kebijakan BI [menaikkan suku bunga acuan], relaksasi DNI dapat memberikan kepercayaan pada pemilik dana untuk masuk ke Indonesia," kata Darmin, Jumat malam (16/11/2018).
Namun demikian, Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Ikhsan Ingratubun mengatakan kebijakan relaksasi DNI yang mempermudah investasi asing membuat para pelaku UMKM merasa khawatir. Ke-54 bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI bisa merambah ke sektor UMKM yang seharusnya mendapat dukungan pemerintah.
Ikhsan mencontohkan sektor industri padat karya seperti pengupasan umbi-umbian dan percetakan kain. Jika sektor ini dibuka 100 persen untuk PMA, Ikhsan khawatir UMKM akan kalah saing.
Alasannya, investasi asing punya kecenderungan menggunakan mesin, padahal dua industri ini dicadangkan khusus untuk UMKM sesuai Perpres 44/2016 supaya menyerap tenaga kerja cukup banyak.
Ia berharap dua industri tersebut tidak dilepas 100 persen, melainkan tetap bermitra dengan UMKM. Ini penting supaya usaha tersebut nantinya tetap bisa bertahan dan bahkan naik kelas karena ada transfer pengetahuan.
"Kami berpandangan relaksasi bisa dilakukan. Namun harus tetap bermitra dengan UMKM atau asosiasi dan organisasi yang membina UMKM di Indonesia," kata dia.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom