Menuju konten utama

Para Pria Kesayangan Label Fesyen Ternama

Figur ternama dari musik hip hop serta aktor film menjadi inspirasi para desainer label mewah.

Para Pria Kesayangan Label Fesyen Ternama
ASAP Rocky Dior Homme. FOTO/highsnobiety.com

tirto.id - Model atau petinggi label mode duduk di kursi paling depan saat fashion show adalah hal klise. Yang menarik adalah saat kursi depan di peragaan busana menghadirkan sosok dengan beragam latar belakang. Beberapa hari lalu, panitia acara dior Homme membuat pengaturan tempat duduk yang menarik. Di bangku depan, ada model, desainer, aktor, juga musisi. Ada Kate Moss, Lenny Kravitz, Naomi Campbell, Victoria dan Brooklyn Beckham, serta A$AP Rocky.

Bukan tanpa alasan jika para penghuni bangku depan adalah wajah yang itu-itu saja. Kurasi tamu di peragaan busana memang tak sembarangan. Kursi depan biasanya dikhususkan untuk sosok kesayangan desainer atau label busana. Menempatkan A$AP Rocky di bangku paling depan punya alasan jelas. Ia adalah rapper yang pernah jadi model Dior Homme pada tahun 2016. Saat itu usia Rocky belum 30 tahun. Albumnya memang belum sebanyak rapper senior macam Kanye West atau Jay Z. Tetapi album Long. Live. A$AP (2013) membuat lagu karya Rocky masuk di jajaran nomor satu tangga lagu Billboard.

Di ranah mode, Rocky sudah punya portfolio sendiri. Pada tahun 2014, ia pernah jadi wajah iklan label DKNY. The Telegraph sempat menulis sosok Rocky mewakili rapper dari Harlem. Ia lahir sebagai anak narapidana kasus perdagangan narkoba. Meski begitu, ia mencintai Harlem. Meski mencintainya, rapper bernama asli Rakim Mayers ini bilang bahwa Harlem punya patokan selera mode yang sama dan melahirkan kejumudan. Ia berusaha mendobraknya.

"Saya sudah memakai loafers merek Gucci saat orang lain di Harlem masih memakai sneakers Air Max," ujarnya.

Rocky mengindolakan desainer fesyen Raf Simons dan Rick Owens. Ia menyebut label Margiela dan Alexander Wang sebagai merek sepatu kets dan boots andalan. Ia sering menulis referensi lini mode ternama dalam lirik lagunya. Ia pernah dianggap congkak karena menulis lirik, "...Saint Laurent is my Zara." Namun itu sah belaka, mengingat ia pernah berkolaborasi dengan banyak lini mode terkenal. Mulai dari mendesain kaus bareng Guess, merancang koleksi sepatu dengan Jeremy Scott, bahkan mendirikan label AWGE bersama desainer J.W. Anderson.

Pembuktian bahwa Rocky adalah rapper yang melek fesyen haute couture, membuat Dior yakin untuk mengajaknya terlibat dalam promosi kampanye. Cara paling sederhana: menempatkannya di kursi depan nan sakral dalam tiap peragaan busana. Ini semacam usaha untuk mengenalkan Dior pada para penggemar Rocky.

Dior dan beberapa label busana lain masih percaya bahwa penggunaan selebritas bisa meningkatkan kredibilitas usaha mereka. Dalam Makalah "Celebrity Endorsement, Brand Credibility and Brand Equity" yang diterbitkan pada European Journal of Marketing (PDF), ditulis bahwa penggunaan selebritas mampu menghasilkan efek positif bagi sebuah merek apabila selebritas tersebut dinilai menarik, ahli di bidangnya, dan bisa dipercaya.

Infografik Selebritas kesayangan label mewah

Metode tersebut dilihat pula oleh Karl Lagerfeld. Pada tahun 2014, direktur kreatif Chanel ini membuat film pendek yang dibintangi Pharrell, yang saat itu namanya tengah jadi sorotan setelah mengeluarkan lagu "Happy". Selain film, Pharrell jadi model kampanye koleksi busana wanita Chanel bersama Cara Delevigne.

Kerjasama mereka terus berlanjut. Selain jadi model iklan, Pharrell jadi model dalam peragaan busana Chanel. Saat Karl melansir koleksi tas wanita bernama Gabrielle Bag, ia menjadikan Pharrell modelnya. Pharrell tidak malu-malu mengenakan tas itu. Pemisahan benda fesyen pria dan wanita tidak berlaku baginya.

“Tas ini benar-benar mencerminkan Karl dan Gabrielle. Tidak ada yang lebih baik dari itu,” katanya. Ia kerap mengenakan kalung Chanel yang telah dimodifikasi dengan batu permata pilihannya dan mendapat pujian dari Karl.

Akhir tahun lalu, mereka bersama mendesain sepatu sneakers. Sepatu tersebut diperkirakan berharga ribuan dolar meski sesungguhnya modelnya tidak spektakuler. Bentuknya seperti sepatu kets hitam yang lumrah ditemui tetapi ditambah tulisan tebal ‘Chanel’ pada punggug sepatu kanan dan ‘Pharrell’ pada permukan sepatu kiri.

Sejak bikin banyak proyek bareng, satu kursi paling depan di tiap peragaan busana Chanel dipatenkan untuk Pharrell. Tahun ini, ia merancang kompilasi lagu untuk peragaan busana Chanel. Tetapi sayang ia tak hadir dalam peragaan busana terbaru Chanel beberapa bulan lalu.

Para desainer busana tidak hanya terpaku pada sosok selebritas pria ternama. Direktur Kreatif Louis Vuitton (LV) Nicolas Ghesquiere, misalnya, berani merekrut Jaden Smith, anak Will Smith, yang masih berusia belasan tahun untuk membintangi iklan LV. Di iklan itu, Jaden mengenakan rok dan atasan yang didesain untuk wanita.

Sang Ayah sempat khawatir dengan penampilan anaknya yang begitu eksentrik, tetapi Jaden punya argumen sendiri. Ia berkata ingin menghilangkan stereotip gender dalam berbusana. Remaja ini berharap agar suatu hari seseorang bisa mengenakan pakaian apapun yang mereka inginkan tanpa dirisak.

Pemikiran Jaden membuat Ghesquiere lanjut mendandani selebritas ini dengan koleksi terbaru mereka. Otomatis pula, Smith masuk dalam daftar tamu reguler peragaan busana LV. Setiap datang, aktor yang pernah membintangi film remake Karate Kid ini mengenakan koleksi terbaru LV.

Pada acara mode prestisius sekelas Met Gala, Jaden hadir mengenakan mantel panjang, jaket, dan sneakers karya Ghesquiere. Bagi Ghesquiere, aktor film The Pursuit of Happyness ini mewakili generasi yang hendak menyuarakan kebebasan gender.

Kebebasan dalam memaknai gender ini pula yang membuat Alessandro Michele, direktur kreatif Gucci, menggandeng Jared Leto untuk kerjasama. Kolaborasi mereka berawal saat aktor dan musisi ini membintangi iklan parfum Gucci Guilty.

Iklan itu memperlihatkan Leto bertelanjang dada dijamah dua orang wanita di atas ranjang dan di dalam bath tub. Sebelum Leto, iklan parfum Gucci untuk pria dibintangi Chris Evans yang seolah mewakili makna maskulin yang muncul di masyarakat. Leto merasa dirinya tidak semacho Evans. Ia beranggapan Gucci memilihnya karena ingin memberikan persepsi lain tentang konsep maskulin. Bagi Leto makna maskulin itu subyektif.

Setelah iklan tayang, hubungan Leto dan Michele makin dekat, lebih dari sekadar tamu spesial di peragaan busana. Wajah dan model rambut yang serupa membuat mereka terlihat seperti anak kembar. Leto jadi partner Michele dalam mendatangi beberapa acara mode. Terakhir di Met Gala, Michele mendadani Leto serupa Yesus.

Kursi front row bagi selebritas pria bagai tanda hubungan yang bermakna. Kiranya ke depan kursi tersebut bisa diisi oleh mereka yang bukan berasal dair kalangan selebritas atau sosialita.

Baca juga artikel terkait MODE atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Nuran Wibisono