tirto.id - Sosok yang sepintas mirip Claudia Cardinale berpose penuh percaya diri. Tatapannya tajam lagi menggoda. Mengenakan setelan tuksedo hitam dan dasi terselip rapi, perempuan itu menjadi model dari produk bernama le smoking; yang kelak dianggap sebagai terobosan penting dunia mode karena menyematkan atribut maskulin pada perempuan.
Le smoking digagas oleh Yves Saint Laurent, desainer asal Perancis yang malang-melintang di dunia busana dari 1957 sampai 2002. Selama berkarier, Saint Laurent dikenal telah mengubah perspektif serta cara berpakaian perempuan modern yang bertumpu pada tiga hal; celana panjang, jaket safari atau sweater, dan motif beraneka rupa.
Yves Saint Laurent lahir pada 1 Agustus 1936. Ketertarikannya pada mode sudah terlihat sejak remaja kala ia membuatkan pakaian untuk ibunya. Pada usia 17 tahun, ia memutuskan pergi ke Paris guna mendalami studi busana meski orangtuanya menginginkan Laurent mengambil jurusan hukum. Laurent belajar di Chambre Synducale de la Couture dan tidak selesai akibat bosan.
Tak lama kemudian, ia ikut kompetisi desain dalam International Wool Secretariat. Laurent memenangkan kompetisi itu dengan gaun cocktail-nya. Kemenangan ini menghantarkannya bertemu desainer kawakan Christian Dior. Singkat kata, Dior mempekerjakan Laurent karena terkesan dengan bakatnya.
Kerja sama Laurent dan Dior berlangsung tiga tahun. Dior mengangkat Laurent sebagai asisten dan menyebutnya “tangan kananku”. Pada 1957, Dior meninggal dan mewariskan House of Dior kepada Laurent. Pada usia 21 tahun, Laurent memegang kendali kerajaan mode bernilai 20 juta dolar.
Baca juga: Arsip Seni Rupa dan Keabadian Catalogue Raisonne
Setahun berselang, Laurent memperkenalkan koleksi busana pertama dalam balut trapeze. Meski mendapatkan apresiasi tinggi dari publik, kesuksesan itu tak berlangsung lama. Pada 1960, sebelum mengikuti wajib militer, Laurent membuat koleksi terakhir untuk Dior.
Nyatanya, masa-masa itu merupakan kali terakhir Laurent bersama Dior akibat konfliknya bersama Marc Bohan. Posisinya digantikan Bohan saat ia mengikuti wajib militer.
Tak ingin berkubang kesedihan, Laurent mendirikan rumah mode bersama pasangannya, Pierre Berge, pada 1961. Berge merupakan sosok penting di balik kesuksesan bisnis Saint Laurent meski pada 1980-an hubungan asmara mereka kandas.
Dengan rumah modenya sendiri, Saint Laurent mulai merintis nama besar. Koleksi pertamanya yang dirilis pada 1962 menandai awal kesuksesan-kesuksesan lain seperti jaket safari Saharienne, setelan celana le smoking, wardrobe aktris Catherine Deneuve pada film Belle de Jour (1967), koleksi Mondrian 1965, mengakuisisi label Rive Gauche, sampai melebarkan sayap ke ranah global melalui lisensi syal, perhiasan, sepatu, pakaian pria, kosmetik, sampai parfum.
The New York Timesmenyebut Laurent mampu menuangkan inspirasi yang diperolehnya dari jalanan ke lanskap mode Paris. Tak hanya itu, Laurent mampu mengolah gaya glamor yang terpengaruh pelukis Picasso, Miro, dan Matisse dalam setiap karya. Kekuatan kreasi Laurent yang lain: mencampurkan banyak warna tanpa terlihat norak dan tetap artistik.
Baca juga: Pameran Seni Rupa Imago Mundi, The Art Of Humanity
Alkohol, Perselingkuhan, dan Deretan Kontroversi
Pada 1960, tiga minggu selepas menjalani wajib militer dalam perang Perancis melawan Aljazair, Laurent dirawat akibat gangguan mental berat. Atas dasar itu, Laurent dibebaskan dari wajib militer dan menjalani penyembuhan di sebuah klinik dekat Paris. Bukannya sembuh, Laurent justru depresi serta mengalami ketergantungan alkohol dan obat-obatan.
Dalam rentang waktu itu pula muncul konflik antara Laurent dan Marc Bohan—asistennya yang ditunjuk menjalankan Dior untuk sementara waktu. Konflik lahir karena Bohan menolak kehadiran Laurent dalam Dior setelah wajib militer. Walhasil, Laurent pun menuntut Dior dan berhasil mendapatkan ganti rugi sebesar 140 ribu dolar.
Gaya hidup Laurent turut berubah seiring kesuksesan YSL. Laurent mulai gemar berpesta dengan para selebritas, menenggak alkohol, memakai kokain, sampai dikejar-kejar paparazzi. Berge, pasangan serta rekan bisnisnya, tak jarang harus pasang badan melindunginya dari bermacam pertanyaan maupun kabar burung akibat kelakuan Laurent.
Memasuki 1970-an, Laurent memantik kontroversi dengan tampil tanpa busana pada iklan produk YSL. Pada 1977, Laurent memberi nama "opium" untuk produk parfum perempuan. Coba simak slogannya; “Opium, untuk mereka yang bergantung pada Yves Saint Laurent.” Publik menganggap Laurent mengagungkan penggunaan obat terlarang dan meremehkan Perang Melawan Opium yang dilakukan Cina pada abad 19
Baca juga: Bagaimana Streetwear menjadi Barang Mewah
Namun, kabar mengenai perselingkuhannya dengan Jacques de Basher adalah kontroversi yang menggemparkan, khususnya untuk jagat fesyen era 1970-an. Kala itu Laurent menjalin hubungan dengan Berge. Sedangkan de Basher merupakan pasangan rival Laurent, Karl Lagerfeld, desainer asal Jerman yang bekerja untuk Chanel.
Meski demikian, baik Laurent maupun de Bacher tak mampu menahan hasrat untuk menjalin hubungan gelap. Berge, yang mengetahui kabar tersebut, justru menyalahkan Lagerfeld. Berge menganggap ada unsur kesengajaan dengan melibatkan de Basher untuk menjatuhkan karier Laurent.
Terlepas segala kontroversinya, Laurent merupakan salah seorang desainer berpengaruh dalam sejarah. Rasanya Laurent cuma butuh satu hal untuk memastikan hidupnya berjalan lancar. Mengutip pernyataan Laurent: “Every man needs aesthetic phantoms in order to exist” (Tiap orang butuh demit estetis agar terus hidup"). Dan sang desainer berhasil melewatinya.
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Windu Jusuf