Menuju konten utama

Karena Peragaan Adibusana Tak Boleh Biasa-Biasa Saja

Tak hanya harus serius dalam membuat busana, rumah mode juga mesti jungkir-balik mendesain sebuah peragaan.

Karena Peragaan Adibusana Tak Boleh Biasa-Biasa Saja
Peragaan busana Chanel koleksi musim semi dan musim panas 2016 di Grand Palais, Paris, Prancis. FOTO/REUTERS

tirto.id - Peragaan busana berawal dari kediaman Charles Frederick Worth. Seorang pria asal Inggris yang membuka usaha rumah mode di Prancis. Ia, seperti ditulis Harper's Bazaar, disebut-sebut sebagai pencetus haute couture, istilah bagi orang yang membuka layanan penjualan bahan dan pembuatan busana yang bisa memproduksi pakaian untuk setiap klien yang datang.

Menurut tulisan di The Guardian,pada pertengahan dekade 1800-an, biasanya wanita-wanita kelas atas memanggil penjahit ke rumah mereka untuk membuatkan model baju sesuai keinginan mereka. Worth mengubah sistem ini. Ia membuat sejumlah sosialita datang ke studionya dan memberi mereka saran tentang pakaian apa yang baik untuk dikenakan.

Untuk mendapat hasil terbaik, Worth percaya bahwa ia harus menggunakan model wanita. Ia lantas menjadikan sang istri, Marie Vernet, untuk menjadi model dari karyanya.

Artikel "Fashion Show as an Art Form" menuliskan bahwa Vernet menjadi salah satu model busana pertama di era tersebut. Ia berdiri seorang diri di hadapan klien Worth. Lambat laun, Worth merekrut sejumlah wanita lain untuk menjadi model.

Di depan klien, mereka mempertontonkan sejumlah pakaian yang telah dibuat. Suasana peragaan itu terkesan informal dan cair tanpa keberadaan panggung. Dalam satu tahun, setidaknya Worth mempertontonkan busana yang ia rancang sebanyak empat kali. Jenis peragaan busana ini disebut Salon Show.

Pada dekade 1930-an, desainer Elsa Schiaparelli memberi pembaruan pada jenis peragaan busana. Buku Historical Dictionary of the Fashion Industry menyebutkan bahwa Elsa merancang peragaan dengan menggunakan panggung, tata cahaya, musik, dan koreografi. Model peragaan busana ini kemudian diadaptasi dan dikembangkan oleh sejumlah desainer seperti Thierry Mugler, John Galliano, dan Alexander McQueen.

Perkembangan konsep peragaan busana turut memengaruhi tamu undangan peragaan. Sebelum era 1960-an, ruang peragaan busana hanya diisi oleh wanita kelas atas. Wartawan dilarang membawa kamera. Sebagai gantinya, sejumlah ilustrator diizinkan masuk ke dalam ruang untuk menggambar siluet dari busana yang ditampilkan. Hasil karya tersebut tidak boleh dipublikasikan sebelum iklan produk busana disebarluaskan secara resmi.

Namun, arah jarum jam berbalik pada 1960-an. Media menjadi tamu utama dari peragaan busana. Di tahun tersebut, para model mulai berjalan di atas panggung.

Di waktu yang sama, mulai terbentuk pakem peragaan busana yang dimulai dari musik, permainan cahaya, dan disusul dengan model yang muncul ke atas panggung. Peragaan memakan waktu sekitar 20 menit dan ditutup oleh barisan model yang berjalan melintasi panggung peragaan. Kegiatan tersebut biasanya mengambil lokasi gudang, gedung teater, dan museum. Sampai sekarang, pola ini masih dipertahankan.

Yang jadi pembeda adalah munculnya ide sejumlah direktur kreatif rumah mode untuk merancang latar peragaan busana. Karl Lagerfeld salah satunya. Ia adalah direktur kreatif rumah mode Chanel. Di usia yang telah menginjak angka 80an, Lagerfeld masih berupaya merealisasikan ide-ide segar.

Untuk koleksi musim semi 2018, ia merancang panggung peragaan serupa air terjun. Air terjun itu dibuat dari batu setinggi 85 meter yang dilengkapi pepohonan. Enam air terjun mengalir di antara batu-batu. Jumlah air yang mengalir di air terjun itu setara dengan kolam renang dengan kedalaman 25 meter. Peragaan bertempat di Grand Palais, Paris, museum dan tempat pertunjukan yang dibangun pada tahun 1900.

Infografik Setting unik peragaan busana

Dalam peragaan, model berjalan menggunakan topi, jaket, dan boots plastik transparan guna melindungi busana dari tetesan air. “Apa kamu bisa merasakannya? Ketika menghirup molekul dari air, hal itu bisa menjadi sangat menyehatkan bagi tubuh. Hal itu menjadi alasan mengapa Anda merasa nyaman berada di tempat seperti ini,” ujar Lagerfeld kepada Vogue .

Ini bukan kali pertama Lagerfeld merancang konsep peragaan yang di luar dugaan. Sebelumnya, ia pernah membuat peragaan bertema Chanel Supermarket di tahun 2014. Ruang peragaan dibuat seperti lorong-lorong supermarket lengkap dengan ragam jenis produk yang biasa dijual seperti sayur, buah-buahan, produk pembersih ruang, hingga makanan kemasan.

Para model berjalan membawa tas serupa keranjang belanja kecil. Tas tersebut dijual dengan harga 7.190 poundsterling. “Mengapa supermarket? Karena ia adalah bagian dari kehidupan kita saat ini. Orang yang memakai busana Chanel juga pergi ke sana,” katanya, seperti dipetik New York Times.

Karl pun pernah meluncurkan roket di Grand Palais. Kala itu, ia tengah menggelar peragaan untuk koleksi musim dingin 2017.

“Ada orang Prancis yang pernah sampai di luar angkasa. Saya mengaguminya dan saya rasa tidak banyak yang mengetahui hal ini,” tuturnya. Roket tersebut diletakkan di bagian tengah ruang. Peragaan busana ditutup dengan roket yang bergerak ke atas mendekati langit-langit ruang. Para model tetap berdiri mematung di sekitar roket saat benda tersebut “diluncurkan”. Penonton terpana dan mengabadikan momen tersebut lewat ponselnya.

Hal-hal tersebut hanya sedikit dari sekian banyak konsep peragaan busana yang Karl Lagerfeld buat selama ia menjadi direktur kreatif Chanel sejak 1983.

Rumah mode asal Perancis Louis Vuitton bahkan pernah membuat komedi putar untuk peragaan koleksi musim semi tahun 2012. Saat itu desainer Marc Jacob masih menjadi direktur kreatif rumah mode ini. Peragaan busana ditutup dengan para model yang menduduki kuda-kuda di komedi putar.

Baca juga artikel terkait FASHION atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani