tirto.id -
National University of Singapore (NUS) Business School melirik para talenta muda Indonesia berkuliah di kampus mereka. Terbaru, NUS Business School resmi bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan sejak 2024 untuk LPDP-NUS Joint Scholarship Programme sebagai upaya menarik minat warga Indonesia belajar di NUS Business School.
Wakil Dekan NUS Business School, Jumana Zahalka, mengatakan, NUS dan pemerintah
Singapura meyakini bahwa Singapura akan menjadi penghubung besar di Asia Tenggara dan talenta Indonesia sebagai hal penting di masa depan.
"Kami ingin memiliki mahasiswa di seluruh Asia, termasuk Indonesia dan Indonesia memiliki peran besar di ASEAN. Pertama, mereka memiliki banyak talenta dan semua mahasiswa saya memiliki talenta yang baik dan potensial. Kami merasa bisa memberikan kontribusi yang baik di sini," kata Jumana saat berbincang dengan awak media di NUS Business School, Rabu (13/8/2025).
Jumana meyakini, para mahasiswa asal Indonesia akan dapat berkontribusi besar bagi NUS. Kini, total ada 29 mahasiswa asal Indonesia yang melanjutkan studi pascasarjana di sekolah bisnis tersebut dengan program beasiswa LPDP-NUS saat ini. Ia mengatakan, sekitar 12 mahasiswa telah memulai studinya sejak Januari 2025 dan 17 mahasiswa pada Agustus 2025 lewat program LPDP.
"Kami memiliki kerja sama dengan LPDP untuk LPDP-NUS Joint Scholarship Programme sejak 2024. Saat ini sudah ada 29 mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari kerja sama itu, yaitu 12 orang pada Januari 2025 dan 17 orang pada Agustus 2025," kata dia.
Jumana mengatakan, fokus beasiswa itu mencakup delapan program studi, yaitu MSc in Accounting, MSc in Finance, MSc in Human Capital Management anda Analytics, MSc in Management, MSc in Marketing Analytics and Insights, MSc in Real Estate, MSc in Strategic Analytics and Innovation, dan MSc in Sustainable and Green Finance.
Selain melalui LPDP, NUS juga menawarkan berbagai beasiswa lainnya yang bisa dimanfaatkan mahasiswa. Program beasiswa itu antara lain adalah ASEAN Undergraduate Scholarship, NUS MBA ASEAN Scholarship, NUS BAC Scholarhsip, WL (Bill) Byrnes Global Scholarship, NUS Business Dean’s & Mochtar Riady Scholarship, CIMB ASEAN Scholarship, dan NUS ASEAN Master’s Scholarship.
Jumana mengungkapkan sejumlah keuntungan bagi warga Indonesia yang melanjutkan studi mereka di NUS Business School. Ia mengaku, para mahasiswa Indonesia akan belajar dari beragam penjuru dunia karena NUS Business School merupakan kampus dengan 50 ribu lebih alumni dengan 75 kewarganegaraan. Alhasil, para lulusan NUS Business School memiliki wawasan beragam.
"Lingkungan yang beragam itu tentu akan menjadi pengalaman yang baik untuk para mahasiswa. Artinya mereka bisa belajar dari banyak perspektif dan membuat para mahasiswa dari Indonesia memiliki pemikiran berskala global," ujar dia.
Sebagai catatan, NUS business school berada di peringkat pertama di Asia berdasarkan QS World University Rangkings dan QS World University Rangkings sesuai jurusan pada 2025. Mereka juga meraih peringkat 1 berdasarkan penilaian EduRank dalam kategori Best Universities for Real Estate in World 2025.
Tak hanya itu, Jumana mengatakan, NUS Business School juga memiliki ekosistem yang baik dalam mendukung ide-ide dari para mahasiswa. Salah satunya, peran dosen yang akan selalu memberikan pengarahan untuk mengembangkan ide dari mahasiswa.
Jumana pun mengatakan, NUS Business School juga memberikan manfaat kepada para lulusannya lewat NUS Ecosystem. Hal ini membuat para mahasiswa dan lulusan NUS Business School bisa meningkatkan kemampuan riset, inovasi, dan kemampuan wiraswasta di beragam institusi sehingga membuat teori menjadi praktik yang bermanfaat.
Saat Mahasiswa dan Alumni Merasakan Manfaat
Salah satu mahasiswa aktif NUS Business School, Saren Veronica, merasakan perubahan signifikan saat belajar di NUS Business School. Ia mengatakan, NUS Business School mendidiknya untuk menjadi pemimpin.
"NUS sangat mempersiapkan kita menjadi leader yang sangat baik karena kurikulumnya sangat berbeda, karena menggunakan analytic dan AI. Jadi ketika kita belajar, sangat praktikal, yang sangat berbeda dengan di Indonesia," kata Saren saat sesi diskusi dengan wartawan.
Pada awalnya, perempuan yang baru masuk jurusan Human Capital Management and Analytics di NUS Business School pada awal 2025 ini mengaku sempat tertekan secara psikologis akibat perbedaan kultur belajar di Indonesia saat berkuliah S1 di kampus swasta ternama Indonesia dengan NUS.
"Saya pribadi punya cerita, saya juga merasakan edukasi di Singapura cukup high pressure, dan pressure-nya cukup tinggi, dan di NUS ini mereka sangat mengutamakan mental health, dan juga mereka banyak konsuler-konsuler yang memang tersedia di kampus," kata Saren.
Saren mengaku harus beradaptasi dari tipikal mahasiswa yang mendengar menjadi aktif di kampus. "Kalau kita di Indonesia, saya S1 mungkin lebih pasif. Di sini kita sekarang di-encourage lebih aktif lebih partisipatif itu termasuk dinilai," kata perempuan yang berkuliah berkat bantuan LPDP itu.
Ia pun mengaku mendapat pelatihan seminar agar peka terhadap lingkungan. Pelatihan secara terus-menerus membuatnya aktif dan kini menjadi salah satu perwakilan yang membantu mahasiswa untuk aktif.
Lain lagi dengan Jefferson, salah satu alumni NUS Business School. Jefferson memilih untuk melanjutkan studinya di jurusan Sustainable and Green Finance at NUS Business School untuk menjadi lebih baik setelah lulus dari jurusan Environmental Earth System Science di salah satu kampus Singapura pada 2018.
"Saya mikir dari segi sustainability karena itu masih industri yang baru waktu itu gimana caranya saya melihat setidaknya secara keseluruhan, karena kalau teknis doang itu cuma bakal di downstream sementara kalau saya bisa masuk upstream, saya bisa lebih dapat pandangan lebih luas dan saya harapan bisa memberikan dampak yang lebih besar," kata Jefferson selaku alumni NUS Business School.
Jefferson menilai, jurusan yang dia pilih bermakna baginya yang berasal dari jurusan IPA saat SMA. Ia mengaku program berjalan 18 bulan. Di semester pertama, Jefferson mendapat pendidikan ekonomi, kemudian di semester dua belajar sustainability investment, hingga investing lain. Ia pun belajar banyak hal baru.
Ia juga mendapat kesempatan bekerja di institusi yang berkaitan sustainability. Ia mengaku memegang proyek memvaluasi dampak lingkungan dalam bentuk uang seperti dalam bisnis perdagangan karbon.
Sementara itu, alumni lainnya, Jose Akbar Juoro, mengaku menikmati belajar di NUS Business School meski program S1-nya jurusan Aerospace Engineering di Delft University of Technology. Pria yang masih WNI ini memilih kuliah ke NUS Business School dan mulai studi 2021 karena faktor nama besar NUS.
"Bukan tanpa alasan saya memilih NUS. Pertama, kampus itu nomor satu di dunia dan sangat global," kata Jose.
Jose mengaku belajar dari beragam latar belakang saat berkuliah hingga selesai studi di 2023. Ia mengaku, salah satu hal yang berkesan saat belajar di NUS ketika belajar mata kuliah mergering acquisition atau upaya menyatukan bisnis.
"Waktu itu build up-nya banyak case. Jadi tiap 2 minggu sekali kita dikasih case, pelajari grup berlima. Kita diputar grupnya, mixed nationality-nya. Ada kayak dari Indonesia, dari Singapura, dari even European students juga banyak dan at the end of semester, final project itu oke lu udah belajar semua, different-different cases. Now assuming you're biggest stakeholder to work. Pelajarannya merging acquisition," kata Jose.
Di kuliah itu, dia belajar bahwa bisnis tidak melulu soal teknis lapangan, melainkan juga soal cerita di balik bisnis yang hendak dimerger. Ia menilai, peran story telling juga mempengaruhi penilaian untuk aksi korporasi di masa depan.