Menuju konten utama

Nuklir Bukan Lagi Opsi Terakhir, RI Segera Bangun PLTN 250 MW

Revisi PP Kebijakan Energi Nasional tak lagi jadikan nuklir sebagai opsi terakhir energi terbarukan. RI bakal operasikan PLTN lebih cepat.

Nuklir Bukan Lagi Opsi Terakhir, RI Segera Bangun PLTN 250 MW
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana di Kantornya, Jakarta, Jumat (27/10/2023). tirto.id/Dwi Aditya Putra

tirto.id - Pemerintah akan mempercepat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Targetnya, Indonesia sudah mengoperasikan PLTN dengan kapasitas 250 Megawatt (MW) hingga 2030.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, rancangan PP tersebut telah disetujui oleh para menteri terkait dan tinggal menunggu pengesahan dari Presiden Prabowo Subianto.

Dalam rancangan PP KEN yang baru, posisi energi nuklir tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir seperti dalam PP 79/2014, melainkan diposisikan sejajar dengan energi baru dan terbarukan lainnya untuk mencapai target dekarbonisasi nasional.

“Lebih detail RPP KEN tersebut. Di sana sudah ada angka terkait dengan road map-nya. Jadi sampai 2030 250 MW. Kemudian naik ekspansif sampai 2060 itu ke angka 45-53 GW (Gigawatt),” ujar Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (30/4/2025).

Dadan menjelaskan, acuan hukum terkait pengembangan PLTN juga sudah diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024. Dalam UU tersebut, pembangunan PLTN menjadi bagian dari program nasional yang mulai dijalankan dalam rentang waktu 2025-2029.

Selanjutnya, periode 2030-2034 akan menjadi fase commissioning atau tahap pengoperasian awal PLTN komersial pertama di Indonesia. Dengan demikian, pemerintah menargetkan PLTN pertama sudah bisa dibangun dan beroperasi dalam satu dekade ke depan.

“2030-2034 memang di sini tertulis commissioning PLTN komersial pertama. Sehingga dalam durasi 10 tahun ke depan diharapkan kita bisa membangun dan mengoperasikan PLTN yang pertama. Demikian juga ekspansi di tahun berikutnya,” jelasnya.

Sementara itu, dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), PLTN komersial pertama diproyeksikan akan beroperasi pada 2032. Pada 2060, porsi energi nuklir ditargetkan menyumbang sekitar 7 persen dari total kapasitas terpasang nasional dengan estimasi produksi mencapai 276 Terawatt-hour (TWh).

“Di RUKN pun sudah masuk commercial pertama bahkan tahunnya lebih cepat di tahun 2032 dengan pangsa kapasitas terpasang di 2060 sekitar 7 persen dengan produksi listrik 276 TWh. Sebagai gambaran, produksi listrik PLN kemarin angkanya di 306 TWh, jadi kira-kira nuklir di 2060 sama jumlahnya dengan listrik yang diproduksi saat ini,” imbuhnya.

Dadan juga mengungkap bahwa BRIN telah melakukan kajian terhadap sejumlah wilayah yang memiliki potensi untuk pembangunan PLTN. Selain Batam, beberapa daerah yang disebut memiliki prospek kuat antara lain Bangka, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah, termasuk karena adanya potensi cadangan uranium.

“Beberapa lokasi juga berdasarkan riset dari BRIN ada beberapa usulan lokasi yang sudah dilakukan kajian baik itu di beberapa daerah di wilayah Bangka, kemudian Kalimantan Barat, kemudian di Sulawesi Tengah. Sulawesi juga mempunyai potensi yang sangat baik terkait potensi uraniumnya,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait LATEST NEWS atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Insider
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dwi Aditya Putra