tirto.id - Serangan buzzer politik terhadap KPK yang menyebut ada kelompok polisi Taliban dan polisi India dibantah oleh penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Menurut Novel, skenario itu sengaja dibuat oleh oknum atau orang tentu untuk memecah belah internal KPK.
Novel adalah salah satu yang disebut sebagai kelompok polisi Taliban. Salah satu foto yang sering digunakan untuk membingkai Novel sebagai orang yang dekat dengan kelompok radikal adalah fotonya bersama dua perempuan menggunakan niqab.
Ada pula foto Yudi Purnomo ketua WP KPK misalnya, disebar dalam bentuk meme dengan ditambahi tulisan “Inikah Taliban di KPK? Yudi Purnomo Ketua WP KPK, Jidat Hitam, Jenggotan (Sekarang Dicukur) Dipanggil ‘Antum’”
“Saya meyakini ada orang atau oknum tertentu yang ingin mencitrakan bahwa KPK itu sedang pecah,” kata Novel saat berkunjung ke Tirto, Rabu 4 September 2019.
Menurut Novel anggapan itu salah. Sebab selama ini tidak ada faksi di dalam tubuh KPK. Ia mengatakan bila ada segelintir orang yang melakukan kesalahan atau berbeda pandangan, maka cukup disebut sebagai orang yang melakukan kesalahan.
“Kalau ada kelompok di KPK yang berbuat salah satu melakukan pelanggaran, bukan berarti itu disebut faksi,” katanya.
Novel pun mempertanyakan istilah polisi Taliban dan Polisi India. Istilah ini menurutnya ambigu. Misalnya istilah polisi India yang sebenarnya justru lekat pada polisi yang pemalas, lambat dan korup. Sebaliknya istilah Taliban justru melekat pada kelompok yang sedang berjuang.
“Seumpama ada adik-adik kelas saya di KPK sebagai penyidik, dia disebut sebagai polisi India, kita tahu nggak dalam perspektif publik? Polisi India itukan lambat, korup, bodoh, gagal, ya masak adik-adik saya disebut begitu? Ya tentu nggak baiklah mengolok-olok,” ujar Novel.
Meski demikian, Novel tidak mau ambil pusing soal isu itu. Sebab, ia sudah bertemu dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) namun tidak sekali pun pernah menyinggung soal dugaan kelompok radikal di dalam KPK.
Ia justru curiga, isu ini sengaja diciptakan untuk suksesi calon pimpinan KPK tertentu.
“Saya kira kalau itu dilakukan, jelek sekali lah itu. KPK itu seharusnya milik kita semua, milik bangsa Indonesia. Dan tentunya kita berharap korupsi bisa diberantas. Terus kalau orang berjuang memberantas korupsi malah dimusuhi, gimana ceritanya?”
Editor: Fahri Salam