tirto.id - Dosen Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto mengatakan narasi politik kandidat capres-cawapres dalam masa kampanye masih belum ada perubahan.
“Masih berputar-putar saja, berjalan dalam area non-oriented object. Tidak ada hal yang baru,” kata dia di Jakarta, Kamis (15/11/2018). Hal ini menanggapi soal celetukan ‘sontoloyo’, ‘genderuwo’, ‘tampang Boyolali’, dari dua kandidat calon presiden Jokowi dan Prabowo.
Menurut dia, agar kampanye ada perubahan dan tidak melulu lempar jargon, para pasangan calon harus menawarkan hal yang berbeda dalam kampanye pada bulan berikutnya.
Gun Gun berpendapat selama 1,5 bulan masa kampanye ini, belum ada gagasan program yang dikemukakan para pasangan calon. “Di bulan kedua dan berikutnya, mereka harus menawarkan program,” ucap dia. Jika tidak, maka publik yang belum menentukan pilihan akan gamang.
Selain itu, tambah Gun Gun, identitas menjadi sebuah narasi yang terus berkembang di masyarakat akibat dari kurangnya membahas program yang diusung kedua pasangan calon.
Presiden Jokowi mengaku keceplosan saat melontarkan kata "politikus sontoloyo" di acara pemberian 5.000 sertifikat tanah kepada warga Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2018).
"Kemarin saya kelepasan, saya sampaikan politikus sontoloyo. Ya itu, jengkel saya. Saya enggak pernah pakai kata-kata seperti itu. Karena sudah jengkel, ya keluar. Saya biasanya ngerem tapi sudah jengkel ya bagaimana," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Negara, Rabu (24/10/2018).
Sedangkan video berdurasi kurang dari semenit yang berisi potongan pidato calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di Boyolali jadi viral di media sosial. Sebabnya adalah dalam pidato itu Prabowo menyebut warga Boyolali tidak bisa masuk hotel-hotel mewah dan megah di Jakarta.
"Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Karena tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian ya tampang Boyolali ini. Betul?" kata Prabowo saat meresmikan Posko Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno di Kabupaten Boyolali, Selasa (30/10/2018).
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dipna Videlia Putsanra