tirto.id - Narasi kekhawatiran bahwa Indonesia berpotensi diguncang perang saudara seperti di Suriah kembali digaungkan dalam pidato politik jelang Pemilu 2024. Adapun yang terbaru, hal itu disampaikan oleh calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Dalam pidatonya saat dia dideklarasikan menjadi capres oleh Partai Bulan Bintang pada Minggu (30/7/2023) di ICE BSD, Tangerang Selatan, Prabowo mencontohkan jika Indonesia mengalami konflik berkepanjangan, apalagi disebabkan oleh persoalan politik, maka tidak dapat dipungkiri akan menjadi seperti Suriah atau pun Afghanistan.
"Marilah kita belajar dari perkembangan negara-negara lain, marilah kita lihat apa yang terjadi di negara-negara saudara-saudara kita. Apa yang terjadi di Suriah, yang terjadi di Irak, yang terjadi di Afghanistan, yang terjadi di Yaman, yang terjadi di Sudan, yang terjadi di Somalia yang terjadi di Libya, di Tunisia lihat kita tidak boleh," kata Prabowo
Dia meminta agar Indonesia membangun demokrasi yang sudah ada. Salah satunya dengan tidak asal ikut-ikutan menghina atau mencaci maki lawan politik. Apabila berseberangan secara pilihan.
"Perbedaan politik demokrasi kita harus demokrasi yang khas Indonesia jangan ikut-ikut demokrasi bangsa lain, jangan ikut-ikut demokrasi yang caci maki, demokrasi yang menganjurkan kebencian yang hanya mau menang sendiri," tegas Prabowo.
Narasi Indonesia bisa berubah menjadi Suriah bukan kali ini saja diungkapkan para capres maupun pendukungnya. Pada tahun 2018 Joko Widodo sebagai petahana dan Erick Thohir sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf ikut mengungkapkan hal serupa.
Jokowi pada saat itu mengingatkan kepada segenap anak buahnya dari jajaran menteri maupun kepala lembaga di kabinet hingga perangkat pejabat di desa untuk mewaspadai isu radikal dan teroris jelang Pemilu.
Jokowi khawatir, Indonesia berpotensi seperti Suriah atau Afghanistan karena mudah terpecah belah.
"Kita sungguh tidak mau Indonesia seperti Suriah yang isinya perang terus, atau seperti Afganistan yang 40 tahun lamanya masih bergulat dengan perang. Padahal Afganistan merupakan negara kaya dengan aset negara yang sangat besar seperti minyak, gas dan emas," kata Jokowi dalam keterangannya.
Tudingan Lawan Data
Kampanye Indonesia bisa jadi Suriah pertama kali didengungkan dalam pesta demokrasi di ibu kota pada 2017. Jelang Pilkada, sejumlah aksi yang dimotori oleh kelompok Islam kanan cukup marak terjadi. Bahkan sejumlah diskusi jika digalakkan karena kekhawatiran ada potensi Indonesia menjadi seperti Suriah.
"Mereka memanfaatkan momen tersebut dalam rangka untuk menakut-nakuti, mengancam, barangkali juga untuk melakukan sesuatu. Kita melihat respons dari Suriah, foto yang ada tulisan mengancam pemerintah yang tidak mengadili Ahok, sehingga ini juga bisa menjadi sinyal barangkali mereka akan melakukan sesuatu,” kata mantan anggota Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas.
Kelompok Islam kanan di Pilkada DKI Jakarta banyak yang mengarahkan dukungan kepada Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang kemudian terpilih dalam Pilkada DKI Jakarta. Hal itu kemudian berimbas dengan banyaknya pendengung Twitter yang menyerang Anies dengan isu Senada, menyebut Suriah dan Afghanistan secara bersamaan.
Sejumlah akun Twitter seperti @DennySiregar7 hingga akun YouTube CokroTVcukup gencar menyuarakan soal isu Suriah dan melekatkannya pada diri Anies Baswedan.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengungkapkan bahwa narasi kekhawatiran bahwa Indonesia memiliki ancaman menjadi negara seperti Suriah perlu digaungkan. Termasuk oleh para capres maupun cawapres di Pemilu 2024.
Karena menurutnya, hal itu tidak boleh disepelekan. Berkaca dari sejumlah perang antar negara yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga.
"Jangan sampai Indonesia yang multikultural dan multi agama dan isu tidak boleh tidak bisa disepelekan. Karena kita jangan sampai terjebak di kubangan konflik gara-gara tidak bisa mengelola konflik," kata Adi Prayitno.
Dirinya juga tak memungkiri apabila narasi soal Suriah tersebut akan lekat dengan citra pada capres seperti Anies Baswedan. Karena Anies saat ini menjadi satu-satunya capres yang memiliki kedekatan dengan kelompok Islam kanan yang memiliki citra keras oleh sejumlah kelompok lainnya.
"Isu Suriah maupun Afghanistan selalu dilekatkan dengan figur-figur yang dekat dengan kelompok Islam keras. Artinya kasus Suriah terjadi ada kelompok Islam yang taklid buta dengan keyakinannya. Suka perang dengan kelompok yang berbeda, walaupun sesama Islam," jelasnya.
Tudingan para lawan politik bahwa Jakarta atau Indonesia menjadi Suriah kemudian dibantah oleh Anies Baswedan melalui capaian kinerja. Salah satunya dengan program dana hibah Bantuan Operasional Tempat Ibadah (BOTI) untuk berbagai umat beragama.
Pada 2019, Pemprov DKI menggelontorkan dana BOTI sebesar Rp87,552 miliar yang disalurkan pada 3.148 masjid dan 1.000 musala. Lalu pada 2020 dana BOTI semula Rp134,808 miliar menjadi Rp67,404 miliar akibat adanya pandemi COVID-10. Boti pada 2020 diberikan kepada 3.200 masjid, 2.000 musala, 1.379 gereja, 19 wihara, serta 19 pura, kuil, dan mandil.
Selanjutnya pada 2021, dana BOTI yang disalurkan mencapai Rp134,592 miliar untuk 3.200 masjid, 2.000 musala, 1.379 gereja Protestan dan 29 vihara. Kemudian pada 2022, dana BOTI meningkat jadi Rp149,352 miliar. Dana itu disalurkan kepada 3.200 masjid, 3.000 musala, 1.379 gereja Protestan, 29 vihara dan 15 pura/kuil/mandil.
Program BOTI menepis anggapan soal Anies intoleran. Hal itu diungkapkan Ketua Umum Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI), pendeta Johny Weol pada medio Maret 2022.
“Jadi rumor mengenai beliau (intoleran) itu, saya kira hal keliru, sentuhan sosial beliau khususnya untuk gereja sangat berarti bagi kami. Saya masih ketua majelis daerah GPDI DKI Jakarta mewakili hampir 1000 gembala,..,” ujar Johny pada Musyawarah Besar ke-34 Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI)
Serupa, Ketua Persekutuan Gereja Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) Pendeta Jason Balompapueng juga memuji kepemimpinan Anies Baswedan di DKI Jakarta. Ia pun menepis anggapan miring untuk Anies Baswedan selama ini.
“Terima kasih kepada bapak Gubernur DKI Jakarta, saudara boleh liat berita yang didengar saudara keliru, beliau sangat nasionalis, keluarga nasional,” katanya.
Jason mengaku bermimpi agar program BOTI di era kepemimpinan Anies di DKI Jakarta dapat bisa diterapkan secara nasional. Karena terbukti, baru Anies yang berani mengambil keputusan. Dia menegaskan program BOTI membuktikan bahwa Anies merupakan sosok yang memegang komitmen dan sangat menjaga kerukunan umat beragama.
Selain BOTI, Pemerintah DKI Jakarta mencatat perbaikan signifikan dalam indeks kota toleransi berdasarkan hasil riset Setara Institute pada 2021. Berdasarkan indeks, Jakarta ada di posisi 40 dari 94 kota di seluruh Indonesia. Pada 2020, Jakarta ada diperingkat 82. Artinya ada perbaikan sebanyak 42 peringkat dibandingkan tahun sebelumnya
Pada 2018, Jakarta sempat menjadi kota ketiga paling intoleran. Namun, secara berlahan pemerintah DKI Jakarta memperbaiki peringkat tersebut.
Jangan Menebar Ketakutan dalam Kampanye
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya meminta semua pihak untuk menghentikan penggunaan konflik Suriah sebagai bahan kampanye politik. Ada banyak rupa perbedaan di antara Indonesia dan Suriah, dari dasar negara hingga tata geopolitik di keduanya.
"Harapan kami juga para pemimpin lebih banyak menebarkan kesejukan dan kedamaian. Jangan menebar ketakutan (fear mongering) kepada masyarakat. Tentu kita semua menginginkan Indonesia yang damai dan tentram," kata Willy Aditya kepada Tirto, Rabu (2/8/2023).
Willy juga membela Anies, sebagai capres yang didukung oleh Nasdem. Menurutnya, ungkapan Indonesia akan menjadi Suriah yang mengarah kepada Anies saat Pilkada DKI Jakarta semuanya terbantahkan.
"Berpuluh tahun kita hidup sebagai NKRI kan tidak pernah ada gejala yang bergerak ke arah sana. Bahkan ketika Mas Anies memimpin jadi Gubernur DKI apakah ada produk kebijakan ke arah sana? Cara berpikir yang demikian ini yang sebenarnya membawa derajat kita sebagai bangsa turun ke bawah," tegas Willy.
Peneliti Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati mengungkapkan bahwa menggunakan narasi Suriah untuk jualan politik di kampanye Pemilu 2024 adalah hal yang tidak efektif. Karena menurutnya perang saudara yang terjadi di Suriah atau Afghanistan juga disebabkan oleh hegemoni politik Amerika Serikat dan Rusia.
"Berkaca dari hal tersebut, tentu Indonesia tidak sebanding dengan kondisi Suriah tersebut. Secara internal, kita sudah tidak mengalami perang sipil dan secara eksternal posisi Indonesia kuat di forum regional maupun multilateral," kata Wasisto.
Dia juga meminta capres maupun cawapres untuk tidak saling serang dengan menggunakan isu tersebut. Berkaca kasus Pilkada DKI Jakarta, isu Suriah dengan mudah dipatahkan dengan kinerja Anies Baswedan.
Oleh karenanya, dia mendorong setiap pasangan dan tim kampanye capres atau cawapres agar lebih mengedepankan narasi kebangsaan dan pluralisme.
"Saya pikir penekanan narasi kebangsaan dan pluralisme perlu terus dikedepankan oleh para capres cawapres nanti," jelasnya.
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi meminta elite politik di Indonesia untuk tidak terus-menerus menggembosi masyarakat dengan isu Suriah. Terutama saat pidato kampanye atau kegiatan politik lainnya.
Fahmi menjelaskan bahwa konflik-konflik di dunia, baik bersenjata maupun tidak, kebanyakan dipicu oleh motif-motif sosial politik, ekonomi dan budaya.
Dalam konteks Suriah, konflik dipicu oleh ketidakpuasan sebagian masyarakat (oposisi) terhadap kebijakan reformasi ekonomi neoliberal pemerintah yang dinilai mengakibatkan kesenjangan antara kaum kaya dan miskin.
"Kuncinya ada di elit politik dan para penyelenggara negara itu sendiri. Jika kecemasan tidak terus dipompa, saya kira masyarakat justru bahkan sudah lebih bijak menyikapi perbedaan. Mereka masih bisa berdebat di warung kopi, tanpa harus diakhiri dengan adu jotos," kata Khairul Fahmi.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Reja Hidayat