tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan akan menerbitkan Peraturan Mendikbud (Permendikbud) soal kekerasan seksual "dalam waktu dekat."
"Buat kami, momentum keberanian dalam mengeluarkan Permendikbud ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Kami punya tim di Kemendikbud yang khusus menangani isu ini dan mendorong penyelarasan dengan kementerian lain. Itu yang rumit dan membuat permendikbud ini agak lama,” ujar Nadiem, Selasa (27/4/2021), dikutip dari Antara.
Tantangannya, ada banyak konsensus yang dibangun dengan instansi lain untuk merumuskan substansi peraturan ini agar "tidak tumpang tindih," tambah Nadiem.
Nadiem juga berkata, selagi merumuskan peraturan ini, kementeriannya terus melakukan kampanye publik soal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, termasuk kekerasan verbal di media sosial berupa perundungan maupun olok-olok terhadap bentuk tubuh.
“Ini yang bikin saya marah," katanya. "Kondisi ini tak hanya terjadi di perguruan tinggi, tetapi di kantor pemerintah, instansi swasta, dan masyarakat."
"Sudah saatnya pemerintah mengambil peran dan mengedukasi apa-apa yang [seharusnya termasuk kekerasan dan pelecehan seksual] selama ini abu-abu itu bukan abu-abu."
Ia menyebut perundungan seksual maupun kekerasna verbal yang menjurus pada pelecehan seksual merupakan "tindakan amoral yang memberi ruang pada pihak-pihak tertentu untuk tidak menghormati hak sesama."
Kementerian akan membuat mekanisme pelaporan untuk dugaan kasus-kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi maupun unit pendidikan lain, melakukan checks and balance, partisipasi mahasiswa, penindakan, dan kampanye publik.
Kasus kekerasan seksual di berbagai perguruan tinggi di Indonesia menjadi sorotan publik setelah kolaborasi Tirto bertajuk 'Nama Baik Kampus' dengan media-media lain merilis seri laporan ini sepanjang 2019. Laporan kolaborasi juga mengumpulkan testimoni dari 174 penyintas dari 79 kampus, baik negeri maupun swasta, dari 29 kota di seluruh Indonesia.
Pada 1 Oktober 2019, Kementerian Agama telah menerbitkan Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Pedoman setebal 33 halaman ini mengatur mulai dari prosedur pencegahan kekerasan seksual, pengadaan ruang atau fasilitas untuk melayani pengaduan korban kekerasan seksual, hingga pelayanan pemulihan untuk korban.
Pedoman Kemenag itu mengutip 1.011 kasus kekerasan seksual dari 16 kampus di Indonesia, meliputi pelecehan seksual secara fisik, verbal, isyarat, tertulis atau gambar, psikologis, perkosaan, intimidasi seksual, eksploitasi seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, serta penyiksaan seksual.
"Jenis-jenis kasus tersebut bervariasi antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya," tulis dokumen.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Gilang Ramadhan