tirto.id - Dengan posisi yang strategis, sumber daya yang berlimpah, Indonesia adalah sasaran empuk rekrutmen intelijen asing. Pola perekrutannya dilakukan dari secara diam-diam hingga dibalut pola kerja sama.
Mantan Kepala Badan Intelijen Stategis (BAIS) TNI, Laksda Soleman B Ponto, mengungkapkan, perekrutan mata-mata orang Indonesia buat dijadikan agen intelijen cukup masif, bahkan dengan cara-cara yang cukup halus dengan kerja sama. Soleman akhirnya pernah menghentikan kerja sama dengan Australia ketika dulu menjabat sebagai Kepala BAIS TNI, karena dianggapnya menjadi ajang rekrutmen intelijen.
Menurutnya, pola perekrutan para mata-mata itu memang tidak secara langsung dilakukan, namun dalam kacamatanya berkecimpung dalam dunia intelijen, perhatian soal pengkaderan itu menjadi perhatian.
Bukan hanya di BAIS TNI kata Ponto, pola-pola perekrutan agen intelijen asing itu juga masuk ke Kementerian. Meski tidak menyebut secara detail lembaga negara mana saja yang disusupi agen intelijen asing, tetapi Soleman menyatakan perekrutan mata-mata Lembaga Telik Sandi itu masuk dengan cara normatif, misalnya kerja sama pendidikan. Dengan kerja sama itu, kata Soleman, lembaga telik sandi asing itu bisa melakukan penggalangan kepada orang-orang Indonesia dengan tepat sasaran. Karena mereka mengetahui jika orang yang dikader itu memiliki posisi strategis untuk memberikan data juga informasi rahasia.
Kasus Badan Intelijen Rusia merekrut seorang perwira TNI Angkatan Laut bernama Letnan Kolonel Susdaryanto pada tahun 1980 menjadi contohnya. “Memang sekarang tidak ada? Tetap ada, tapi bentuknya dalam kerja sama,” ujar Soleman. Kini hilir mudiknya intelijen asing di Indonesia masuk secara resmi dalam bentuk kerja sama.
Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), As’ad Said Ali juga mengatakan hal sama. Menurut dia, perekrutan intelijen asing di Indonesia memang menyasar orang-orang memiliki posisi strategis di lembaga negara. Orang itu kata As’ad, merupakan sosok yang memang bisa mengakses data dan informasi rahasia. “Siapa yang bisa mengakses,” ujar As’ad Said Ali saat berbincang dengan tirto.id di Taman Gedung Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa lalu.
Mencari Data Kekayaan Indonesia
Seorang dari kalangan komunitas intelijen di Indonesia menuturkan, bahwa potensi kekayaan alam termasuk data rahasia yang dilirik asing dari Indonesia. Sebagai contohnya, tambang emas yang kini digarap PT Freeport Indonesia di Papua. Potensi emas di Bumi Cenderawasih itu amat besar. Jadi jangan kaget jika hingga kini pengerahan intelijen di Papua masih berjalan. Badan Intelijen Indonesia pun menaruh perwakilan mereka untuk duduk di tampuk kepemimpinan PT Freeport Indonesia.
Sebut saja Marsekal Muda Purnawirawan Maroef Sjamsoeddin. Sosok lelaki yang pernah menjadi sorotan pemberitaan dalam kasus “Papa Minta Saham” itu juga pernah berkarier di BIN. Sebelum menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, saudara kandung Sjafrie Sjamsuddin ini melintasi kariernya dalam dunia intelijen. Maroef pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BIN hingga Mei 2014. Sebelum menjadi wakil Kepala BIN, Maroef pernah menjabat Direktorat Kontra Separatisme di Deputi III BIN. Kemudian, lulusan Akademi Angkatan Udara 1980 ini juga pernah menjabat Staf Ahli Pertahanan dan Keamanan BIN.
Keberadaan intelijen di Papua memang bukan tanpa alasan. Gerakan separatis yang terus digaungkan untuk berpisah dari Indonesia adalah indikatornya. Ada kepentingan intelijen asing buat menguasai Papua secara utuh, jika Papua merdeka.
Mantan Wakil Kepala BIN As’ad Ali pun mengamini soal peta kekayaan Indonesia yang banyak diincar para mata-mata. Di balik gerakan separatis di Papua, juga termasuk Aceh, dia menyebut secara tidak langsung ada peranan intelijen asing.
“Ya secara langsung dan tidak langsung itu ada,” ujar As’ad Ali. Dia pun mengatakan jika peranan intelijen dalam gerakan separatis masuk melalui Lembaga Swadaya Masyarakat atau NGO asing.
Mantan Kepala BAIS TNI, Laksda Purnawirawan Soleman B Ponto mengatakan, peranan intelijen asing di Indonesia sulit diungkapkan melalui perdebatan. Sebab kegiatan spionase dilakukan dalam berbagai bentuk yang tak kasat mata.
Namun, dia meyakini jika sebetulnya keluarnya data-data penting negara, juga disinyalir akibat perekrutan telik sandi pihak asing yang secara tak sengaja dilegalkan pemerintah. “Apalagi itu, orang gampang kok masuk dengan kerja sama, ada pengeboran, kerja sama untuk penelitian. Berapa banyak penelitian didanai oleh asing,” ujar Soleman.
Keberadaan intelijen sejatinya memang untuk memburu informasi sebanyak-banyaknya dari negara yang dituju untuk kepentingan negara perekrut. Prosesnya dilakukan secara diam-diam, bahkan sebisa mungkin tidak ada yang mengetahui.
“Apa yang kamu lihat dan kamu dengar hanya untuk dirimu sendiri.” Kutipan di kantor Badan Intelijen Negara itu barangkali bisa menggambarkan bagaimana kerja intelijen.
Informasi memang menjadi kunci kerja intelijen. Jadi jangan heran jika pembuktian soal kegiatan memata-matai itu sulit untuk dibuktikan. Menurut Soleman B Ponto, kegiatan intelijen sejatinya juga hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang memang berkecimpung dalam dunia telik sandi. Selebihnya, intelijen merupakan rahasia si intel dan perekrutnya.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho