Menuju konten utama

Mencari Para "Pengkhianat" di Indonesia

Kegiatan spionase badan intelijen asing di Indonesia bukan hal baru. Sampai saat ini, perekrutan orang Indonesia untuk menjadi mata-mata asing masih terus berjalan. Lembaga telik sandi dari berbagai negara merekrut orang-orang Indonesia sebagai penyuplai informasi, juga pemberi data rahasia. Menurut kacamata intelijen, orang-orang ini disebut sebagai “pengkhianat”.

Mencari Para
Ilustrasi [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Ini sebuah kisah spionase di tahun 1980. Seorang perwira TNI Angkatan Laut berpangkat Letnan Kolonel ditangkap Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Dia ditangkap setelah jaringan telepon di kediamannya disadap. Dalam percakapan melalui telepon, perwira bernama Letkol Susdaryanto diketahui bakal memberikan sebuah dokumen rahasia mengenai pemetaan laut Indonesia kepada seorang agen intelijen Uni Sovyet bernama Alexander Pavlovich Fineko yang menyamar sebagai perwakilan perusahaan penerbangan Aeroflot Indonesia.

Untuk melancarkan misi spionase, Fineko ditugaskan sebagai perwakilan manager Aeroflot. Uni Soviet juga mengerahkan para pejabat diplomatiknya, termasuk para pekerja maskapai Aeroflot lainnya. Tujuannya adalah memperoleh informasi dan data sebanyak mungkin dari negara yang menjadi target operasi, yaitu Indonesia.

Aksi Fineko sudah terendus ketika Bakin di bawah kepemimpinan Jenderal LB Moerdani gencar mengawasi kegiatan spionase agen-agen Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti atau KGB. Indonesia memang menjadi sarang para agen dari KGB melakukan operasi kala itu. Semuanya merupakan buntut dari Perang Dingin.

Tidak butuh waktu lama untuk mencegat penyerahan dokumen rahasia itu. Saat Letkol Susdaryanto hendak menyerahkan kepada Fineko, dia dibekuk anggota Bakin. Susdaryanto pun dijadikan umpan untuk menangkap Fineko. Sayang agen KGB itu ternyata licin. Dia menyuruh orang kepercayaannya buat menemui Susdaryanto. Dia adalah Letkol Sergei Egorov yang tak lain atase pertahanan Rusia di Indonesia. Egorov diutus mengambil dua rol film berisi pemetaan laut di Indonesia. Letkol Egorov pun berhasil dibekuk Bakin tanpa perlawanan. Dia kemudian diserahkan ke Kedutaan Besar Rusia untuk diusir pulang.

Akibat penangkapan Egorov dan permintaan Bakin untuk menangkap Fineko, sempat memunculkan ketegangan antara pemerintah Indonesia dengan Uni Soviet. Sebab, Fineko di Indonesia tak resmi tercatat sebagai agen KGB. Karena berstatus non diplomat, Fineko sempat akan dihukum di Indonesia. Ancamannya hukuman mati dengan barang bukti penyadapan telepon rumah Letkol Susdaryanto. Namun, Fineko berhasil lolos. Dia berhasil pulang ke Uni Soviet dengan misi gagal sebagai agen intelijen.

Kisah penangkapan agen intelijen Uni Soviet ini, menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Ali, merupakan prestasi dalam perjalanan sejarah dinas rahasia milik Indonesia.

As’ad pun menjelaskan, di dalam dunia telik sandi, mengerahkan agen lapangan untuk memperoleh informasi dan data rahasia memang sudah biasa. Mereka juga merekrut orang-orang lokal sebagai penyuplai informasi dan data. Kasus penungkapan Letkol Susdaryanto menjadi contohnya.

“Dia merekrut orang yang bisa mengakses,” ujar As’ad Ali saat berbincang dengan tirto.id.

Mengumpulkan Data Lewat Mata-mata

Tugas intelijen adalah mengumpulkan informasi dan data untuk dianalisa. Seorang sumber dari kalangan komunitas intelijen di Indonesia mengungkapkan soal dunia spionase dalam dinas rahasia antarnegara. Menurutnya, setiap utusan pemerintah asing di Kedutaan Besar, termasuk juga di Indonesia, merupakan seorang agen intelijen.

Mereka bertugas sesuai perintah resmi. Keberadaan mereka dilaporkan kepada lembaga intelijen setempat seperti BIN. Tugas itu pun dibagi dalam beberapa divisi meliputi, sosial, keamanan, budaya, ekonomi dan politik. Saban hari, kerja mereka mengumpulkan data untuk dianalisa. Mereka pun membuat laporan harian berbentuk kawat rahasia ke negara asalnya.

Kegiatan sejenis ini pun dipahami oleh masing-masing negara. Namun, jika sudah dalam tahap melakukan operasi intelijen, setiap negara memiliki kewenangan untuk menindak kegiatan spionase tersebut. “Mereka secara tidak langsung adalah agen intelijen,” ujar seorang sumber dari kalangan komunitas Intelijen di Indonesia saat ditemui tirto.id. Dia pun menjelaskan, dalam mengumpulkan informasi dan data, mereka juga secara tidak langsung merekrut orang-orang di negara tersebut untuk menjadi penyuplai informasi.

“Dalam perjalanannya, mereka mencari pertemanan. Secara tidak sadar, pertemanan itu mengungkap informasi intelijen,” ujarnya.

Dalam kalangan komunitas intelijen, tukar data dan informasi memang dilakukan dan bukan merupakan hal baru. Apalagi, menurut sumber tadi, setiap agen intelijen juga memahami pentingnya bertukar informasi tersebut.

Dia menegaskan, bahwa perekrutan informan di mana agen itu ditugaskan, juga dilakukan oleh agen-agen asing yang berada di Indonesia. “Ada yang mendapat imbalan, ada juga yang tidak,” katanya.

Mantan Wakil Kepala BIN, As’ad Ali pun mengamini perekrutan informan terkait informasi dalam dunia intelijen. Namun menurutnya, saat ini tidak ada informasi rahasia, sebab zaman sudah berubah akibat era keterbukaan. Meski demikian, tetap ada beberapa data rahasia mengenai negara dan keamanan yang memang dijaga agar tidak bocor. “Karena memang yang dirahasiakan lebih sedikit dan tentu yang dirahasiakan masih tetap ada,” ujar As’ad Ali.

As’ad pun menjelaskan, dalam rekrutmen informan, para agen menyasar orang-orang inti yang bisa mengakses informasi maupun data. “Sekalipun dia tukang sapu, kalau memang bisa mengakses data, dia akan didekati,” ujarnya.

Para agen intelijen asing menggunakan cara-cara lama untuk perekrutan agen. Mulai dari mencari tahu hobi atau kesukaan orang yang akan disasar untuk menjadi informan. “Merekrutnya biasa lah, cara-cara klasik. Hobinya apa, itu dipenuhi.” tutur As’ad.

Infografik Intelijen asing di Indonesia 1

Mengkader Lewat Sekolah

Guna menyasar calon agen pemberi informasi yang bisa mengakses data dan informasi yang dibutuhkan, terkadang pengkaderan dilakukan dengan cara-cara terselubung dengan dibalut "kerja sama". Misalnya, masuk melalui kerja sama dalam bidang pendidikan dan juga kerja sama lintas negara dalam hal-hal strategis seperti latihan bersama.

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI), Laksda Purnawirawan Soleman B Ponto mengungkapkan, saat menjabat Kepala BAIS TNI, dirinya pernah memutus kerja sama dengan Australia terkait pendidikan intelijen di dalam tubuh BAIS. “Saya batalkan kerja sama saat itu dengan Australia karena bagi aku itu adalah cara-cara merekrut intelijen,” ujar Soleman kepada tirto.id.

Kini, pola perekrutan agen-agen yang berasal dari Indonesia pun semakin masif dilakukan. Menurut Soleman, kerja sama antar negara, semakin membuka keran seluas-luasnya perekrutan intelijen asing di Indonesia. Dia pun mencontohkan kerja sama antar militer dengan negara-negara tetangga, termasuk dalam pola pengkaderan agen intelijen.

“Berapa banyak sekolah militer kalau kita lihat dari sisi kerja sama dengan luar negeri? Memang itu bukan rekrutmen? Bagi intelijen, itu merupakan rekrutmen,” tutur Ponto.

Baca juga artikel terkait INTELIJEN atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Indepth
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho